Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Telepon Langsung ke Allah: Kontroversi Penentuan Hari Lebaran oleh Jamaah Masjid Aolia

mbah denu aolia idul fitri telepon langsung allah gunung kidul
Mbah Benu
MangEnjang.com --- Gunung Kidul, 6 April 2024 - Kontroversi muncul di sekitar Jamaah Masjid Aolia, Gunung Kidul, Yogyakarta, terkait penentuan hari Lebaran 1 Syawal. Polemik ini dipicu oleh pernyataan Raden Ibnu Hajar Pranolo atau lebih dikenal sebagai Mbah Benu, tokoh agama di masjid tersebut, yang viral di media sosial. Mbah Benu menyebut penggunaan istilah "telepon langsung ke Allah" dalam menentukan hari Lebaran.

Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Gus Fahrur, menegaskan bahwa komunikasi langsung dengan Allah SWT tidak bisa dijadikan dasar penentuan ibadah. Ia menyoroti pentingnya mengikuti tuntunan agama Islam yang benar, dengan merujuk pada ilmu dan akal sehat.

Menurut Gus Fahrur, agama adalah tuntunan yang harus diikuti sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan. Ia menekankan bahwa klaim berkomunikasi langsung dengan Allah SWT tanpa dasar ilmiah tidak dapat diterima secara sah dalam tuntunan agama.

Dalam konteks ini, Gus Fahrur mengimbau umat Islam untuk mengambil tuntunan agama dari ulama yang memiliki pengetahuan dan pemahaman yang benar tentang ajaran Islam. Ia menekankan bahwa pengetahuan agama harus didasarkan pada ilmu yang terstandar dan dapat dipertanggungjawabkan.

Di sisi lain, Daud Mastein, putra Mbah Benu, menjelaskan bahwa pernyataan sang ayah hanyalah kiasan dan bahwa Mbah Benu melakukan amalan spiritual untuk menentukan awal dan akhir Ramadan. Daud menegaskan bahwa pernyataan tersebut telah dipahami secara keliru oleh sebagian pihak, dan keluarga serta jamaah Masjid Aolia menyampaikan permintaan maaf atas kegaduhan yang terjadi.

Pihak Kementerian Agama DIY juga memberikan tanggapannya terkait perbedaan penanggalan bulan Ramadan dan Syawal yang dipraktikkan oleh Masjid Aolia. Mereka menyatakan bahwa Jamaah Masjid Aolia memiliki tata cara beribadah mirip dengan NU, namun memiliki perbedaan dalam penentuan awal bulan Ramadan dan Syawal.

Meskipun demikian, Ketua PBNU, Ahmad Fahrurrozi, mengecam tindakan Jamaah Masjid Aolia yang menyelenggarakan Idul Fitri lebih awal berdasarkan klaim komunikasi langsung dengan Allah SWT. Ia menegaskan perlunya pencegahan terhadap praktik semacam itu agar tidak terulang di masa mendatang.

Kontroversi ini menjadi perdebatan yang menarik seputar penafsiran ajaran agama Islam dan pengambilan keputusan dalam urusan keagamaan. Semoga dengan adanya klarifikasi dan permintaan maaf, kerukunan antar umat beragama tetap terjaga.***