Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Over Giving, Kebiasaan Baik yang Bisa Menghancurkan Masa Depan Finansial dan Keluarga

over giving
Ilustrasi. Bahaya over giving
MANGENJANG.COM – Pernahkah Anda merasa selalu ingin membantu, memberi, atau berkorban untuk orang lain, bahkan sampai mengorbankan kebutuhan diri sendiri? Jika iya, hati-hati. Itu namanya over giving, memberi secara berlebihan.

Sekilas, memberi terlihat mulia. Kita merasa jadi orang baik, bahkan kadang bangga karena bisa menolong. Tapi, dalam jangka panjang, kebiasaan ini bisa merugikan diri sendiri, menguras emosi, bahkan merusak masa depan finansial dan keluarga.

Dunia dan Ekonomi Sedang Tidak Baik-Baik Saja

Mari jujur. Situasi ekonomi dunia, termasuk Indonesia, sedang penuh tekanan. Harga kebutuhan pokok naik, daya beli turun, dan banyak usaha mikro sampai bisnis besar yang terseok-seok (Silakan baca situs Kementerian Keuangan RI).

Sekadar mencocokan, coba perhatikan sekitar:
  • Banyak orang menjual tanah atau rumahnya.
  • Properti susah laku, karena pembeli semakin sedikit.
  • Usaha dan perdagangan tidak seramai dulu, karena konsumen menahan uang (baca Kontan).
Dalam situasi seperti ini, kalau kita terus menerus over giving, kita bisa masuk jurang masalah finansial. Tabungan menipis, investasi macet, dan rencana masa depan (pendidikan anak, pensiun, atau beli rumah) bisa berantakan.

Over Giving Itu Menguras Hidup

Saya sendiri pernah mengalami. Rasanya senang saat bisa membantu orang lain, tapi perlahan sadar, saya kelelahan, baik secara mental maupun finansial.

Tanda-tanda over giving biasanya seperti ini:
  • Selalu bilang “iya” walau sebenarnya tidak sanggup.
  • Memberi uang atau waktu padahal diri sendiri sedang kesulitan.
  • Merasa bersalah kalau tidak membantu.
  • Jarang memikirkan kebutuhan diri dan keluarga.
Kebiasaan ini bisa bikin kita habis-habisan. Parahnya, orang yang sering kita bantu lama-lama jadi terbiasa menerima tanpa usaha lebih.

Benar juga apa yang dibilang Psikolog finansial Brad Klontz, penulis buku Mind Over Money, dia menjelaskan bahwa memberi berlebihan sering dipicu rasa bersalah atau ingin diakui. “Kita merasa menjadi orang baik saat membantu, tetapi jika dilakukan tanpa perhitungan, dampaknya justru merugikan,” ujarnya (Klontz, 2022).

mind over money brad clontz

Saatnya Pasang Batas Sehat

Memberi tetap baik, tapi harus ada batas sehat. Ingat, kita tidak bisa menuang dari gelas yang kosong. Jaga dulu “gelas” kita tetap penuh, baik energi, waktu, dan keuangan.

Tips agar tetap peduli tanpa over giving:
  1. Prioritaskan keluarga dan kebutuhan pokok. Pastikan kebutuhan dasar rumah tangga aman dulu.
  2. Sisihkan tabungan sebelum memberi. Jadikan sedekah atau bantuan sebagai pos anggaran yang terukur.
  3. Berani berkata tidak. Tidak semua permintaan harus dituruti.
  4. Bantu dengan cara memberdayakan. Bukan sekadar memberi uang, tapi bantu agar orang lain bisa mandiri.

Menjadi Bijak Itu Juga Bentuk Kebaikan

Menjaga diri dan keluarga bukan berarti egois. Itu justru tanggung jawab. Dengan kondisi finansial yang sehat, kita bisa terus memberi dengan hati lapang, tanpa mengorbankan masa depan.

Mari kita sama-sama belajar bijak. Karena masa depan yang stabil, usaha yang bertahan, dan keluarga yang sejahtera adalah kebaikan terbesar yang bisa kita wujudkan.***