Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Tsukiai, Kemitraan Jangka Panjang Ala Jepang


Purwakarta Online - Kita sering mendengar cerita-cerita tentang orang-orang yang pecah kongsi. Dua orang berkongsi untuk melakukan bisnis bersama, di akhir cerita berpisah karena konflik. Tak jarang cerita berakhir dengan lebih tragis, salah satu pihak dirugikan karena kecurangan pihak lain. 

Ada pula cerita dua pihak dua pebisnis menjadi rekan dalam rantai pemasok (supply chain) lalu di ujung cerita kerja sama berakhir karena salah satu pihak tidak puas hanya berada di posisinya, dan berusaha mencaplok pula posisi rekan bisnisnya. Pebisnis yang berada di hulu melihat rekannya yang di hilir dan berhubungan langsung dengan pemakai produk mendapat untung lebih besar, lalu dia mencoba melakukan kontak langsung dengan pemakai, melangkahi rekannya. Atau sebaliknya, pemain yang berada di hilir tergiur pada keuntungan yang diraih pemain hulu, lalu ia bergerak ke hulu melangkahi rekannya. Kemudian pergerakan itu mematikan bisnis sang mantan rekan.

Berbisnis artinya berhubungan dengan orang lain, membangun mitra. Bisnis yang baik adalah yang berbasis pada kemitraan jangka panjang. Mulai bersama, tumbuh bersama, menjadi besar bersama. Atau, yang sudah lebih besar membina yang kecil, lalu sama-sama membesar. Tak masalah bila yang tadinya kecil justru menjadi lebih besar selama tak merugikan mitranya. 

Mungkinkah hal itu terjadi? Bukankah berbisnis berarti kita harus berjuang mengalahkan pesaing-pesaing sampai kita sendiri berada di puncak, menjadi nomor satu? Atau kalau perlu menjadi satu-satunya pebisnis yang wujud? Mungkin ada pebisnis yang berprinsip begitu, dan "sukses" mendapatkan apa yang diinginkannya. Tapi bisnis dengan kemitraan yang baikpun dapat pula tumbuh besar, tanpa merusak atau mematikan pihak lain. Maka wujud bisnis yang bagaimana yang hendak kita pilih?

Pilihan bisa dijatuhkan secara bebas. Tapi tentu kita perlu bertanya, untuk apa kita berbisnis? Sekedar mencari uang, memperkaya diri? Ada banyak pebisnis yang begitu. Maka yang kita dengar tentang dia melulu soal kecurangan dan penipuan. Nikmatkah menjadi pebisnis yang seperti itu? 

Berbisnis sejatinya sama dengan perjalanan dalam menjalani berbagai profesi lain. Kita bekerja mencari kesuksesan, mencapai apa yang kita inginkan. Kita menikmati perjalanan itu, orang-orang yang menjadi mitra kita juga mendapatkan hal yang sama. Orang-orang lain baik yang menjadi pelanggan kita juga menikmati hasil kerja kita. Bahkan orang-orang yang tidak menjadi pelanggan langsung pun bisa menikmatinya. Itulah sukses yang hakiki.

Dalam etika bisnis Jepang prinsip di atas dikenal dengan prinsip "Sanpo yoshi", artinya baik atau menguntungkan bagi tiga pihak. Baik untuk penjual (Uri te yoshi), baik untuk pembeli (Kai te yoshi), baik untuk masyarakat (seken yoshi). Baik untuk masyarakat artinya bisnis yang kita lakukan hendaknya memberi kontribusi positif pada kemajuan dan kenyamanan masyarakat. Bukan malah menimbulkan ketidaknyamanan seperti keonaran atau kerusakan lingkungan.

Kemitraan dalam bahasa Jepang disebut "Tsukiai". Kata ini berasal dari kata "tsuku" yang artinya menempel, dan "au" yang artinya saling. Tsukiai adalah dua atau lebih pihak bersatu, membentuk suatu ikatan yang membuat mereka tak terpisahkan. Prinsip ini adalah salah satu prinsip penting dalam bisnis Jepang. Intinya, bisnis dilakukan dengan cara-cara saling menghormati dan tidak merugikan pihak lain, sehingga terbentuk kemitraan jangka panjang yang saling menguntungkan. 

Wujud prinsip "Tsukiai" ini bisa berupa upaya menjaga kualitas produk yang dipasok kepada pelanggan, tidak merebut pelanggan milik mitra atau pelanggan kita. Yang agak unik adalah memilih untuk memakai produk milik pelanggan/mitra kita, baik dalam konteks bisnis maupun di luar bisnis. 

Di luar soal membangun mitra antar sesama pebisnis sebenarnya ada lagi wujud kemitraan yang lain dan perlu diperhatikan, yaitu kemitraan dengan karyawan. Karyawan bukanlah aset, tapi mitra. Tentu saja karyawan bukanlah budak yang boleh diperas dan diperah. 

Bisnis tidak bisa kita bangun hanya dengan tangan kita sendiri. Karyawan ikut menentukan sukses atau gagalnya bisnis kita. Maka, seperti dengan rekan bisnis, kita juga harus menghormati karyawan. Dalam keadaan tertentu, pebisnis dan karyawan bahu membahu mewujudkan bisnis yang sukses. 

Tapi tak jarang pengusaha harus membina karyawan, meningkatkan kompetensi mereka, membuat mereka tumbuh. Kalau perlu membantu merintiskan usaha agar mereka juga tumbuh menjadi pebisnis. (*)

*Dari Kang Idea