Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Digitalisasi Foto Jurnalistik Analog Harian Kompas (Bagian 3)

fotografi jurnalistik,fotografi jurnalistik adalah, fotografi jurnalistik pdf, fotografi jurnalistik ppt, fotografi jurnalistik sebagai media komunikasi, fotografi jurnalistik apa, fotografi jurnalistik menurut para ahli, fotografi jurnalistik menurut ahli, fotografi jurnalistik klub, fotografi jurnalistik arbain rambey, contoh fotografi jurnalistik, pengertian fotografi jurnalistik, materi fotografi jurnalistik, pertanyaan tentang fotografi jurnalistik, buku fotografi jurnalistik, apa itu fotografi jurnalistik, sejarah fotografi jurnalistik, jenis fotografi jurnalistik, teknik fotografi jurnalistik, karakteristik fotografi jurnalistik, foto jurnalistik, contoh fotografi jurnalistik, gambar jurnalistik, gambar jurnalis, fotografer jurnalis, jenis-jenis foto jurnalistik, pengertian foto jurnalistik, karakteristik foto jurnalistik, foto jurnalistik terbaik, etika foto jurnalistik, fotografi jurnalistik pdf, contoh caption foto human interest, materi fotografi jurnalistik ppt, fotografi jurnalistik pdf, contoh fotografi jurnalistik, karakteristik fotografi jurnalistik, perbedaan antara fotografi seni dan fotografi jurnalistik, teori fotografi, 35 jenis fotografi, fotografi seni adalah, apa itu general news,
Fotografi Jurnalistik (Foto: Tabloid Bintang)
Purwakarta Online - Ide digitalisasi arsip foto analog di Harian Kompas dicetuskan Johnny TG yang saat itu menjabat Kepala Desk Foto di rapat besar direksi pada Oktober 2013. Ide Johnny disambut oleh CEO Kompas Agung Adiprasetyo saat itu.

Johnny kemudian berkoordinasi dengan Manager PIK Sintha Ratnawati mengenai bentuk kerja sama dan penyusunan proposal proyek digitalisasi film negatif 1965-2005. Tahapan utama digitalisasi foto negatif Harian Kompas adalah scan, seleksi, indeks, di masa proyek dipimpin oleh Johnny TG.

Setelah pengerjaan dinyatakan selesai pada 7 September 2018, tahapan digitalisasi ditambah dengan satu tahapan akhir yaitu “koreksi”. Koreksi menggunakan petugas korektor sebanyak lima orang dari PIK.

1. Scan

Petugas scan mengerjakan pemindaian berdasarkan amplop. Mereka adalah siswa SMA dan mahasiswa kerabat karyawan KG dan bekerja dengan ikatan kontrak.

Petugas scan memindai foto dan memindahkan file ke dalam folder, berikut keterangan yang ada di amplop berupa nomor, nama fotografer, tanggal dan tahun, serta keterangan peristiwa.

Di tahap ini dilakukan seleksi awal, foto yang cacat misalnya blur dan goyang tidak dipilih, mereka juga tidak mengambil foto orang yang membelakangi pembaca.

Ada kode BW untuk foto hitam-putih dan FC untuk foto berwarna diikuti nomor. Nomor pada amplop tersebut tercatat dalam buku besar pengumpulan film dari laboratorium foto milik Kompas.

Folder dibuat dengan pembagian tahun. Tidak ada pelatihan khusus terkait fotografi dan foto jurnalistik pada petugas scan. Mereka hanya dibekali penjelasan pada pekerjaan yang harus dilakukan.

Seperti mengoperasikan scanner dan komputer, termasuk hal detail seperti meletakkan film secara tidak terbalik, kemudian penanganan film seperti menggunakan sarung tangan plastik.

Mereka juga menggunakan masker untuk menghindari pusing akibat menghirup bau kimiawi film. Melihat jumlah arsip film yang dimiliki Kompas sebanyak 93.952 amplop, tim memutuskan menggunakan 24 orang petugas scanning yang bekerja dalam dua shift.

12 orang pertama pukul 08.00-17.00, dan kedua 17.00-01.00 dengan target pekerjaan harian 17 amplop per orang. Proses pemindaian adalah Januari 2014 sampai April 2015.

Tim digitalisasi menggunakan 12 unit (ditambah 2 unit cadangan) scanner Epson V700, pemindai tipe flatbed kelas atas dengan ukuran bentuk hampir sebesar standar set CPU.

Seri V700 mampu memindai gambar dengan resolusi maksimal 6400dpi, 4 slot 135mm (atau disebut 35mm pada penggunaan kamera DSLR), masing-masing slot memuat 6 frame dengan kecepatan pindai per slot adalah 4 menit dengan ukuran file 15,8 MB per frame. Menurut Johnny, file hasil pindai mereka 4- 5MB berarti di resolusi 2400dpi. Hasil scan disimpan dalam format JPEG.

Selain petugas scan, di tiap shift ada seorang pengawas yang bertugas membagi amplop yang sudah berhasil dipindai kepada korektor, memastikan petugas scan mengerjakan tugasnya secara benar mulai dari mengambil film, memasang ke mounting scan, memindai, memindahkan file foto, hingga mengembalikan film negatif ke sheet dan amplopnya semula.

Pengawas memastikan film dikembalikan secara tidak terbalik. Setelah dipindah, amplop film dikembalikan ke ruang penyimpanan ber-AC yang diset di suhu 16 derajat celsius, tanpa pengaturan kelembaban.

2. Seleksi

Tim digitalisasi menggunakan istilah ‘selektor’ untuk tugas seleksi ini. Di tahap ini, petugas selektor adalah pensiunan jurnalis Kompas baik foto maupun tulis.

Mereka dikaryakan karena senioritasnya dalam jurnalistik (ada yang mantan Kepala Biro Daerah) dan penguasaan mereka pada isu.

Tugas selektor adalah melengkapi keterangan teks atau caption (takarir pada foto di koran) sesuai standar di Harian Kompas yaitu 5W+1H. Mereka juga harus mencari foto yang sama dengan yang pernah dimuat di koran dengan mengakses arsip kliping.

Misalnya, ketika mereka menemukan foto Sea Games 1997, petugas scan mencari foto Sea Games 1997 di kliping koran, kemudian mengetik ulang caption.

Meski kliping koran berbentuk PDF, metode salin-tempel membuat format teks tak beraturan, sehingga para selektor memilih untuk mengetik ulang.

Setelah memilih foto yang sama dengan yang ada di koran, mereka akan memilih juga foto-foto lain dalam peristiwa (event) itu dan menyesuaikan captionnya.

Di tahap seleksi, selektor memprioritaskan mencari foto yang pernah dimuat. Mereka memilih 5-10 frame dari setiap sheet film.

Bagi Johnny tahap ini seperti kerja detektif. Misalnya ketika dalam satu liputan Tour de Java ada film dari tiga fotografer disatukan ke dalam satu amplop.

Tim harus menelusuri fotografer mana di suatu etape, karena dalam kliping koran Kompas, kredit foto hanya ditulis “Tim Kompas”. Maka korektor dan Johnny harus menemukan nama fotografernya yang akurat.

Selektor memulai pekerjaan setelah 20-30% hasil scan sudah bisa dilihat. Selektor hanya bekerja lima hari kerja dengan jam kerja yang lebih fleksibel namun dengan beban target harian 20-25 amplop per orang.

Seleksi dimulai Mei 2014-Juli 2018, kemudian dilanjutkan hingga akhir proyek pada 2019. Di tahun pertama ada 10 orang selektor kemudian berkurang menjadi 9 orang.

Banyaknya foto yang tidak teridentifikasi disebabkan oleh ketiadaan atau minimnya informasi teks.

Terjadi juga kasus yang diakibatkan misalnya fotografer memotret di beberapa lokasi dan peristiwa, namun menyerahkan film ke bagian admin kala itu secara bersamaan.

Sehingga admin hanya memberi satu keterangan. Maka setelah berpuluh tahun kemudian amplop itu dibuka dan dipindai, keterangan dan isi foto tidak relevan.

Sehingga korektor tidak bisa mengisi deskripsi foto. Kesulitan pengisian deskripsi foto juga terjadi pada foto-foto dari daerah di luar Jakarta di mana pada masa lalu film negatif menjadi tanggung jawab Kepala Biro di daerah dan baru dikumpulkan ke Jakarta tahun 2010 setelah biro daerah tutup.

Di beberapa kasus, karena minimnya keterangan teks, korektor mengidentifikasi lokasi berdasarkan elemen gambar dan ingatan masa lalunya pada suatu tempat di Jakarta.

Misalnya suatu lokasi yang menampilkan gedung, papan nama, bentuk jalan layang atau simpang tertentu. Kesulitan yang lebih besar terjadi pada liputan luar negeri yang tidak memuat ikon suatu negara sementara keterangan di amplop tidak ada.

Rapat evaluasi rutin dilakukan untuk mengatasi kendala dan memecahkan foto yang belum terisi caption dengan baik. Saat rapat, foto-foto tersebut di tampilkan melalui proyektor.

3. Indeks

Pengindeks adalah 4-6 staf PIK yang melakukan pemilahan foto berdasarkan kategori isi foto, membenahi bila terdapat kesalahan format pada caption seperti tanggal dan seterusnya, termasuk melengkapi metadata standar International Press Telecommunications Council (IPTC) menggunakan perangkat lunak FotoStation.

Pengisian kategori dalam metadata adalah ACE (seni, budaya, dan hiburan), CLJ (hukum dan kejahatan), DIS (bencana dan kcelakaan), EVN (lingkungan), FIN (ekonomi, perdagangan, keuangan), EDU (pendidikan), HTH (kesehatan), LAB (tenaga kerja), POL (politik), POR (profil), REL (agama dan kepercayaan), SCI (ilmu dan teknologi), SOI (masalah sosial), SPO (olahraga), WAR (militer). Selanjutnya petugas indeks mengunggah foto ke Image Archive, yaitu bank foto terintegrasi milik Kompas.

4. Koreksi

Dilakukan oleh karyawan kontrak yang disebut “korektor”. Kerja di tahap ini adalah penyempurnaan tahap (3) Seleksi, terutama melacak kesesuaian caption.

Pada tahap scan, seleksi, indeks, dan koreksi tidak dilakukan restorasi pada kerusakan foto misalnya pencahayaan (exposure) dan warna (color saturation), baret (scratch), atau benda asing yang menempel pada film misalnya debu.

Pimpinan proyek Johnny TG bekerja sebagai kurator dan supervisor yang mengecek pemilihan foto dari selektor berikut penulisan caption apakah sudah dikerjakan secara benar. Johnny juga melakukan evaluasi bulanan bersama anggota tim. (*)

Sumber:
Taufan Wijaya, Aditya Heru Wardhana. 2021. DIGITALISASI FOTO JURNALISTIK ANALOG HARIAN KOMPAS. Universitas Multimedia Nusantara. JURNAL DEKAVE VOL.1, NO.1. https://journal.isi.ac.id/index.php/dkv/article/view/5712/2248, diakses pada tanggal 17 Januari 2022.