Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Biografi 7 Presiden Indonesia

 

biografi-7-presiden-indonesia
7 Presiden Republik Indonesia

PurwakartaOnline.com - Kami sajikan Biografi para Presiden Republik Indonesia, sejak presiden pertama, yaitu Presiden Soekarno hingga presiden yang saat ini memimpin Republik Indonesia, Presiden Jokowi.

Kami himpun dari berbagai sumber, namun yang paling utama adalah dari situs Kepustakaan Presiden Republik Indonesia. 

1. Ir. Soekarno (1945-1966) 


biografi-7-presiden-indonesia
Presiden Soekarno

Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Semasa hidupnya, beliau mempunyai tiga istri dan dikaruniai delapan anak.

Dari istri Fatmawati mempunyai anak Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh. Dari istri Hartini mempunyai Taufan dan Bayu, sedangkan dari istri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto mempunyai anak Kartika.

Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang tuanya di Blitar. Semasa SD hingga tamat, beliau tinggal di Surabaya, indekos di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere Burger School).

Saat belajar di HBS itu, Soekarno telah menggembleng jiwa nasionalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, pindah ke Bandung dan melanjut ke THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil meraih gelar "Ir" pada 25 Mei 1926.

Kemudian, beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda, memasukkannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul Indonesia Menggugat, beliau menunjukkan kemurtadan Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu.

Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu.

Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir.Soekarno mengemukakan gagasan tentang dasar negara yang disebutnya Pancasila.

Tanggal 17 Agustus 1945, Ir Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam sidang PPKI, 18 Agustus 1945 Ir.Soekarno terpilih secara aklamasi sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama.

Sebelumnya, beliau juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau berupaya mempersatukan nusantara. Bahkan Soekarno berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok.

Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik hebat yang menyebabkan penolakan MPR atas pertanggungjawabannya. Sebaliknya MPR mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Kesehatannya terus memburuk, yang pada hari Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Pemerintah menganugerahkannya sebagai "Pahlawan Proklamasi".

2. Jenderal Soeharto (1966-1998)


biografi-7-presiden-indonesia
Presiden Soeharto

Soeharto adalah Presiden kedua Republik Indonesia. Beliau lahir di Kemusuk, Yogyakarta, tanggal 8 Juni 1921. Bapaknya bernama Kertosudiro seorang petani yang juga sebagai pembantu lurah dalam pengairan sawah desa, sedangkan ibunya bernama Sukirah.

Soeharto masuk sekolah tatkala berusia delapan tahun, tetapi sering pindah. Semula disekolahkan di Sekolah Desa (SD) Puluhan, Godean. Lalu pindah ke SD Pedes, lantaran ibunya dan suaminya, Pak Pramono pindah rumah, ke Kemusuk Kidul. Namun, Pak Kertosudiro lantas memindahkannya ke Wuryantoro. Soeharto dititipkan di rumah adik perempuannya yang menikah dengan Prawirowihardjo, seorang mantri tani.

Sampai akhirnya terpilih menjadi prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong, Jawa Tengah pada tahun 1941. Beliau resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945. Pada tahun 1947, Soeharto menikah dengan Siti Hartinah seorang anak pegawai Mangkunegaran.

Perkawinan Letkol Soeharto dan Siti Hartinah dilangsungkan tanggal 26 Desember 1947 di Solo. Waktu itu usia Soeharto 26 tahun dan Hartinah 24 tahun. Mereka dikaruniai enam putra dan putri; Siti Hardiyanti Hastuti, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Herijadi, Hutomo Mandala Putra dan Siti Hutami Endang Adiningsih.

Jenderal Besar H.M. Soeharto telah menapaki perjalanan panjang di dalam karir militer dan politiknya. Di kemiliteran, Pak Harto memulainya dari pangkat sersan tentara KNIL, kemudian komandan PETA, komandan resimen dengan pangkat Mayor dan komandan batalyon berpangkat Letnan Kolonel.

Pada tahun 1949, dia berhasil memimpin pasukannya merebut kembali kota Yogyakarta dari tangan penjajah Belanda saat itu. Beliau juga pernah menjadi Pengawal Panglima Besar Sudirman. Selain itu juga pernah menjadi Panglima Mandala (pembebasan Irian Barat).

Tanggal 1 Oktober 1965, meletus G-30-S/PKI. Soeharto mengambil alih pimpinan Angkatan Darat. Selain dikukuhkan sebagai Pangad, Jenderal Soeharto ditunjuk sebagai Pangkopkamtib oleh Presiden Soekarno. Bulan Maret 1966, Jenderal Soeharto menerima Surat Perintah 11 Maret dari Presiden Soekarno. Tugasnya, mengembalikan keamanan dan ketertiban serta mengamankan ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.

Karena situasi politik yang memburuk setelah meletusnya G-30-S/PKI, Sidang Istimewa MPRS, Maret 1967, menunjuk Pak Harto sebagai Pejabat Presiden, dikukuhkan selaku Presiden RI Kedua, Maret 1968. Pak Harto memerintah lebih dari tiga dasa warsa lewat enam kali Pemilu, sampai ia mengundurkan diri, 21 Mei 1998.

Setelah dirawat selama 24 hari di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta Selatan, mantan presiden Soeharto akhirnya meninggal dunia pada Minggu, 27 Januari 2006). Soeharto meninggal pada pukul 13.10 siang dalam usia 87 tahun.

3. Prof. B.J. Habibie (1998-1999)


biografi-7-presiden-indonesia
Presiden Habibie

Presiden ketiga Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie lahir di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, pada 25 Juni 1936. Beliau merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Habibie yang menikah dengan Hasri Ainun Habibie pada tanggal 12 Mei 1962 ini dikaruniai dua orang putra yaitu Ilham Akbar dan Thareq Kemal.

Masa kecil Habibie dilalui bersama saudara-saudaranya di Pare-Pare, Sulawesi Selatan. Sifat tegas berpegang pada prinsip telah ditunjukkan Habibie sejak kanak-kanak. Habibie yang punya kegemaran menunggang kuda ini, harus kehilangan bapaknya yang meninggal dunia pada 3 September 1950 karena terkena serangan jantung.

Tak lama setelah bapaknya meninggal, Habibie pindah ke Bandung untuk menuntut ilmu di Gouvernments Middlebare School. Di SMA, beliau mulai tampak menonjol prestasinya, terutama dalam pelajaran-pelajaran eksakta. Habibie menjadi sosok favorit di sekolahnya.

Setelah tamat SMA di bandung tahun 1954, beliau masuk Universitas Indonesia di Bandung (Sekarang ITB). Beliau mendapat gelar Diploma dari Technische Hochschule, Jerman tahun 1960 yang kemudian mendapatkan gelar Doktor dari tempat yang sama tahun 1965. Habibie menikah tahun 1962, dan dikaruniai dua orang anak. Tahun 1967, menjadi Profesor kehormatan (Guru Besar) pada Institut Teknologi Bandung.

Langkah-langkah Habibie banyak dikagumi, penuh kontroversi, banyak pengagum namun tak sedikit pula yang tak sependapat dengannya. Setiap kali, peraih penghargaan bergengsi Theodore van Karman Award, itu kembali dari habitat-nya Jerman, beliau selalu menjadi berita.

Habibie hanya setahun kuliah di ITB Bandung, 10 tahun kuliah hingga meraih gelar doktor konstruksi pesawat terbang di Jerman dengan predikat Summa Cum laude. Lalu bekerja di industri pesawat terbang terkemuka MBB Gmbh Jerman, sebelum memenuhi panggilan Presiden Soeharto untuk kembali ke Indonesia.

Di Indonesia, Habibie 20 tahun menjabat Menteri Negara Ristek/Kepala BPPT, memimpin 10 perusahaan BUMN Industri Strategis, dipilih MPR menjadi Wakil Presiden RI, dan disumpah oleh Ketua Mahkamah Agung menjadi Presiden RI menggantikan Soeharto.

Soeharto menyerahkan jabatan presiden itu kepada Habibie berdasarkan Pasal 8 UUD 1945. Sampai akhirnya Habibie dipaksa pula lengser akibat referendum Timor Timur yang memilih merdeka. Pidato Pertanggungjawabannya ditolak MPR RI. Beliau pun kembali menjadi warga negara biasa, kembali pula hijrah bermukim ke Jerman.

4. K.H. Abdurrahman Wahid (1999-2001)


biografi-7-presiden-indonesia
Presiden Abdurrahman Wahid

Abdurrahman Wahid yang akrab dipanggil Gus Dur menjabat Presiden RI ke-4 mulai 20 Oktober 1999 hingga 24 Juli 2001. Beliau lahir tanggal 4 Agustus 1940 di desa Denanyar, Jombang, Jawa Timur. Kakeknya adalah seorang pendiri organisasi besar Nahdlatul Ulama, yang bernama KH. Hasyim Asy'ari.

Sedangkan Ibunya bernama Hj. Sholehah adalah putri pendiri Pesantren Denanyar Jombang, K.H. Bisri Syamsuri. Dari perkawinannya dengan Sinta Nuriyah, mereka dikarunia empat orang anak, yaitu Alissa Qotrunnada Munawaroh, Zannuba Arifah Chafsoh, Annita Hayatunnufus, dan Inayah Wulandari .

Sejak masa kanak-kanak, Gus Dur mempunyai kegemaran membaca dan rajin memanfaatkan perpustakaan pribadi ayahnya. Selain itu beliau juga aktif berkunjung ke perpustakaan umum di Jakarta.

Pada usia belasan tahun Gus Dur telah akrab dengan berbagai majalah, surat kabar, novel dan buku-buku. Di samping membaca, beliau juga hobi bermain bola, catur dan musik. Bahkan Gus Dur, pernah diminta untuk menjadi komentator sepak bola di televisi.

Kegemaran lainnya, yang ikut juga melengkapi hobinya adalah menonton bioskop. Kegemarannya ini menimbulkan apresiasi yang mendalam dalam dunia film. Inilah sebabnya mengapa Gus Dur pada tahun 1986-1987 diangkat sebagai ketua juri Festival Film Indonesia.

Masa remaja Gus Dur sebagian besar dihabiskan di Yogyakarta dan Tegalrejo. Di dua tempat inilah pengembangan ilmu pengetahuan mulai meningkat. Masa berikutnya, Gus Dur tinggal di Jombang, di pesantren Tambak Beras, sampai kemudian melanjutkan studinya di Mesir.

Sebelum berangkat ke Mesir, pamannya telah melamarkan seorang gadis untuknya, yaitu Sinta Nuriyah anak Haji Muh. Sakur. Perkawinannya dilaksanakan ketika Gus Dur berada di Mesir.

Sepulang dari pengembaraannya mencari ilmu, Gus Dur kembali ke Jombang dan memilih menjadi guru. Pada tahun 1971, beliau bergabung di Fakultas Ushuludin Universitas Tebu Ireng Jombang.

Tiga tahun kemudian beliau menjadi sekretaris Pesantren Tebu Ireng, dan pada tahun yang sama Gus Dur mulai menjadi penulis. Beliau kembali menekuni bakatnya sebagai penulis dan kolumnis. Lewat tulisan-tulisan tersebut gagasan pemikiran Gus Dur mulai mendapat perhatian banyak.

Pada tahun 1974 Gus Dur diminta pamannya, K.H. Yusuf Hasyim untuk membantu di Pesantren Tebu Ireng Jombang dengan menjadi sekretaris. Dari sini Gus Dur mulai sering mendapatkan undangan menjadi nara sumber pada sejumlah forum diskusi keagamaan dan kepesantrenan, baik di dalam maupun luar negeri.

Selanjutnya Gus Dur terlibat dalam kegiatan LSM. Pertama di LP3ES bersama Dawam Rahardjo, Aswab Mahasin dan Adi Sasono dalam proyek pengembangan pesantren, kemudian Gus Dur mendirikan P3M yang dimotori oleh LP3ES.

Pada tahun 1979 Gus Dur pindah ke Jakarta. Mula-mula beliau merintis Pesantren Ciganjur. Sementara pada awal tahun 1980 Gus Dur dipercaya sebagai wakil katib syuriah PBNU. Di sini Gus Dur terlibat dalam diskusi dan perdebatan yang serius mengenai masalah agama, sosial dan politik dengan berbagai kalangan lintas agama, suku dan disiplin.

Gus Dur semakin serius menulis dan bergelut dengan dunianya, baik di lapangan kebudayaan, politik, maupun pemikiran keislaman. Karier yang dianggap `menyimpang` dalam kapasitasnya sebagai seorang tokoh agama sekaligus pengurus PBNU-dan mengundang cibiran adalah ketika menjadi ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pada tahun 1983. Beliau juga menjadi ketua juri dalam Festival Film Indonesia (FFI) tahun 1986, 1987.

Pada tahun 1984 Gus Dur dipilih secara aklamasi oleh sebuah tim ahl hall wa al-`aqdi yang diketuai K.H. As`ad Syamsul Arifin untuk menduduki jabatan ketua umum PBNU pada muktamar ke-27 di Situbondo.

Jabatan tersebut kembali dikukuhkan pada muktamar ke-28 di pesantren Krapyak Yogyakarta (1989), dan muktamar di Cipasung Jawa Barat (1994). Jabatan ketua umum PBNU kemudian dilepas ketika Gus Dur menjabat presiden RI ke-4. Selama menjadi presiden, tidak sedikit pemikiran Gus Dur kontroversial.

Dikenal luas sebagai sosok yang seringkali pendapatnya berbeda dari pendapat banyak orang. Abdurrahman Wahid wafat dalam usianya yang ke 69 pada tanggal 30 Desember 2009 pukul 18.40 WIB di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. 

5. Megawati Soekarnoputri (2001-2004)


biografi-7-presiden-indonesia
Presiden Megawati Soekarnoputri

Presiden Republik Indonesia ke-5, Megawati Soekarnoputri lahir di Yogyakarta, 23 Januari 1947. Sebelum diangkat sebagai presiden, beliau adalah Wakil Presiden RI yang ke-8 dibawah pemerintahan Abdurrahman Wahid.

Megawati adalah putri sulung dari Presiden RI pertama yang juga proklamator, Soekarno dan Fatmawati. Megawati, pada awalnya menikah dengan pilot Letnan Satu Penerbang TNI AU, Surendro dan dikaruniai dua anak lelaki bernama Mohammad Prananda dan Mohammad Rizki Pratama.

Pada suatu tugas militer, tahun 1970, di kawasan Indonesia Timur, pilot Surendro bersama pesawat militernya hilang dalam tugas. Derita tiada tara, sementara anaknya masih kecil dan bayi.

Namun, derita itu tidak berkepanjangan, tiga tahun kemudian Mega menikah dengan pria bernama Taufik Kiemas, asal Ogan Komiring Ulu, Palembang. Kehidupan keluarganya bertambah bahagia, dengan dikaruniai seorang putri Puan Maharani.

Kehidupan masa kecil Megawati dilewatkan di Istana Negara. Sejak masa kanak-kanak, Megawati sudah lincah dan suka main bola bersama saudaranya Guntur. Sebagai anak gadis, Megawati mempunyai hobi menari dan sering ditunjukkan di hadapan tamu-tamu negara yang berkunjung ke Istana.

Wanita bernama lengkap Dyah Permata Megawati Soekarnoputri ini memulai pendidikannya, dari SD hingga SMA di Perguruan Cikini, Jakarta. Sementara, ia pernah belajar di dua Universitas, yaitu Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Bandung (1965-1967) dan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (1970-1972).

Kendati lahir dari keluarga politisi jempolan, Mbak Mega - panggilan akrab para pendukungnya - tidak terbilang piawai dalam dunia politik. Bahkan, Megawati sempat dipandang sebelah mata oleh teman dan lawan politiknya.

Beliau bahkan dianggap sebagai pendatang baru dalam kancah politik, yakni baru pada tahun 1987. Saat itu Partai Demokrasi Indonesia (PDI) menempatkannya sebagai salah seorang calon legislatif dari daerah pemilihan Jawa Tengah, untuk mendongkrak suara.

Masuknya Megawati ke kancah politik, berarti beliau telah mengingkari kesepakatan keluarganya untuk tidak terjun ke dunia politik. Trauma politik keluarga itu ditabraknya.

Megawati tampil menjadi primadona dalam kampanye PDI, walau tergolong tidak banyak bicara. Ternyata memang berhasil. Suara untuk PDI naik. Dan beliau pun terpilih menjadi anggota DPR/MPR. Pada tahun itu pula Megawati terpilih sebagai Ketua DPC PDI Jakarta Pusat.

Tetapi, kehadiran Mega di gedung DPR/MPR sepertinya tidak terasa. Tampaknya, Megawati tahu bahwa Beliau masih di bawah tekanan. Selain memang sifatnya pendiam, Beliau pun memilih untuk tidak menonjol mengingat kondisi politik saat itu. Maka beliau memilih lebih banyak melakukan lobi-lobi politik di luar gedung wakil rakyat tersebut.

Lobi politiknya, yang silent operation, itu secara langsung atau tidak langsung, telah memunculkan terbitnya bintang Mega dalam dunia politik. Pada tahun 1993 dia terpilih menjadi Ketua Umum DPP PDI. Hal ini sangat mengagetkan pemerintah pada saat itu.

Proses naiknya Mega ini merupakan cerita menarik pula. Ketika itu, Kongres PDI di Medan berakhir tanpa menghasilkan keputusan apa-apa. Pemerintah mendukung Budi Hardjono menggantikan Soerjadi. Lantas, dilanjutkan dengan menyelenggarakan Kongres Luar Biasa di Surabaya.

Pada kongres ini, nama Mega muncul dan secara telak mengungguli Budi Hardjono, kandidat yang didukung oleh pemerintah itu. Mega terpilih sebagai Ketua Umum PDI. Kemudian status Mega sebagai Ketua Umum PDI dikuatkan lagi oleh Musyawarah Nasional PDI di Jakarta.

Namun pemerintah menolak dan menganggapnya tidak sah. Karena itu, dalam perjalanan berikutnya, pemerintah mendukung kekuatan mendongkel Mega sebagai Ketua Umum PDI. Fatimah Ahmad cs, atas dukungan pemerintah, menyelenggarakan Kongres PDI di Medan pada tahun 1996, untuk menaikkan kembali Soerjadi. Tetapi Mega tidak mudah ditaklukkan. Karena Mega dengan tegas menyatakan tidak mengakui Kongres Medan.

Mega teguh menyatakan dirinya sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro, sebagai simbol keberadaan DPP yang sah, dikuasai oleh pihak Mega. Para pendukung Mega tidak mau surut satu langkah pun. Mereka tetap berusaha mempertahankan kantor itu.

Soerjadi yang didukung pemerintah pun memberi ancaman akan merebut secara paksa kantor DPP PDI itu. Ancaman itu kemudian menjadi kenyataan. Pagi, tanggal 27 Juli 1996 kelompok Soerjadi benar-benar merebut kantor DPP PDI dari pendukung Mega. Namun, hal itu tidak menyurutkan langkah Mega. Malah, dia makin memantapkan langkah mengibarkan perlawanan. Tekanan politik yang amat telanjang terhadap Mega itu, mengundang empati dan simpati dari masyarakat luas.

Mega terus berjuang. PDI pun menjadi dua. Yakni, PDI pimpinan Megawati dan PDI pimpinan Soerjadi. Massa PDI lebih berpihak dan mengakui Mega. Tetapi, pemerintah mengakui Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Akibatnya, PDI pimpinan Mega tidak bisa ikut Pemilu 1997.

Setelah rezim Orde Baru tumbang, PDI Mega berubah nama menjadi PDI Perjuangan. Partai politik berlambang banteng gemuk dan bermulut putih itu berhasil memenangkan Pemilu 1999 dengan meraih lebih tiga puluh persen suara. Kemenangan PDIP itu menempatkan Mega pada posisi paling patut menjadi presiden dibanding kader partai lainnya. Tetapi ternyata pada SU-MPR 1999, Mega kalah.

Tetapi, posisi kedua tersebut rupanya sebuah tahapan untuk kemudian pada waktunya memantapkan Mega pada posisi sebagai orang nomor satu di negeri ini. Sebab kurang dari dua tahun, tepatnya tanggal 23 Juli 2001 anggota MPR secara aklamasi menempatkan Megawati duduk sebagai Presiden RI ke-5 menggantikan KH Abdurrahman Wahid.

Megawati menjadi presiden hingga 20 Oktober 2003. Setelah habis masa jabatannya, Megawati kembali mencalonkan diri sebagai presiden dalam pemilihan presiden langsung tahun 2004. Namun, beliau gagal untuk kembali menjadi presiden setelah kalah dari Susilo Bambang Yudhoyono yang akhirnya menjadi Presiden RI ke-6.


6. Jenderal Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014)



biografi-7-presiden-indonesia
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

Susilo Bambang Yudhoyono adalah presiden RI ke-6. Berbeda dengan presiden sebelumnya, beliau merupakan presiden pertama yang dipilih secara langsung oleh rakyat dalam proses Pemilu Presiden putaran II 20 September 2004. Lulusan terbaik AKABRI (1973) yang akrab disapa SBY ini lahir di Pacitan, Jawa Timur 9 September 1949. Istrinya bernama Kristiani Herawati, merupakan putri ketiga almarhum Jenderal (Purn) Sarwo Edhi Wibowo.

Pensiunan jenderal berbintang empat ini adalah anak tunggal dari pasangan R. Soekotjo dan Sitti Habibah. Darah prajurit menurun dari ayahnya yang pensiun sebagai Letnan Satu. Sementara ibunya, Sitti Habibah, putri salah seorang pendiri Ponpes Tremas.

Beliau dikaruniai dua orang putra yakni Agus Harimurti Yudhoyono (mengikuti dan menyamai jejak dan prestasi SBY, lulus dari Akmil tahun 2000 dengan meraih penghargaan Bintang Adhi Makayasa) dan Edhie Baskoro Yudhoyono (lulusan terbaik SMA Taruna Nusantara, Magelang yang kemudian menekuni ilmu ekonomi).

Pendidikan SR adalah pijakan masa depan paling menentukan dalam diri SBY. Ketika duduk di bangku kelas lima, beliau untuk pertamakali kenal dan akrab dengan nama Akademi Militer Nasional (AMN), Magelang, Jawa Tengah. Di kemudian hari AMN berubah nama menjadi Akabri.

SBY masuk SMP Negeri Pacitan, terletak di selatan alun-alun. Ini adalah sekolah idola bagi anak-anak Kota Pacitan. Mewarisi sikap ayahnya yang berdisiplin keras, SBY berjuang untuk mewujudkan cita-cita masa kecilnya menjadi tentara dengan masuk Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) setelah lulus SMA akhir tahun 1968.

Namun, lantaran terlambat mendaftar, SBY tidak langsung masuk Akabri. Maka SBY pun sempat menjadi mahasiswa Teknik Mesin Institut 10 November Surabaya (ITS).

Namun kemudian, SBY justru memilih masuk Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama (PGSLP) di Malang, Jawa Timur. Sewaktu belajar di PGSLP Malang itu, beliau mempersiapkan diri untuk masuk Akabri. Tahun 1970, akhirnya masuk Akabri di Magelang, Jawa Tengah, setelah lulus ujian penerimaan akhir di Bandung.

SBY satu angkatan dengan Agus Wirahadikusumah, Ryamizard Ryacudu, dan Prabowo Subianto. Semasa pendidikan, SBY yang mendapat julukan Jerapah, sangat menonjol. Terbukti, Beliau meraih predikat lulusan terbaik Akabri 1973 dengan menerima penghargaan lencana Adhi Makasaya.

Pendidikan militernya dilanjutkan di Airborne and Ranger Course di Fort Benning, Georgia, AS (1976), Infantry Officer Advanced Course di Fort Benning, Georgia, AS (1982-1983) dengan meraih honor graduate, Jungle Warfare Training di Panama (1983), Anti Tank Weapon Course di Belgia dan Jerman (1984), Kursus Komandan Batalyon di Bandung (1985), Seskoad di Bandung (1988-1989) dan Command and General Staff College di Fort Leavenworth, Kansas, AS (1990-1991). Gelar MA diperoleh dari Webster University AS.

Perjalanan karier militernya, dimulai dengan memangku jabatan sebagai Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad (Komandan Peleton III di Kompi Senapan A, Batalyon Infantri Lintas Udara 330/Tri Dharma, Kostrad) tahun 1974-1976, membawahi langsung sekitar 30 prajurit.

Batalyon Linud 330 merupakan salah satu dari tiga batalyon di Brigade Infantri Lintas Udara 17 Kujang I/Kostrad, yang memiliki nama harum dalam berbagai operasi militer. Ketiga batalyon itu ialah Batalyon Infantri Lintas Udara 330/Tri Dharma, Batalyon Infantri Lintas Udara 328/Dirgahayu, dan Batalyon Infantri Lintas Udara 305/Tengkorak.

Kefasihan berbahasa Inggris, membuatnya terpilih mengikuti pendidikan lintas udara (airborne) dan pendidikan pasukan komando (ranger) di Pusat Pendidikan Angkatan Darat Amerika Serikat, Ford Benning, Georgia, 1975. Kemudian sekembali ke tanah air, SBY memangku jabatan Komandan Peleton II Kompi A Batalyon Linud 305/Tengkorak (Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad) tahun 1976-1977. Beliau pun memimpin Pleton ini bertempur di Timor Timur.

Sepulang dari Timor Timur, SBY menjadi Komandan Peleton Mortir 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977). Setelah itu, beliau ditempatkan sebagai Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978), Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981), dan Paban Muda Sops SUAD (1981-1982). Ketika bertugas di Mabes TNI-AD, itu SBY kembali mendapat kesempatan sekolah ke Amerika Serikat.

Dari tahun 1982 hingga 1983, beliau mengikuti Infantry Officer Advanced Course, Fort Benning, AS, 1982-1983 sekaligus praktek kerja-On the job training di 82-nd Airbone Division, Fort Bragg, AS, 1983. Kemudian mengikuti Jungle Warfare School, Panama, 1983 dan Antitank Weapon Course di Belgia dan Jerman, 1984, serta Kursus Komando Batalyon, 1985. Pada saat bersamaan SBY menjabat Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985)

Lalu beliau dipercaya menjabat Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988) dan Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988), sebelum mengikuti pendidikan di Sekolah Staf dan Komando TNI-AD (Seskoad) di Bandung dan keluar sebagai lulusan terbaik Seskoad 1989.

SBY pun sempat menjadi Dosen Seskoad (1989-1992), dan ditempatkan di Dinas Penerangan TNI-AD (Dispenad) dengan tugas antara lain membuat naskah pidato KSAD Jenderal Edi Sudradjat. Lalu ketika Edi Sudradjat menjabat Panglima ABRI, beliau ditarik ke Mabes ABRI untuk menjadi Koordinator Staf Pribadi (Korspri) Pangab Jenderal Edi Sudradjat (1993).

Lalu, beliau kembali bertugas di satuan tempur, diangkat menjadi Komandan Brigade Infantri Lintas Udara (Dan Brigif Linud) 17 Kujang I/Kostrad (1993-1994) bersama dengan Letkol Riyamizard Ryacudu. Kemudian menjabat Asops Kodam Jaya (1994-1995) dan Danrem 072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995).

Tak lama kemudian, SBY dipercaya bertugas ke Bosnia Herzegovina untuk menjadi perwira PBB (1995). Beliau menjabat sebagai Kepala Pengamat Militer PBB (Chief Military Observer United Nation Protection Force) yang bertugas mengawasi gencatan senjata di bekas negara Yugoslavia berdasarkan kesepakatan Dayton, AS antara Serbia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina.

Setelah kembali dari Bosnia, beliau diangkat menjadi Kepala Staf Kodam Jaya (1996). Kemudian menjabat Pangdam II/Sriwijaya (1996-1997) sekaligus Ketua Bakorstanasda dan Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 1998) sebelum menjabat Kepala Staf Teritorial (Kaster) ABRI (1998-1999).

Sementara, langkah karir politiknya dimulai tanggal 27 Januari 2000, saat memutuskan untuk pensiun lebih dini dari militer ketika dipercaya menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi pada pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid. Tak lama kemudian, SBY pun terpaksa meninggalkan posisinya sebagai Mentamben karena Gus Dur memintanya menjabat Menkopolsoskam.

Pada tanggal 10 Agustus 2001, Presiden Megawati mempercayai dan melantiknya menjadi Menko Polkam Kabinet Gotong-Royong. Tetapi pada 11 Maret 2004, beliau memilih mengundurkan diri dari jabatan Menko Polkam. Langkah pengunduran diri ini membuatnya lebih leluasa menjalankan hak politik yang akan mengantarkannya ke kursi puncak kepemimpinan nasional.

Dan akhirnya, pada pemilu Presiden langsung putaran kedua 20 September 2004, SBY yang berpasangan dengan Jusuf Kalla meraih kepercayaan mayoritas rakyat Indonesia dengan perolehan suara di attas 60 persen. Dan pada tanggal 20 Oktober 2004 beliau dilantik menjadi Presiden RI ke-6.

7. Ir. H. Joko Widodo (2014 - sekarang)


biografi-7-presiden-indonesia
Presiden Joko Widodo

Sejak lahir pada 21 Juni 1961 di Rumah Sakit Brayat Minulyo, Joko Widodo tinggal bersama keluarganya di sebuah rumah kontrakan yang berlokasi di tepi sebuah sungai di Solo. Hidup mereka sangat sederhana.

Ayah Jokowi yang sehari-hari menghidupi keluarga dengan berjualan kayu terpaksa membawa istri dan anak-anaknya hidup berpindah dari satu rumah sewa menuju rumah sewa lainnya. Bahkan dengan kondisi tersebut, keluarga Joko Widodo harus rela digusur Pemerintah Kota Solo dari tempat tinggalnya di bantaran kali Pepe dan tinggal menumpang di kediaman seorang kerabat di daerah Gondang.

Akan tetapi, pengalaman masa kecil tersebut tidak dirasakan Jokowi sebagai sebuah penderitaan. Ia berkata bahwa waktu-waktu sulit tersebut merupakan cara Tuhan yang sangat tepat untuk membangun karakter dirinya di masa depan.

Selepas berkuliah di Fakultas Kehutanan UGM, Jokowi muda sempat mencicipi pengalaman kerja pada sebuah perusahaan BUMN di Provinsi Aceh. Lokasinya yang berada di tengah hutan, kondisi kerja yang keras, dan rencana untuk mempunyai buah hati menuntun Jokowi dan istri untuk kembali ke kota Solo pada 1988.

Ia kemudian bekerja sementara waktu pada pabrik milik pamannya, hingga akhirnya memutuskan untuk berhenti dan memulai usaha mebelnya sendiri. Usaha yang mulanya berjalan dengan kondisi sederhana lambat laun berkembang. Dari ruang lingkup regional, usaha Jokowi tumbuh melingkupi pasar nasional, hingga kemudian merambah pasar mancanegara.

Kesuksesan atas bisnis mebel dan kemapanan finansial yang diraihnya menggerakkan Jokowi untuk mulai mencurahkan energi pada ranah lain, yaitu sosial. Ia melihat banyak usaha kecil masyarakat Solo yang sesungguhnya memiliki potensi untuk maju, tetapi belum berkembang dengan baik.

Dengan latar belakang masa lalunya yang sulit di bantaran sungai, ia dan beberapa rekan pengusaha menggagas terbentuknya organisasi pengusaha mebel nasional cabang Solo yang bernama Asosiasi Pengusaha Mebel Indonesia atau akrab disebut Asmindo. Jokowi didaulat menjadi ketua organisasi dan memimpin berbagai kegiatan yang berhasil mengangkat daya usaha para pengusaha kecil dan menengah anggota Asmindo.

Setelah dua tahun Jokowi memimpin Asmindo, para pengurus dan anggota syarikat pengusaha tersebut mulai melontarkan ide pencalonan diri Joko Widodo pada Pemilukada Solo 2005. Pada mula ide itu muncul, Jokowi hanya menanggapinya dengan tawa dan secara halus menolaknya.

Akan tetapi, aspirasi tersebut bertambah kuat dan dorongan dari dalam organisasi untuk maju mencalonkan diri sebagai Walikota Solo terus meningkat. Joko Widodo kemudian maju dalam Pemilukada bersama F.X. Hadi Rudyatmo dan terpilih menjadi Walikota Solo periode 2005-2010.

Amanah yang dipercayakan masyarakat kota Solo pada Jokowi diemban dengan baik. Beberapa prestasi seperti tata lokasi PKL, efisiensi birokrasi kota, dan peremajaan pasar-pasar tradisional membuat dirinya menjadi sosok populer di kalangan masyarakat Surakarta. Pada pemilihan Wali Kota Solo periode 2010-2017, ia terpilih kembali dengan persentase perolehan suara sebanyak 90,09 persen.

Joko Widodo mulai dikenal dalam lingkup nasional setelah ia secara resmi mengganti mobil dinasnya dengan mobil Esemka, yang merupakan buah karya para pelajar SMK 2 dan SMK Warga Surakarta, pada Januari 2012. Pemberitaan mengenai hal itu meluas dan menimbulkan berbagai tanggapan.

Salah satu komentar yang mendapat sorotan masyarakat ialah komentar Bibit Waluyo, yang pada saat itu menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah, yang menyebut langkah Jokowi mengganti mobil dinasnya sebagai sesuatu yang sembrono. Hal ini justru membuat simpati publik atas Jokowi bertambah besar. Namanya kemudian semakin dikenal.

Pada Maret 2012, PDI-P dan Partai Gerindra mengusung Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur pada Pemilukada DKI Jakarta 2012. Pasangan calon ini berhadapan dengan lima pasangan calon lain dan berhasil menduduki posisi teratas pada Pemilukada putaran pertama dengan persentase perolehan suara sebanyak 42,60 persen.

Pada Pemilukada putaran kedua, Jokowi dan Basuki berhasil mengungguli pasangan calon Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli dengan persentase perolehan suara sebanyak. Joko Widodo kini menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017.

Joko Widodo dan Jusuf Kalla dilantik sebagai presiden dan wakil presiden di gedung DPR/MPR Senin (20/10). Pasangan tersebut meraih 53,15% suara dalam pemilihan presiden 9 Juli, mengalahkan pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa, yang mengumpulkan 46,85% suara.

Sehari menjelang pelantikan, Minggu 19 Oktober, Jokowi sudah melakukan gladi bersih pelantikan sebagai presiden Indonesia yang ketujuh. Selain itu Jokowi juga berkunjung ke Istana Negara Minggu (19/10) untuk melakukan berkeliling istana didampingi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Sumber: 
https://kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id
https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/10/141016_jokowi_persiapanpelantikan