Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Sejarah Bisnis Narkoba di Kampung Ambon. Oknum artis, pejabat dan Polisi konon terlibat

Penggerebekan bisnis narkoba di kampung ambon (8/5/2021)

Purwakarta Online - Hari Sabtu kemarin (8/5/2021), 45 orang ditangkap dan berbagai jenis senjata tajam disita oleh penyidik Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat usai menggerebek Kampung Ambon di Cengkareng, Jakarta Barat.

Sebelumnya, aksi demi aksi penggerebekan yang dilakukan aparat di Kampung Ambon tepatnya di Kompleks Permata, Kedaung Kali Angke, Cengkareng, Jakarta Barat, tak kunjung usai.

Setelah digerebek tak lama berselang kemudian bergeliat lagi. Bagi para oknum pebisnis barang haram narkoba, lokasi itu menjadi cerita yang legendaris.

Sejumlah barang bukti disita aparat 

Media besar nasional, Majalah Tempo pernah mengulas geliat peredaran narkoba di sana sembilan tahun lalu. Laporan panjang yang ditulis Tempo berjudul "Cerita dari Kampung Narkoba".

Sebuah laporan detail yang diterbitkan pada 7 Mei 2012. Laporan itu mengungkap bahwa Kampung Ambon telah menjadi pasar narkoba sejak 1990-an silam.

Awalnya, di Kampung Ambon hanya narkoba jenis ganja yang dijual. Tapi sejak 2002 jenis yang dijajakan kian beragam. Sebut saja sabu-sabu, ekstasi, dan putaw, konon sangat mudah ditemui di sana.

"Mau cari inex sampai putaw juga ada," kata Toto, bekas pengguna narkoba yang sering berkunjung ke Kampung Ambon, dikutip dari laporan Majalah Tempo.

Kata Warga Jati Asih, Bekasi ini nyaman memakai narkoba di dalam Kampung Ambon karena aman dari razia polisi. Setiap kali akan ada aksi penggerebekan, penjual langsung memberi tahu para pasien agar segera kabur meninggalkan lokasi transaksi.

Diduga ada keterlibatan Artis dan Pejabat, serta Polisi Kampung Ambon


Berdasarkan pengakuan Toto saat itu, ada oknum artis dan pejabat yang melakukan transaksi barang haram itu di Kampung Ambon.

Semarak peredaran narkoba di Kampung Ambon, terus berjalan karena melibatkan banyak pihak. Bahkan oknum polisi pun diduga juga turut membekingi peredaran narkoba di sana.

Hal itu diutarakan Benny Mamoto saat menjabat Direktur Penindakan dan Pengejaran Badan Narkotika Nasional (BNN).

Menurut Benny, pihaknya dan polisi tahu memang ada aparat yang terlibat bisnis narkoba di sana. Di belakang aparat nakal itu, ujarnya, ada tangan-tangan yang tak terlihat.

"Bukan hanya pemakai, aparat turut membantu peredaran narkoba itu," kata Benny.

Tokoh sentral Bisnis Narkoba di Kampung Ambon


Menurut Romylus Tamtelahitu, yang pernah meneliti kampung ini, yang paling berjasa membangun kekompakan warga Kampung Ambon dalam menjalankan bisnis narkoba adalah seorang tokoh bernama Michael Glenn Manuputty, 40 tahun.

Sistem yang dibangun Michael ini sangat mengakar karena melibatkan banyak orang. Menurut sumber Tempo, orang sekaliber John Kei bahkan tidak mampu saat mencoba-coba masuk lingkaran Kampung Ambon.

"Bung Michael itu godfather di Kampung Ambon," kata Romylus.

Michael pernah tersandung masalah hukum, Polisi menangkapnya pada pertengahan Juli 2009 di Pondok Aren, Tangerang Selatan.

Ia kemudian dihukum penjara seumur hidup. Setelah Michael dipenjara, menurut sumber Tempo, takhta godfather beralih ke Irene dan kakaknya Edward Hunok Tupessy atau Edo sebagai godmother.

Irene yang dijuluki Kill Bill ini kemudian juga ditangkap di wilayah kabupaten Indramayu, Jawa Barat, 4 Maret 2012. Kala itu, Irene menghadapi tuduhan berat.

Pertikaian bisnis narkoba, Serang RSPAD Gatot Soebroto, tewaskan 2 orang


Ibu enam anak ini, menurut polisi, memimpin puluhan pria yang menyerbu sekelompok orang di rumah duka Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta Pusat, pada 23 Februari 2012.

Ia diajak Edward Hunok Tupessy alias Edo, kakaknya. Kepada polisi, Irene menyatakan dia membantu Edo. Penyerbuan itu mengakibatkan dua musuh mereka tewas.

Sejumlah saksi menyebutkan, saat “pertempuran” di RSPAD Gatot Subroto, Irene mengacung-acungkan parang yang sebelumnya diselipkan dibalik bajunya. Panyerbuan itu berawal dari transaksi bisnis narkoba.

Meski godfather dan godmother bisnis narkoba di sana telah ditangkap, jual beli barang haram di Kampung Ambon masih terus eksis sampai sekarang.Teranyar polisi menggerebek kampung narkoba itu pada Sabtu, 8 Mei 2021.

Sebanyak 555 personel gabungan dari Polda Metro Jaya dan Polres Jakarta Barat diturunkan. Sedikitnya 45 orang ditangkap dalam operasi itu.

Polisi menyita narkotika jenis sabu dan ganja di sana. Petugas juga menyita senjata tajam, senjata rakitan, lima peluru tajam, kemudian ada drone, minuman keras, senapan angin, hingga alat timbang.

"Ini kami telusuri dengan serius," kata Kepala Polres Metro Jakarta Barat Komisaris Besar Ady Wibowo di Jakarta.

Sejarah Bisnis Narkoba di Kampung Ambon


Generasi pertama warga Kampung Ambon di Kompleks Permata, Cengkareng, dulunya tinggal di eks gedung STOVIA. Di tempat ini, mereka sudah mengenal narkoba.

Sekitar 40 tahun lalu, 400-an warga Ambon tinggal di bekas gedung Sekolah Kedokteran Bumiputra atau lebih dikenal dengan nama STOVIA tersebut.

"Ada beberapa orang yang masih kerap datang kemari hanya untuk bernostalgia," kata Isnudi, yang kala itu menjabat kepala seksi koleksi dan edukasi museum tersebut.

Karena bangunan itu hendak digunakan sebagai cagar sejarah, Gubernur Jakarta saat itu, Ali Sadikin, memindahkan warga Ambon di eks gedung STOVIA ke Kompleks Permata, Cengkareng, Jakarta Barat, akhir Maret 1973.

Tak lama setelah itu, giliran warga Ambon di eks gedung Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), sekolah kolonial setingkat SMP, yang bertetangga dengan bekas STOVIA yang dipindahkan.

Warga Ambon eks STOVIA dan MULO itu menempati tujuh rukun tetangga, yang kemudian dikenal sebagai Kampung Ambon. Waktu itu pemerintah daerah Jakarta menghabiskan Rp 60 juta untuk membangun kawasan tersebut. (*)

Sumber: https://metro.tempo.co/read/1460734/surga-narkoba-di-kampung-ambon/full?view=ok&s=09