Aki Su’uk, Pedagang Kacang dari Wanayasa yang Tak Menyerah Meski Jualan Makin Sepi di 2025
![]() |
Aki Su'uk rasakan jualan susah 2025 |
Cuaca Rabu siang di Wanayasa terasa panas, menyengat kepala. Saya menepi di sebuah warung kecil di pinggir jalan, sekadar berteduh, minum kopi, dan merokok sebatang murah bercukai.
Warung ini cukup ramai. Pembeli datang dan pergi, silih berganti. Eh, tapi ternyata yang datang tidak semua belanja, ada yang sekadar ikut neduh, ada yang minta air putih hingga numpang shalat dan ke kamar kecil.
Sampai akhirnya datang seorang pria tua, sekitar umur 60 atau 70-an. Kita panggil saja namanya Aki Su’uk. Nama panggilan itu berasal dari dagangannya: kacang tanah, su’uk dalam bahasa Sunda.
Hari itu, Aki Su’uk datang pelan-pelan, memarkir pikulan di depan warung. Mang Iko, sang pemilik warung, langsung sigap membuatkan segelas susu kental manis putih. Rupanya ini sudah jadi rutinitas mereka.
“Pasar penuh pedagang, pembeli nggak ada,” keluh Aki Su’uk membuka percakapan.
“Pedagang berdesakan, pembeli cuma lima orang,” timpal Mang Iko sambil tertawa. Tapi tawa itu tak dibalas oleh Aki. Ia hanya tersenyum tipis.
“Sekarang kaki malah sakit tiap pulang jualan,” lanjutnya, “Biasanya jam dua udah habis dagangan, sekarang sampai sore masih banyak sisa.”
Saya pun ikut larut. Bertanya pelan, “Mulai kapan Ki, jualan susah begini?”
Aki menjawab pendek, “Lima tahun sudah.”
Mang Iko menyahut, “Sejak era Prabowo!” Kami semua diam sejenak. “Sejak duit dibelikan makan anak sekolah (MBG). Anak sekolah dikasih makan, rakyat susah jualan. Pembeli makin sepi,” tambahnya.
Sebuah percakapan sederhana di warung kopi, tapi menggambarkan realita yang jauh lebih besar: ekonomi rakyat kecil sedang menurun.
Akibatnya, UKM seperti Aki Su’uk ikut terkena imbasnya. Mereka bergantung penuh pada konsumsi domestik, kalau masyarakat menahan belanja, pedagang kecil lah yang paling duluan merasakan sepinya pembeli.
Dampaknya Nyata:
Pertumbuhan ekonomi juga melambat. Uang berputar lebih sedikit di pasar rakyat.
Tren berubah cepat. Apa yang laku hari ini, bisa sepi minggu depan.
Berikut beberapa strategi sederhana yang bisa dicoba:
Kuncinya bukan canggih, tapi nyambung.
Kenali mereka, beri bonus kecil, atau sekadar ucapan terima kasih. Kadang, perhatian kecil bikin mereka balik lagi.
Perhatikan tren makanan sehat, produk lokal, atau kemasan ramah lingkungan, semua bisa jadi peluang.
Kalimat sederhana itu menampar kesadaran: ekonomi boleh turun, tapi semangat jangan ikut redup.
Pedagang kecil seperti Aki Su’uk adalah wajah nyata ketahanan ekonomi Indonesia. Di balik dagangan kacang rebusnya, ada keteguhan hati yang tak kalah dari pelaku bisnis besar.
Pasar boleh berubah, tapi orang tetap butuh makan, minum, dan hidup.
Yang berubah cuma cara jualannya.
Coba adaptasi pelan-pelan. Mulai dari lingkungan terdekat, manfaatkan teknologi sederhana, dan terus jaga hubungan dengan pelanggan.
Seperti kata Aki Su’uk sebelum meninggalkan warung, “Selama masih ada yang mau dengar, masih ada harapan.”
Jadi, yuk… jangan cuma baca. Coba terapkan tips di atas, atau bagikan artikel ini ke teman pedagang lain.
Karena siapa tahu, semangatmu hari ini bisa jadi penyemangat bagi mereka yang hampir menyerah.***
Hari itu, Aki Su’uk datang pelan-pelan, memarkir pikulan di depan warung. Mang Iko, sang pemilik warung, langsung sigap membuatkan segelas susu kental manis putih. Rupanya ini sudah jadi rutinitas mereka.
“Pasar penuh pedagang, pembeli nggak ada,” keluh Aki Su’uk membuka percakapan.
“Pedagang berdesakan, pembeli cuma lima orang,” timpal Mang Iko sambil tertawa. Tapi tawa itu tak dibalas oleh Aki. Ia hanya tersenyum tipis.
“Sekarang kaki malah sakit tiap pulang jualan,” lanjutnya, “Biasanya jam dua udah habis dagangan, sekarang sampai sore masih banyak sisa.”
Saya pun ikut larut. Bertanya pelan, “Mulai kapan Ki, jualan susah begini?”
Aki menjawab pendek, “Lima tahun sudah.”
Mang Iko menyahut, “Sejak era Prabowo!” Kami semua diam sejenak. “Sejak duit dibelikan makan anak sekolah (MBG). Anak sekolah dikasih makan, rakyat susah jualan. Pembeli makin sepi,” tambahnya.
Sebuah percakapan sederhana di warung kopi, tapi menggambarkan realita yang jauh lebih besar: ekonomi rakyat kecil sedang menurun.
Lesunya Daya Beli, Cermin dari Ekonomi Nyata
Data dari Credit Bureau Indonesia (CBI) menunjukkan hal serupa. Selama beberapa tahun terakhir, inflasi, harga bahan pokok naik, dan ketidakpastian global telah menekan daya beli masyarakat.Akibatnya, UKM seperti Aki Su’uk ikut terkena imbasnya. Mereka bergantung penuh pada konsumsi domestik, kalau masyarakat menahan belanja, pedagang kecil lah yang paling duluan merasakan sepinya pembeli.
Dampaknya Nyata:
- Penjualan menurun tajam. Barang-barang yang bukan kebutuhan pokok sulit laku.
- Arus kas terganggu. Modal macet, pengeluaran jalan terus.
- Akses pinjaman makin susah. Bank dan lembaga keuangan makin ketat memberi kredit bagi usaha kecil.
Kenapa Jualan Makin Susah di 2025?
Bukan cuma Aki Su’uk yang mengeluh. Banyak pelaku usaha kecil merasakan hal yang sama. Ada beberapa alasan utama kenapa tahun 2025 jadi masa yang berat bagi pedagang kecil:1. Daya Beli Masyarakat Melemah
Inflasi bikin harga kebutuhan naik, tapi pendapatan tetap. Akibatnya, masyarakat menahan belanja. Mereka hanya beli yang benar-benar penting.Pertumbuhan ekonomi juga melambat. Uang berputar lebih sedikit di pasar rakyat.
2. Persaingan Kian Ketat
Sekarang semua orang bisa jualan, baik di pasar maupun online. Harga saling banting. Bahkan produk impor murah ikut masuk. Pedagang kecil makin sulit bersaing.3. Biaya Operasional Naik
Harga sewa lapak, listrik, dan ongkos transportasi meningkat. Iklan digital pun makin mahal. Sementara omzet justru menurun.4. Perilaku Konsumen Berubah
Konsumen kini lebih kritis dan selektif. Mereka tidak asal beli, dan cenderung membandingkan dulu lewat ponsel sebelum memutuskan.Tren berubah cepat. Apa yang laku hari ini, bisa sepi minggu depan.
5. Tantangan Dunia Digital
Platform e-commerce mengenakan biaya admin lebih tinggi. Ongkir naik, pengiriman makin ketat. Penjual kecil jadi korban di tengah sistem yang makin kompleks.Tapi Masih Ada Harapan: Cara Pedagang Bertahan di 2025
Meski kondisi serba sulit, bukan berarti tak ada jalan keluar. Banyak pedagang yang tetap bertahan, bahkan berkembang dengan cara yang lebih cerdas.Berikut beberapa strategi sederhana yang bisa dicoba:
1. Gabungkan Offline dan Online
Aki Su’uk mungkin masih tradisional, tapi cucunya bisa bantu jualan lewat WhatsApp, Facebook, atau TikTok Shop. Cukup foto dagangan, tulis harga, dan tawarkan ke grup sekitar.Kuncinya bukan canggih, tapi nyambung.
2. Buat Pelanggan Dekat Jadi Setia
Kalau pembeli sedikit, jangan sampai yang sedikit itu pergi.Kenali mereka, beri bonus kecil, atau sekadar ucapan terima kasih. Kadang, perhatian kecil bikin mereka balik lagi.
3. Kurangi Risiko, Bukan Semangat
Kalau modal terbatas, jangan ambil stok terlalu banyak. Fokus pada barang yang cepat laku dan margin bagus.4. Bergabung dalam Komunitas
Sekarang banyak kelompok pedagang atau komunitas UKM lokal. Di sana bisa tukar info, belajar pemasaran, dan dapat akses program pemerintah.5. Pahami Perubahan Pasar
Pasar 2025 bukan cuma soal siapa yang jual murah, tapi siapa yang bisa adaptasi cepat.Perhatikan tren makanan sehat, produk lokal, atau kemasan ramah lingkungan, semua bisa jadi peluang.
Aki Su’uk, Simbol Keteguhan Rakyat Kecil
Ketika hari mulai sore, Aki Su’uk bangkit, menyiapkan gerobaknya untuk pulang. Ia tersenyum kecil, “Ya gimana lagi, hidup mah kudu jalan.”Kalimat sederhana itu menampar kesadaran: ekonomi boleh turun, tapi semangat jangan ikut redup.
Pedagang kecil seperti Aki Su’uk adalah wajah nyata ketahanan ekonomi Indonesia. Di balik dagangan kacang rebusnya, ada keteguhan hati yang tak kalah dari pelaku bisnis besar.
Jualan Mungkin Sulit, Tapi Rezeki Tak Pernah Tertukar
Kalau kamu juga pedagang atau punya usaha kecil yang sedang lesu, jangan putus asa.Pasar boleh berubah, tapi orang tetap butuh makan, minum, dan hidup.
Yang berubah cuma cara jualannya.
Coba adaptasi pelan-pelan. Mulai dari lingkungan terdekat, manfaatkan teknologi sederhana, dan terus jaga hubungan dengan pelanggan.
Seperti kata Aki Su’uk sebelum meninggalkan warung, “Selama masih ada yang mau dengar, masih ada harapan.”
Jadi, yuk… jangan cuma baca. Coba terapkan tips di atas, atau bagikan artikel ini ke teman pedagang lain.
Karena siapa tahu, semangatmu hari ini bisa jadi penyemangat bagi mereka yang hampir menyerah.***