Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Memahami Pekerja Seks Komersial (PSK): Pengertian, Fungsi, Penyebab, Motivasi dan Akibat


Pelacuran atau prostitusi merupakan salah satu bentuk penyakit masyarakat, yang harus dihentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha pencegahan dan perbaikannya. Pelacur/Prostitusi berasal dari bahasa latin prostitueren atau pro-stauree, yang berarti membiarkan diri berbuat zina, melakukan persundalan, pencabulan, pergendakan.

Sedangkan prostitute adalah pelacur atau sundal, dikenal pula dengan istilah WTS atau wanita tuna susila kemudian diperhalus lagi menjadi pekerja seks komersial atau yang lebih dikenal dengan sebutan PSK (Kartini Kartono, 2007 : 207).

PSK diartikan sebagai kurang beradab karena keroyalan relasi seksualnya dalam bentuk penyerahan diri pada banyak laki-laki untuk pemuasan seksual dan mendapatkan imbalan jasa atau uang bagi pelayanannya. PSK merupakan peristiwa penjualan diri (persundalan) dengan jalan memperjualbelikan badan, kehormatan, dan kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan nafsu-nafsu seks dengan imbalan pembayaran (Kartini Kartono, 2009 : 216).

Pekerja Seks Komersial adalah perempuan yang pekerjaannya menjual diri kepada siapa saja atau banyak laki-laki yang membutuhkan pemuas nafsu seksual. Selain itu para PSK adalah perempuan yang melakukan hubungan seksual dengan banyak laki-laki diluar pernikahan dan sang perempuan memperoleh imbalan uang dari laki-laki yang menyetubuhinya (Susanti Dian, 2006: 9).

Ciri-Ciri PSK dan Fungsi PSK


Di desa-desa, hampir-hampir tidak terdapat pelacur. Jika ada, mereka adalah pendatang-pendatang dari kota yang singgah untuk beberapa hari atau pulang ke desanya. Juga perbatasan desa yang dekat dengan kota-kota dan tempat-tempat sepanjang jalan besar yang dilalui truk-truk dan kendaraan umum sering dijadikan lokasi-lokasi oleh para PSK. Sedang di kota-kota besar, jumlah pelacur diperkirakan 1-2% dari jumlah penduduknya. (Kartini Kartono 2009 : 238).

Ciri-ciri khas dari pelacur ialah sebagai berikut:

  • Wanita, lawan pelacur ialah gigolo (pelacur pria, lonte laki-laki).
  • Cantik, ayu, rupawan, manis, atraktif menarik, baik wajah maupun tubuhnya. Bisa merangsang selera seks kaum pria.
  • Masih muda-muda. 75% dari jumlah pelacur di kota-kota ada di bawah usia 30 tahun. Yang terbanyak ialah 17-25 tahun. Pelacuran kelas rendah dan menengah acap kali mempekerjakan gadis-gadis pra-puber berusia 11-15 tahun, yang ditawarkan barang baru.
  • Pakaiannya sangat menyolok, beraneka warna, sering aneh-aneh/eksentrik untuk menarik perhatian kaum pria.
  • Menggunakan teknik-teknik seksual yang mekanistis, cepat, tidak hadir secara psikis (afwezig, absent minded), tanpa emosi atau afeksi.
  • Bersifat sangat mobil, kerap berpindah dari tempat/kota yang satu tempat/kota lainya. Dan biasanya mereka memakai nama samaran dan sering berganti nama.
  • Pelacur-pelacur professional dari kelas rendah dan menengah kebanyakan berasal dari strata ekonomi dan strata sosial rendah.
  • 60-80% dari jumlah pelacur ini memiliki intelek yang normal. Kurang dari 5% adalah mereka yang lemah ingatan (feeble minded). Selebihnya adalah mereka yang pada garis-batas, yang tidak menentu atau tidak jelas derajat inteligensinya.

Pada umumnya, para langganan dari pelacur itu tidak dianggap berdosa atau bersalah, tidak immoril atau tidak menyimpang. Sebab perbuatan mereka itu didorong untuk memuaskan kebutuhan seks yang vital (Kartini Kartono, 2009 : 241). Yang dianggap immoril cuma pelacurnya.

Namun, bagaimanapun rendahnya kedudukan sosial pelacur, karena tugasnya memberikan pelayanan seks kepada kaum laki-laki, ada pula fungsi pelacuran yang positif sifatnya di tengah masyarakat, yaitu sebagai berikut:
  • Menjadi sumber pelancar dalam dunia bisnis
  • Menjadi kesenangan bagi kaum politisi yang harus hidup berpisah dengan istri dan keluarganya. Juga dijadikan alat untuk mencapai tujuan-tujuan politik tertentu.
  • Menjadi sumber pelayanan dan hiburan bagi orang-orang cacat, misalnya: pria yang buruk wajah, pincang, buntung, abnormal secara seksual, para penjahat (orang kriminal) yang selalu dikejar-kejar polisi, dan lain-lain.

Beberapa Peristiwa Penyebab Timbulnya PSK


Berlangsungnya perubahan-perubahan sosial yang serba cepat dan perkembangan yang tidak sama dalam kebudayaan, mengakibatkan ketidakmampuan banyak individu untuk menyesuaikan diri, mengakibatkan timbulnya disharmoni, konflik-konflik eksternal dan internal, juga disorganisai dalam masyarakat dan dalam diri pribadi (Kartini Kartono, 2009 : 242).

Peristiwa-peristiwa tersebut di atas memudahkan pola-pola respons/reaksi yang inkonvensional atau menyimpang dari pola-pola umum yang berlaku. Dalam hal ini ada pola pelacuran, untuk mempertahankan hidup di tengah-tengah hiruk-pikuk alam pembangunan, khususunya di Indonesia.

Commercial sexual exploitation is one of the most brutal forms of violence against children. Child victims suffer extreme physical, psychosocial and emotional abuse which have lifelong and life-threatening consequences. They risk early pregnancy, maternal mortality and sexually transmitted diseases. Case-studies and testimonies of child victims speak of a trauma so deep that many are unable to enter or return to a normal way of life. Many others die before they reach adulthood

“Eksploitasi seksual komersial adalah salah satu bentuk yang paling berbahaya dari kekerasan anak-anak. Anak akan menderita ekstrim fisik, psychosocial dan penyalahgunaan emosional dan mempunyai konsekuensi yang mengancam hidupnya. Kehamilan menjadi resiko awal mereka, angka kematian maternal dan secara seksual penyakit tertular. Studi kasus dan kesaksian dari salah satu korban mengatakan bahwa jika anak mengalami trauma, maka si anak tidak akan bisa menjalani hidupnya secara normal, dan akhirnya mereka terjun kedalam dunia pelacuran sebelum mereka mengalami masa kedewasaan” (Jeffreys, Sheila.2000. Challenging the Child/Adult Distinction in Theory and Practiceon Prostitution. International Feminist Journal of Politics, 2:3 Autumn 2000. University of Melbourne, Australia).

Beberapa peristiwa sosial penyebab timbulnya pelacuran, (Kartini Kartono, 2007 : 243), antara lain sebagai berikut:
  1. Tidak adanya undang-undang yang melarang pelacuran.
  2. Adanya keinginan dan dorongan manusia untuk menyalurkan kebutuhan seks, khususnya di luar ikatan perkawinan.
  3. Dekadensi moral, merosotnya norma-norma susila dan keagamaan pada saat orang-orang mengenyam kesejahteraan hidup, dan ada pemutarbalikan nilai-nilai pernikahan sejati.
  4. Semakin besarnya penghinaan orang terhadap martabat kaum wanita dan harkat manusia.
  5. Kebudayaan eksploitasi pada zaman modern ini, khususnya mengeksploitasi kaum lemah/wanita untuk tujuan-tujuan komersial.

Motif-motif yang Melatar-belakangi PSK


Motif-motif yang melatarbelakangi tumbuhnya pelacuran pada wanita itu beraneka ragam. Di bawah ini disebutkan beberapa motif yang melatarbelakangi timbulnya PSK menurut (Kartini Kartono, 2009 : 245), antara lain sebagai berikut:
  1. Adanya kecendrungan melacurkan diri pada banyak wanita untuk menghindarkan diri dari kesulitan hidup, dan mendapatkan kesenangan melalui jalan pendek. Kurang pengertian, kurang pendidikan, dan buta huruf sehingga menghalalkan pelacuran.
  2. Ada nafsu-nafsu seks yang abnormal, tidak terintegrasi dalam kepribadian, dan keroyalan seks. Histeris dan hyperseks, sehingga tidak merasa puas mengadakan relasi seks dengan satu pria/suami.
  3. Tekanan ekonomi, faktor kemiskinan, ada pertimbangan-pertimbangan ekonomis untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, khususnya dalam usaha mendapatkan status sosial yang baik.
  4. Rasa melit dan ingin tahu gadis-gadis cilik dan anak-anak puber pada masalah seks, yang kemudian tercebur dalam dunia pelacuran oleh bujukan-bujukan bandit seks.
  5. Ajakan teman-teman sekampung/sekota yang sudah terjun terlebih dahulu dalam dunia pelacuran.
  6. Ada kebutuhan seks yang normal, akan tetapi tidak dipuaskan oleh pihak suami. Misalnya karena suami impoten, lama menderita sakit, banyak isteri-istri lain sehingga sang suami jarang mendatangi isteri yang bersangkutan, lama bertugas di tempat yang jauh, dan lain-lain.

Akibat Adanya PSK


Beberapa akibat yang ditimbulkan oleh pelacuran, (Kartini Kartono, 2007 : 249), antara lain sebagai berikut:

a. Penyebaran HIV/AIDS


Menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kelamin dan kulit serta penyebaran Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS).

Penyakit yang paling banyak adalah syphilis dan gonorrhoe (kencing nanah). Terutama akibat syphilis, apabila tidak mendapatkan pengobatan yang sempurna, bisa menimbulkan cacat jasmani dan rohani pada diri sendiri dan anak keturunan. Antara lain ialah: Congenital syphilis (sipilis herediter/keturunan yang menyerang bayi semasih dalam kandungan, sehingga terjadi abortus/keguguran atau bayi lahir mati.

b. Merusak sendi-sendi keluarga


Suami-suami yang tergoda oleh pelacur biasanya melupakan fungsinya sebagai kepala keluarga, sehingga menjadi berantakan.

c. Demoralisasi

Mendemoralisasi atau memberikan pengaruh demoralisasi kepada lingkungan khususnya anak-anak muda remaja pada masa puber dan adolesensi.

d. Melanggar Norma

Merusak sendi-sendi moral, susila, hukum, dan agama. Terutama sekali menggoyahkan norma perkawinan, sehingga menyimpang dari adat kebiasaan, norma hukum, dan agama, karena digantikan dengan pola pelacuran.

e. Disfungsi Seksual

Menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, misalnya: impotensi, anorgasme, nymphomania, satiriasis, ejakulasi premature yaitu pembuangan sperma sebelum zakar melakukan penetrasi dalam vagina atau liang sanggama, dan lain-lain.

Menurut Dwi Kartinah dalam (www.dwtina.ngeblogs.com) prostitusi ditinjau dari sudut manapun merupakan suatu kegiatan yang berdampak tidak baik (negatif). Dampak negatif tersebut antara lain :
  • Secara sosialogis prostitusi merupakan perbuatan amoral yang bertentangan dengan norma dan etika yang ada di dalam masyarakat.
  • Dari aspek pendidikan prostitusi merupakan kegiatan yang demoralisasi.
  • Dari aspek kewanitaan, prostitusi merupakan kegiatan merendahkan martabat wanita.
  • Dari aspek ekonomi, prostitusi dlam prakteknya sering terjadi pemerasan tenaga kerja
  • Dari aspek kesehatan, praktek prostitusi merupakan media yang sangat efektif untuk menularnya penyakit kelamin dan kandungan yang sangat berbahaya.
  • Dari aspek kamtibmas praktek prostitusi dapat menimbulkan kegiatan kegiatan kriminal
  • Dari aspek penataan kota, prostitusi dapat menurunkan kualitas dan estetika lingkungan perkotaan

Sumber: 
  • Artikel ini merupakan Bab Tinjauan Pustaka dari Skripsi dan penelitin yang berjudul INTERAKSI SOSIAL ANTARA PEKERJA SEKS KOMERSIAL (PSK) DENGAN MASYARAKAT (Studi Kasus di Kawasan Resosialisasi Argorejo Sunan Kuning Kota Semarang), disusun oleh Subhi Azis Suryadi, Mahasiswa Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang, Tahun 2011.
  • Gambar: Pixabay