Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Kesimpulan Survey tentang Kepercayaan Publik Terhadap Lembaga-lembaga Penegak Hukum dan Agenda Pemberantasan Korupsi

Dua wanita pendukung Revisi UU KPK | Hasil survey kepercayaan publik terhadap penegak hukum. (Foto: Aprilio Akbar/ANTARA)
MangEnjang.com - Indikator Politik Indonesia melakukan survey dengan tajuk 'Kepercayaan Publik Terhadap Lembaga-lembaga Penegak Hukum dan Agenda Pemberantasan Korupsi'.

Lembaga survey Indikator Politik Indonesia beralamat di Jl. Cisadane Nomor 8, Menteng Jakarta Pusat.

Survey dilakukan pada 18 hingga 24 Mei 2022. Dari survey tersebut diperoleh data dan kesimpulan. Berikut adalah uraian kesimpulan dari survey tersebut.

***

Setelah gelombang Pandemi Covid-19 mereda dan perekonomian nasional yang dinilai buruk terus menurun hingga akhir tahun 2021, isu kelangkaan minyak goreng di masyarakat kemudian muncul.

Isu ini juga sangat masif di masyarakat. Sekitar minggu ke tiga awal di bulan April, lebih dari 80% warga nasional mengalami kelangkaan minyak goreng, dan kemungkinan besar lebih masif lagi di beberapa waktu sebelumnya karena kelangkaan juga sudah terjadi.

Isu ini sangat potensial menghambat perbaikan atas kondisi ekonomi nasional pasca pendemi karena sifatnya yang juga sangat masif terhadap warga nasional. 

Kemudian ditengarai terjadi tindak pidana korupsi di balik kelangkaan yang terjadi, sehingga isu ini memiliki dampak yang meluas kepada dimensi lainnya, terutama penegakan hukum, pemberantasan korupsi dan stabilitas politik.

Dalam satu bulan (April ke Mei, 2022), tampak terjadi penurunan yang sangat besar terkait kesulitan warga dalam mengakses minyak goreng, dan saat ini terutama masalah harga yang masih kurang terjangkau dirasa warga. Namun demikian, satu dimensi perbaikan yang terjadi tampak belum diikuti oleh dimensi yang lain.

Sejak isu kelangkaan dan dugaan adanya mafia minyak goreng merebak, secara bersamaan persepsi atas penegakan hukum dan tingkat kepercayaan terhadap lembaga-lembaga penegak hukum juga mengalami penurunan, termasuk tingkat kepercayaan terhadap Presiden sebagai pemimpin tertinggi penegakan hukum.

Ini sinyal yang sangat jelas, bahwa meski persoalan kepentingan warga telah menunjukkan perbaikan yang cukup besar, tapi tingkat kepercayaan publik terhadap institusi elit masih menyisakan persoalan.

Ini bisa dipahami, karena dengan mulai diungkapnya sebagian kasus ini publik kemudian menilai bahwa sumber persoalan berada di lingkungan penguasa, pengambil kebijakan, maka lumrah kepercayaan publik belum terjadi pemulihan.

Oleh karena itu, pihak pengambil kebijakan harus memberi garansi kepada publik untuk menuntaskan kasus ini, dan sedapat mungkin mencegah terjadinya pengalaman serupa.

Harapan tinggi dari warga terhadap institusi yang menangani kasus ini dan juga terhadap komitmen Presiden dalam mendukung penuntasannya, harus bisa direalisasikan, sedekat mungkin dengan harapan publik.

Tapi ini hanya satu kasus, sementara agenda pemberantasan korupsi bukan tema baru dalam ekosistem demokrasi, namun korupsi selalu terjadi di tubuh pemerintah sendiri (contoh kasus terdahulu yaitu kasus Bank Century, Djoko Tjandra, dan lainlain). 

Sehingga lumrah mayoritas warga nasional menilai tingkat korupsi di Indonesia tidak berubah (31.2%) dan bahkan sebagian besar warga menilai semakin meningkat (42.8%) dalam dua tahun terakhir.

Sempat menurun dan landai pada periode Agustus – November 2020, kemudian meningkat hingga Juli 2021 dan awal 2022 kembali menurun. Tapi persepsi terhadap tingkat korupsi yang meningkat selalu paling tinggi ketimbang menurun atau tidak berubah sejak 2016.

Dan terutama di lingkungan pemerintah pusat. Pada temuan di akhir tahun 2020 sekitar 40% warga nasional menilai bahwa sebagian besar atau hampir semua pegawai/pejabat pemerintah pusat korupsi/menerima suap.

Oleh karena itu, setiap rezim akan selalu menghadapi tantangan besar dalam memerangi korupsi. Setiap institusi penegak hukum harus melakukan terobosan besar untuk membangun mekanisme kelembagaan yang berintegritas dan bebas dari konflik kepentingan, sehingga dapat menutup segala celah dari potensi terjadinya korupsi, dan secara transparan mengungkapkan kepada publik.///