Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Vaksin Covid-19 di Bulan Ramadhan tidak membatalkan puasa. Ini dalilnya!

vaksin-covid-19-puasa-ramadhan-halal-boleh-hukum-dalil

Purwakarta Online - Banyak yang mempertanyakan bagaimana hukumnya divaksin Covid-19 bagi umat Islam yang sedang berpuasa di bulan Ramadhan?

Terkait hal itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa nomor 13 tahun 2021 tentang Hukum Vaksinasi Covid-19 Saat Berpuasa.

Kewajiban puasa Ramadhan dan keterangan rukhsah bagi yang sakit atau bepergian.


{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (183) أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (184) }


Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka jika di antara kalian ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui” (QS. Al-Baqarah: 183-184).

Hadits Nabi yang menerangkan bahwa segala penyakit pasti ada obatnya dan hadits tentang perintah untuk berobat dengan yang halal.


عن أبي الدّرْدَاءِ قَا لَ: قَا لَ رَسُوْلُ اللّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلىيْهِ وَسَلَّمَ: إن الله تعالى أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً فتداووا ولا تداووا بالحرام


Dari Abu Darda’, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallah bersabda: “Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan obat bagi setiap penyakit, maka berobatlah dan janganlah berobat dengan yang haram.” (HR. Abu Dawud)

Pendapat Al-Qasthalani dalam kitab Irsyadu al-Sari (7/96) yang menjelaskan bahwa berobat karena sakit dan menjaga diri dari wabah adalah wajib:


إن كان بكم أذى من مطر أو كنتم مرضى أن تضعوا أسلحتكم [النساء: 102] فيه بيانُ الرخصةِ في وضْعِ الأَسْلِحةِ إنْ ثَقُل عليهمْ حَمْلُها بِسببِ مَا يَبُلُّهُم مِن مطرٍ أوْ يُضْعِفُهمْ مِن مرَضٍ وأمَرَهُمْ معَ ذلك بِأخذِ الحذْرِ لِئلا يَغْفَلوا فيَهجُمُ عليهمُ العدوُّ، ودلَّ ذلك على وُجوْبِ الحذرِ عن جميعِ المضارِّ المظنونةِ، ومِنْ ثَمَّ عُلِم أنَّ العلاجَ بالدواءِ والاحْترازَ عنِ الوباءِ والتحرُّزَ عن الجلوسِ تحتَ الجدارَ المائلَ واجبٌ.


(Dan tidak mengapa kamu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat suatu kesusahan karena hujan atau karena kamu sakit) (al-Nisaa:102). Di dalam ayat ini adanya keringanan untuk meletakkan senjata saat para pasukan terbebani dengan bawaan, seperti dalam keadaan basah kuyup kehujanan atau karena sakit. Meskipun demikian mereka tetap harus waspada terhadap musuh. Ayat tersebut juga menunjukkan wajibnya menjaga kewaspadaan dari segala bahaya yang akan datang. Dari sinilah difahami bahwa berobat dengan obat dan menjaga diri dari wabah penyakit serta menghindari dari duduk-duduk di bawah dinding yang miring adalah wajib”.

Ibnu al-Hammam al-Hanafi dalam kitab Fathu al-Qadir (2/330) bahwa yang membatalkan puasa adalah sesuatu yang masuk lewat rongga yang lazim, seperti mulut, kubul, dan dubur:


(قَوْلُهُ وَلَوْ اكْتَحَلَ لَمْ يُفْطِرْ) سَوَاءٌ وّجَدَ ظَعْمَهُ حَلْقِهِ أَوْلَا لِأَنَّ الْمَوْجُودَ فِي حَلْقِهِ أَثَرُهُ دَاخِلًا مِنَ الْمَسَا مِّ وَالْمُفْطِرُ الدَّاخِلُ مِنْ الْمَنَا فِذِ كَا الْمُدْ خَلِ وَالْمُخْرَجَ لَا مِنْ الْمَسَا مِّ


(Ungkapan “Dan jika memakai celak maka tidak membatalkan puasa”) baik tenggorokannya dapat merasakan suatu makanan atau tidak, karena zat yang berada di tenggorokan adalah sisa-sisa yang masuk lewat pori-pori.

Sedangkan, yang membatalkan puasa adalah sesuatu yang masuk lewat rongga yang terbuka seperti jalan masuk ke tubuh atau jalur keluar darinya, dan bukan dari pori-pori.

Pendapat para ulama mutaqaddimin bahwa yang dimaksud al-huqnah (suntikan) yang membatalkan puasa adalah sesuatu yang dimasukkan lewat dubur seseorang, di antaranya yakni:

Pendapat Muhammad al-Mukhtar al-Syinqithi dalam kitab Syarh Zad al-Mustaqni’ (4/103):


قوله: (أواحتقن) كأنْ تكونَ حقْنةٌ في الدُّبرِ, فهذه قالوا: أنَّها تُوْجبُ الفطرَ: لأنَّها تَصلُ ألى الجَوْفِ وَيَتَغذَّى بِها الإنسانُ ويَرْتفِقُ بها دواءً وعِلاجاً.


Ungkapan (atau huqnah), seperti memasukkan sesuatu ke dubur, mereka berpendapat bahwa itu membatalkan puasa, karena sesuatu yang dimasukkan tersebut sampai pada lambung dan seseorang dapat merasakan makanan serta dapat dirasakan adanya obat dan proses penyembuhan.

Dengan demikian, atas pertimbangan di atas dengan ketentuan umum, bahwa yang dimaksud dengan vaksinasi adalah proses pemberian vaksin dengan cara disuntikkan atau diteteskan ke dalam mulut untuk meningkatkan produksi antibodi guna menangkal penyakit tertentu.

Dan yang dimaksud dengan injeksi intramuskular adalah injeksi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat atau vaksin melalui otot.

Kesimpulan  


Maka, MUI memutuskan bahwa vaksinasi Covid-19 yang dilakukan dengan injeksi instramuskular tidak membatalkan puasa, dan melakukan vaksinasi bagi umat Islam yang sedang berpuasa dengan injeksi intramuskular hukumnya boleh sepanjang tidak menyebabkan bahaya (dlarar). (*)

Sumber: NU Online