Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Guru Gembul, Menyulut Debat Akidah di Kalangan Ba'alawi

Guru Gembul, Menyulut Debat Akidah di Kalangan Ba'alawi
Guru Gembul
MangEnjang.com, Bandung - Pemikiran yang dilontarkan oleh konten kreator viral, Guru Gembul, dalam diskusi mengenai nasab Ba'alawi di Rabithah Alawiah, menuai reaksi keras dari berbagai pihak. Salah satu sosok yang angkat bicara adalah Habib Hanif Alatas, yang secara terbuka mengecam pemikiran Guru Gembul sebagai bentuk materialisme dan liberalisme sejati.

Dalam diskusi itu, Habib Hanif mengapresiasi sikap moderator, Habib Fikri Shahab, dan Gus Wafi, yang dinilai tidak terpancing meladeni Guru Gembul terlalu jauh. "Dalam debat itu, Sayyid Fiqri Shahab dan Gus Wafi berhasil membongkar kedok Guru Gembul sebenarnya," ujar Habib Hanif dalam siniar yang diunggah di kanal YouTube @HabibHanifOfficial, Selasa (10/9/2024).

Habib Hanif mengungkapkan bahwa selama ini, pemikiran Guru Gembul masih belum sepenuhnya terbuka. Namun, setelah diskusi tersebut, semakin jelas bahwa Guru Gembul mengusung paham materialisme Barat dan liberalisme, yang menurutnya bertentangan dengan akidah Islam. “Kebuka jelas, dia seorang materialisme barat sejati. Dia seorang liberalis sejati," tandas Habib Hanif.

Serangan terhadap Akidah

Menurut Habib Hanif, definisi ilmiah yang diajukan oleh Guru Gembul tidak hanya kabur, tetapi juga menyerang akidah umat Islam. Salah satu contoh yang diungkapkan adalah pernyataan Guru Gembul yang menyebut bahwa konsep ketuhanan tidak bisa dijelaskan secara ilmiah.

Tidak berhenti di situ, Guru Gembul bahkan mempertanyakan keabsahan kuburan Nabi Muhammad SAW. Ia menyebut lokasi kuburan Nabi sebagai sesuatu yang subyektif, padahal menurut Habib Hanif, hal tersebut merupakan sesuatu yang mutawatir, atau telah diakui kebenarannya secara luas tanpa ada keraguan sedikit pun.

"Jika Guru Gembul ini diikuti, banyak sekali masalah syariat dan akidah yang akan ditabrak," lanjut Habib Hanif. Ia mengapresiasi sikap moderat Habib Fikri dan Gus Wafi yang tidak terpancing dalam diskusi tersebut, mengingat topik yang diangkat sangat sensitif dan dapat memicu perdebatan yang panjang.

Tuduhan terhadap Habib Bahar bin Smith

Tidak hanya memicu perdebatan tentang akidah, Guru Gembul juga menjadi sorotan publik karena pernyataannya yang kontroversial mengenai Habib Bahar bin Smith. Dalam salah satu unggahannya, Guru Gembul secara terang-terangan menyebut Habib Bahar sebagai habib gadungan atau ulama palsu.

Pernyataan ini tentu memicu reaksi keras dari para pendukung Habib Bahar, yang selama ini dikenal sebagai sosok yang kontroversial dalam ceramah-ceramahnya. Habib Bahar, yang sering menyampaikan pesan-pesan dengan nada tinggi dan penuh semangat, tidak lepas dari kritik, terutama terkait dengan keaslian nasabnya sebagai keturunan Rasulullah SAW.

Guru Gembul dengan tegas menyatakan bahwa Habib Bahar tidak layak menyandang gelar habib karena dianggap tidak mampu membaca kitab kuning dengan benar. Kitab kuning, yang merupakan kumpulan teks klasik dalam bahasa Arab, dianggap sebagai tolok ukur penting dalam menentukan kelayakan seseorang diakui sebagai ulama. Menurut Guru Gembul, ketidakmampuan Habib Bahar dalam hal ini membuktikan bahwa ia tidak memiliki kualifikasi yang cukup.

Kontroversi yang Berkepanjangan

Tudingan Guru Gembul terhadap Habib Bahar bin Smith tidak hanya menyentuh aspek kemampuan akademis, tetapi juga menyentuh isu yang lebih sensitif, yaitu legitimasi nasab sebagai keturunan Rasulullah SAW. Habib Bahar sering menghadapi tudingan serupa, tetapi tetap mempertahankan kehormatan sebagai habib, meskipun tantangan dan kritik terus datang.

Polemik ini tampaknya tidak akan berakhir dalam waktu dekat. Pemikiran Guru Gembul yang terkesan liberal dan materialis akan terus menjadi bahan diskusi di kalangan umat Islam. Pertanyaan besarnya, apakah pemikiran seperti ini akan mendapatkan tempat, atau justru akan semakin dijauhi oleh umat?

Bagaimanapun, sikap kritis yang dilontarkan Guru Gembul telah membuka diskusi baru tentang akidah dan syariat, yang mungkin akan mempengaruhi pemikiran generasi berikutnya.***