Belajar politik energi dari krisis Rusia dan Ukraina
Purwakarta Online - Sahabat IG dan FB yang berbahagia, saat ini krisis politik dua negara antara Rusia dan Ukraina sangat menyita perhatian dunia. Pertikaian yang awalnya melibatkan dua negara, berpotensi menjadi krisis multidimensi dan multinegara.
Salah satu dimensi yang harus kita waspadai adalah memburuknya krisis energi di Eropa yang saat ini tengah terjadi. Kenapa bisa seperti itu?
Dalam sepuluh tahun belakangan, Eropa membutuhkan gas bumi sekitar 17 tcf per tahun. Dari jumlah ini, sepertiga dipenuhi dari gas pipa yang berasal dari Rusia dan sisanya berasal dari impor LNG dan produksi dari negara-negara Eropa sendiri seperti Norway dan Belanda.
Dengan perubahan strategi perusahaan energi Eropa seperti Shell, BP dan Equinor yang beralih ke bisnis energi terbarukan maka produksi gas bumi dari Eropa menjadi berkurang. Akibatnya impor LNG semakin meningkat dan ketergantungan gas pipa dari Rusia semakin tak terelakkan. Disisi lain energi terbarukan yang diharapkan dapat menggantikan energi fosil, belum menunjukan performa terbaiknya.
Kenapa konflik antara Rusia dan Ukraina bisa memperparah krisis energi di Eropa? Mari kita cermati data yang ada. Lebih dari seperempat (25%) jalur gas pipa Rusia melewati Ukraina, sisanya lewat Belarusia, Polandia dan juga lewat laut Baltic.
Dengan jalur pipa yang melewati Ukraina, Rusia akan memanfaatkannya untuk menekan balik negara-negara Eropa Barat kalau ada sanksi internasional yang dikenakan ke Rusia.
Hemat kami ada beberapa skenario yang mungkin akan dijalankan oleh Rusia. Pertama, gas pipa yang sudah terkontrakkan untuk dialirkan ke Eropa Barat akan dihentikan oleh Rusia dengan alasan keamanan pipa tidak terjamin di wilayah Ukraina yang sedang berkonflik.
Ini adalah strategi yang cerdas ditinjau dari sisi bisnis karena Rusia bisa terhindar dari pinalti akibat cedera janji dengan tidak mengalirkan gas ke Eropa Barat.
Skenario kedua, Rusia bisa saja dengan sengaja tidak mau mengalirkan seluruh gasnya ke Eropa Barat sebagai bentuk perlawanan untuk membalas sanksi internasional terhadap negaranya. Sebenarnya, Rusia masih bisa mengalirkan sebagian gasnya lewat jalur pipa Belarusia dan Polandia yang berukuran lebih kecil.
Kalau kita mau mencermati lebih dalam, dua skenario di atas dapat digunakan untuk melihat bagaimana Rusia merespon konflik dengan Ukraina ini.
Jika skenario pertama yang dijalankan artinya Rusia masih menghormati kontrak penyaluran gas yang sudah disepakati namun tak bisa terlaksana karena faktor keamanan. Rusia terlihat profesional dalam hal ini dan penyelesaian konflik mungkin bisa mencapai titik temu.
Jika skenario kedua yang dijalankan, maka Rusia akan terlihat emosional dan penyelesaian konflik akan menjadi susah. Rusia tentu akan berhitung juga bahwa skenario kedua akan berakibat kepada marahnya negara negara Eropa Barat karena tidak mendapatkan gas bumi yang sangat mereka butuhkan pada saat musim dingin.
Sayangnya, kedua skenario ini mempunyai daya rusak yang hampir sama terhadap perekonomian negara-negara Eropa Barat. Bagaimana tidak, dengan musim dingin yang masih berlangsung dalam beberapa bulan kedepan, Eropa hanya mampu bertahan selama 6 minggu dengan cadangan LNG yang tersedia. Dalam hal ini Rusia akan merasa diatas angin.
Ada beberapa konsekuensi yang mungkin terjadi akibat dua skenario diatas. Pertama, pembangkit batubara dan nuklir akan dihidupkan kembali terutama PLTN di Jerman yang sudah pensiun. Dampaknya harga batubara bisa naik kembali seperti tahun lalu.
Kedua, impor LNG akan semakin besar yang berakibat pada naiknya harga spot. Ketiga, perusahaan energi Eropa mungkin akan berpikir ulang untuk kembali melakukan bisnis minyak dan gas. Segala upaya untuk meningkatkan produksi dari wilayah Eropa Barat akan tetap dilakukan.
Satu hal yang dapat kita pelajari dari konflik Rusia dan Ukraina adalah, bukan teknologi dan komersial saja yang harus dipertimbangkan dalam menyusun strategi menuju zero emisi, geopolitik ternyata bisa membelokkan strategi yang sudah dirancang. Dan yang pasti, tidak mudah untuk meninggalkan ketergantungan terhadap energi fosil.
Semoga bermanfaat.
Sumber gambar : nationalgeographic.org
#energioutlook2022
#energihijau
#energiekonomi
#arcandratahar
#keadilanenergi
#energyoutlook