Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Biografi Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani Bagian 1

Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani

Riwayat Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani

Syeikh Abdul Qadir Al-Jilani (470–561 H) atau (1077–1166 M) adalah seorang ulama fiqih yang sangat dihormati oleh Sunni dan dianggap wali dalam dunia tarekat dan sufisme. Nama Syeikh Abdul Qodir Al-Jilani, dalam bahasa Indonesia sering ditulis Syech Abdul Qodir, atau Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani dan banyak lagi versi cara menuliskannya.

Syeikh Abdul Qodir Al-Jilani lahir pada hari Rabu tanggal 1 Ramadan di 470 H, 1077 M selatan Laut Kaspia yang sekarang menjadi Provinsi Mazandaran di Iran. Syeikh Abdul Qodir Al-Jilani wafat pada hari Sabtu malam, setelah magrib, pada tanggal 9 Rabiul akhir di daerah Babul Azajwafat di Baghdad pada 561 H/1166 M.

Syeikh Abdul Qodir Al-Jilani adalah orang Kurdi atau orang Persia. Syekh Abdul Qadir dianggap wali dan diadakan di penghormatan besar oleh kaum Muslim dari anak benua India. Diantara pengikutnya di Pakistan dan India, Syeikh Abdul Qodir Al-Jilani juga dikenal sebagai Ghaus-e-Azam. Diriwayatkan bahwa saat mengandung beliau usia ibunya 60 tahun.

Ada yang menyatakan bahwa pada usia 60 tahun tidak ada wanita yang bisa hamil lagi. Ibu Syeikh Abdul Qodir Al-Jilani bernama Fathimah binti Syekh Abdullah Ash-Shauma’i. Setelah lahir Syekh Abdul Qodir tidak mau menyusu pada saat bulan Ramadhan, sehingga jika masyarakat tidak dapat melihat hilal penentuan bulan Ramadhan, masyarakat mendatangi ayah Syekh Abdul Qodir.

Jika ayah beliau menjawab, “Hari ini anakku tidak menyusu maka orang-orang pun mengerti bahwa bulan Ramadhan telah tiba”.

Rijalul Fikri Wal Da’wah Wal Islam

Abul Hasan An-Nadawi, dalam kitabnya “Rijalul Fikri wal da’wah wal Islam” (Tokoh-tokoh Intelektual Da’wah dan Islam) mengisahkan tentang Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani sebagai berikut :

“Majelis beliau (Syeikh Abdul Qodir Al-Jilani) dihadiri oleh tujuh puluh ribu orang. Di tangannya lebih dari lima ribu orang Yahudi dan Nasrani masuk Islam, dan lebih dari seratus orang yang sesat bertaubat. Beliau buka pintu bai’at dan taubat di bawah bimbingannya. Maka masuklah ke dalam bimbingannya orang-orang yang jumlahnya hanya diketahui oleh Allah, sehingga keadaan umat semakin membaik dan keislaman mereka pun semakin mendalam."

Syaikh Abdul Qadir al-Jailani dan Thariqat Qadiriyah

Saat usia 8 tahun, Syeikh Abdul Qodir Al-Jilani sudah meninggalkan kota kelahirannya menuju Baghdad, yang saat itu Baghdad dikenal sebagai pusat ilmu pengetahuan. Selanjutnya pada tahun 521 H/1127 M, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani mengajar dan menyampaikan fatwa-fatwa agama kepada masyarakat hingga beliau dikenal masyarakat luas.

Selama 25 tahun, Syeikh Abdul Qodir Al-Jilani menghabiskan waktunya sebagai pengembara di Padang Pasir Iraq dan akhirnya dikenal oleh dunia sebagai tokoh besar yang harum namanya dalam dunia Islam. Sejak itulah, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani disebut-sebut sebagai tokoh sufi yang mendirikan Tariqhat Qodiriyah, sebuah istilah yang tidak lain berasal dari namanya.

Tariqhat ini terus berkembang dan banyak diminati oleh kaum muslimin. Meski Irak dan Syiria disebut sebagai pusat dari pergerakan Tariqhat ini, namun pengikutnya berasal dari belahan negara muslim lainnya, seperti Yaman, Turki, Mesir, India, hingga sebagian Afrika dan Asia.

Perkembangan Tariqhat ini semakin melesat, terlebih pada abad ke ke 15 M. Di India misalnya, Tariqhat Qadiriyah berkembang luas setelah Muhammad Ghawsh (1517 M) memimpin Tariqhat ini. Dia juga mengaku sebagai keturunan dari Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Di Turki ada Ismail Rumi (1041 H/1631 M) yang diberi gelar mursyid kedua dari Tariqhat Qadiriyah.

Adapun di Makkah, penyebaran Tariqhat Qodiriyah sudah bermula sejak 1180 H/1669 M. Berbeda dengan beberapa Tariqhat lainnya, Tariqhat Qadiriyah dikenal sebagai Tariqhat yang luwes. Dalam pandangan shufi, seseorang yang sudah mencapai derajat mursyid (guru) tidak mesti harus mengikuti Tariqhat guru di atasnya lagi.

Ia memiliki hak untuk memperluas Tariqhat Qadiriyah dengan membuat Tariqhat baru, asalkan sejalan dengan Tariqhat Qadiriyah. Dari sifat keluwesannya ini, Tariqhat Qadiriyah memiliki banyak anak cabang yang masing-masing memiliki mursyidnya.

Tariqhat Benawa yang berkembang pada abad ke-19 yang berkembang di India:

  • Tariqhat Ghawtsiyah (1517)
  • Thariqhat Junaidiyah (1515 M)
  • Thariqhat Kama-liyah (1584 M)
  • Thariqhat Miyan Khei (1550 M), dan
  • Thariqhat Qumaishiyah (1584)

Di Turki terdapat Tariqhat:

  • Hin-diyah
  • Khulusiyah
  • Nawshahi
  • Rumiyah (1631 M)
  • Nabulsiyah, dan
  • Waslatiyyah.

Adapun di Yaman ada Tariqhat:

  • Ahda-liyah
  • Asadiyah
  • Mushariyyah
  • ‘Urabiy-yah
  • Yafi’iyah (718-768 H/1316 M) dan
  • Zayla’iyah.
 

Sedangkan di Afrika terdapat Tariqhat:

  • Ammariyah
  • Bakka’iyah
  • Bu’aliyya
  • Manzaliyah dan
  • Tariqhat Jilala. Thariqat Jilala ini adalah sebuah nama lain yang dialamatkan oleh masyarakat Maroko kepada Syaikh Abdul Qadir al-Jailani.

Adapun di Indonesia, Thariqat Qadiriyah berkembang pesat yang berasal dari kawasan Makkah, Arab Saudi. Thariqat Qadiriyah menyebar ke Indonesia pada abad ke-16, khususnya di seluruh Pulau Jawa. Ada beberapa pesantren yang menjadi pusat pergerakan Thariqat Qadiriyah ini. Sebut saja seperti:
  • Pesantren Suryalaya Tasikmalaya (Jawa Barat)
  • Pesantren Mranggen (Jawa Tengah), dan
  • Pesantren Tebuireng Jombang (Jawa Timur).

Sebagai informasi tambahan, organisasi agama di Indonesia yang tidak bisa dilepaskan dari Thariqat Qadiriyah adalah Nahdhatul Ulama (NU) yang berdiri di Surabaya pada tahun 1926. Ada juga organisasi lain seperti al-Washliyah dan Thariqat Qadiriyah Naqsabandiyah yang merupakan organisasi resmi di Indonesia.

* Dari berbagai sumber