Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Tips Hadapi RESESI GLOBAL 2023 dengan Ketahanan Finansial Pribadi!

Ketahanan finansial pribadi untuk hadapi resesi global
MANGENJANG.COM, Jakarta - Dalam beberapa pekan terakhir, Indonesia sedang dibayangi kabar potensi resesi global yang cepat atau lambat akan datang, dan itu harus dihadapi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksi resesi global akan mulai terjadi pada tahun 2023.

Yang disebabkan adanya kenaikan suku bunga acuan secara agresif oleh bank sentral di berbagai negara guna meredam laju inflasi.

Resesi, secara sederhana diartikan sebagai suatu keadaan dimana perekonomian suatu negara sedang memburuk.

Hal tersebut dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang kurang baik, produk domestik bruto yang negatif, dan peningkatan jumlah pengangguran.

Kondisi tersebut akan menimbulkan pelemahan kemampuan daya beli masyarakat akibat ketimpangan antara penghasilan yang menurun dan pengeluaran yang tinggi.

Keadaan ekonomi yang tidak stabil dalam kurun waktu yang lama juga akan memberi dampak pada kenaikan harga kebutuhan bahan pokok dan naiknya angka kemiskinan.

Karena itu, masyarakat perlu memahami pengelolaan keuangan secara optimal untuk dapat meminimalisir dampak dari kemungkinan resesi ekonomi.

Marketplace asuransi Lifepal.co.id memberikan beberapa saran untuk menjaga ketahanan keuangan pribadi dalam menghadapi ancaman resesi yang ada, salah satunya yakni memiliki dana darurat yang lebih besar.

Dana darurat yang diperlukan setiap pribadi normalnya adalah tiga sampai enam kali pengeluaran bulanan.

Tetapi saat resesi dan krisis ekonomi terjadi, tidak akan ada yang tau kapan hal itu akan berakhir atau kembali ke keadaan semula.

Maka dari itu, disarankan untuk memiliki dana darurat yang lebih banyak untuk menghadapi situasi ekonomi yang tidak menentu.

Sebagai contoh, dana darurat setiap pribadi bisa ditingkatkan sebanyak 12 kali dari pengeluaran bulanan masing-masing.

Cara menghadapi resesi lainnya yakni dengan wajib memiliki asuransi.

Pada situasi ekonomi yang menurun, terdapat potensi pendapatan masyarakat yang juga menurun drastis atau bahkan kehilangan penghasilan.

Dengan memiliki asuransi, risiko keuangan terganggu akibat sakit, kerusakan kendaraan, dan hal lainnya, yang mungkin terjadi dapat ditanggung oleh asuransi, sehingga tak perlu lagi ada kekhawatiran.

Pastikan asuransi yang dipilih sesuai dengan kondisi dan risiko yang paling mungkin terjadi.

Arus kas yang sehat dan baik juga harus dipastikan di tengah potensi resesi global lantaran ekonomi yang sedang sulit dan tidak menentu akan sangat mewajibkan pribadi untuk mengatur keuangan dengan baik.

Pastikan pengeluaran hanya digunakan untuk hal-hal yang memang dibutuhkan, bukan hanya yang diinginkan.

Mengatur pengeluaran dan pendapatan secara baik tentu akan membantu keadaan keuangan tetap sehat di tengah badai ketidakpastian ekonomi.

Langkah menjaga ketahanan keuangan lainnya yakni dengan menghindari utang konsumtif atau berjangka panjang.

Pada saat resesi terjadi, umumnya suku bunga bank akan mengalami kenaikan yang cukup signifikan.

Kemungkinan kenaikan suku bunga bank tersebut dipicu oleh Bank Indonesia (BI) yang sudah meningkatkan suku bunga acuan sebanyak 75 basis poin (bps).

Kenaikan ini kemungkinan akan diikuti kenaikan suku bunga selanjutnya.

Begitu pula dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang sudah mengerek tingkat bunga penjaminan sebesar 25 bps.

Untuk menghindari hal tersebut, disarankan untuk tidak mengambil utang yang konsumtif atau berjangka panjang.

Tetapi jika sudah memiliki utang dalam jangka panjang, mulai pikirkan strategi untuk dapat mengatur ulang kembali utang dengan pihak pemberi.

Memiliki penghasilan tambahan juga bisa dipikirkan terutama ketika kondisi ekonomi turun.

Apalagi saat kondisi resesi ada kemungkinan besar penurunan atau kehilangan penghasilan terjadi.

Penghasilan tambahan dapat membantu menjaga kondisi keuangan, terlebih jika sumber penghasilan utama terhenti akibat dari resesi.

Ancaman besar

Amerika Serikat yang masih terus mengalami lonjakan inflasi dan Zona Eropa yang masih menghadapi konflik geopolitik.

Sudah dipastikan akan mengalami resesi pada tahun depan.

Dalam 70 tahun sejak 1950, ekonomi dunia telah mengalami empat resesi global, yakni pada tahun 1975, 1982, 1991, dan 2009.

Dalam setiap episode ini, terjadi kontraksi dalam produk domestik bruto (PDB) global riil per kapita tahunan dan kelemahan berbasis luas di indikator utama aktivitas ekonomi global lainnya.

Berbagai episode tersebut sangat tersinkronisasi secara internasional, yang melibatkan gangguan ekonomi dan keuangan yang parah di banyak negara di dunia.

Resesi global 2009 sejauh ini merupakan episode terdalam dan paling sinkron di antara keempatnya.

Pemulihan global biasanya melibatkan pembalikan luas dalam aktivitas ekonomi makro dan keuangan.

Diantara empat episode, pemulihan terkuat terjadi setelah resesi 1975.

Berkat dukungan kebijakan yang besar, cepat, dan terkoordinasi secara global, pemulihan setelah resesi tahun 2009 adalah episode terkuat kedua.

Bank Dunia memperkirakan dampak resesi global bervariasi di berbagai kelompok negara.

Rata-rata pertumbuhan per kapita menurun lebih banyak di negara maju daripada negara berkembang dan pasar berkembang selama resesi global.

Negara berpendapatan rendah rata-rata mengalami penurunan pertumbuhan per kapita yang lebih besar daripada rata-rata negara berkembang dan pasar berkembang.

Sebagai episentrum krisis keuangan, negara-negara maju merasakan beban resesi global 2009.

Sebaliknya, pertumbuhan negara berkembang dan pasar berkembang tetap positif selama resesi.

Dan negara-negara tersebut memberikan pemulihan yang lebih kuat pasca krisis tahun 2009 daripada setelah salah satu dari tiga episode sebelumnya.

Adapun negara berpendapatan rendah dapat terus tumbuh selama resesi global terbaru, sedangkan pertumbuhan per kapita mereka telah anjlok di episode sebelumnya.

Kawasan Asia Timur dan Pasifik dan Asia Selatan bahkan terus berkembang selama resesi global.

Namun, empat wilayah negara berkembang dan pasar berkembang lainnya, terutama yang lebih mengandalkan ekspor komoditas industri, mengalami penurunan output per kapita.

Indonesia sendiri sejauh ini masih tumbuh cukup baik dari segi ekonomi.

Tetapi, resesi global tersebut tetap harus diwaspadai karena sedikit banyak akan tetap mempengaruhi domestik.***