Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Vanuatu, Mantan Negeri Kanibal Yang Ceramahi Indonesia Tentang HAM


Oleh: All Indonesian Lives Matter

Purwakarta Online - Pernahkah kamu mendengar Negara Vanuatu? Vanuatu adalah sebuah negara kepulauan kecil yang letak nya berdekatan dengan Australia dan terhubung langsung dengan Lautan Pasifik. 

Negara ini merupakan negara yang tidak terlalu luas wilayahnya, menurut CIAGov.book luas wilayahnya hanya 12,189 sq km. 

Ekonomi serta pembangunan yang berlangsung disana berjalan biasa biasa saja, sebab Vanuatu merupakan negara berkembang dengan GDP (nominal) sebesar $957 Juta USD di tahun 2018. 

Secara presentase sebanyak 80 % masyarakatnya menggantungkan kehidupan dari pertanian dan aktivitas agrikultur lainya, dimana Kopra, Kelapa, Kokoa dan Produk Daging menjadi komoditas andalan yang diproduksi Vanuatu selama ini. 

Vanuatu yang berada di kawasan Oseania ini juga tergabung kedalam Forum Kepulauan Pasifik (Pacific Islands Forum) sebuah organisasi kerjasama dan perhimpunan negara negara di Kepulauan Pasifik dan Oseania, seperti Nauru, Tuvalu, Solomon Island, Fiji, Kiribati, hingga Papua Nugini dan Australia. 

Pada dasarnya Vanuatu bukanlah negara yang familiar di telinga banyak orang, sebab “negara kecil” ini tidak memiliki pencapaian yang mencolok dalam beragam bidang. Dapat dikatakan hanya sektor pariwisata nya yang cukup dikenal orang, sebab kebanyakan wilayah Pasifik termasuk Vanuatu, menyuguhkan wisata pantai serta pemandangan tropis menawan yang jadi tempat favorit para turis dan wisatawan mancanegara.

Nama Vanuatu mulai melambung dikenal publik, khususnya publik di Tanah air (Indonesia), karena aksi Vanuatu di berbagai kesempatan dan pertemuan Internasional kerap “menyerang” Indonesia terkait Isu Kemerdekaan Papua Barat. Dalam beberapa tahun terakhir bahkan Vanuatu semakin nyaring menyerukan dukungan nya pada pemisahan Papua dengan Indonesia.  

Belum lekang dari ingatan kita, pada September tahun 2019 lalu. Vanuatu secara terbuka “menyerang” Pemerintah Indonesia dalam Sidang majelis umum PBB, Perdana Menteri Vanuatu Charlot Salwai Tabismasmas dalam pidatonya melayangkan kecaman terhadap Pemerintah Indonesia yang disebut melakukan Pelanggaran HAM terhadap masyarakat adat di Papua Barat. Ia juga mendorong PBB untuk datang dan melihat langsung kondisi Papua.

Indonesia melalui Diplomat Rayyanul Sangadji kemudian menggunakan hak jawab, dengan tegas ia mengatakan bahwa motif Vanuatu mengangkat isu Papua di PBB bukanlah dilatari kepedulian terhadap HAM melainkan karena negara itu memang mendukung separatisme. Ia menyebut langkah provokatif Vanuatu adalah “State-sponsored separatism” (Separatisme yang di sponsori suatu negara).

Tidak berhenti sampai disitu pada Sidang Majelis Umum PBB Bulan September 2020 ini Vanuatu kembali menyerang Indonesia dengan isu serupa, narasi nya bahkan tetap sama, yakni menuding Pemerintah Indonesia melakukan pelanggaran HAM di Papua.

Vanuatu melalui Perdana Menteri nya, Bob Loughman. mendesak agar Indonesia mendengarkan “panggilan” pemimpin pemimpin pasifik, serta meminta komisioner HAM PBB untuk datang ke Papua. kali ini Indonesia melalui Diplomat Silvany Austin Pasaribu menegaskan bahwa apa yang dilakukan Vanuatu merupakan suatu obsesi berlebihan untuk mengatur bagaimana tindakan yang semestinya dilakukan suatu negara berdaulat (Indonesia). Silvany melanjutkan bahwa  Vanuatu bukanlah perwakilan rakyat Papua dan meminta negeri di kepulauan pasifik itu untuk berhenti berhalusinasi menjadi bagian dari Papua.

Vanuatu dinilai mengabaikan nilai nilai fundamental mengenai Penghormatan terhadap kedaulatan teritorial suatu negara yang menjadi nilai dan prinsip di PBB. serta mengabaikan prinsip non-intervensi sebab Vanuatu terlalu jauh ikut campur urusan domestik dalam negeri Indonesia.

Jika ditelusuri terdapat sejumlah alasan mengapa Vanuatu begitu “ngotot” soal Kemerdekaan Papua dan lantang menyerang Indonesia dengan isu Pelanggaran HAM. Salah satunya adalah klaim berdasar alasan konstitusional, dimana dalam konstitusi Vanuatu terdapat nilai solidaritas atas kesamaan ras dengan orang-orang di Papua membuat Vanuatu merasa memiliki tanggung jawab moral untuk membela orang Papua.

Selain itu Kedekatan Pemimpin pemimpin Vanuatu dengan Benny Wenda dan kelompok separatis ULMWP (United Liberation Movement of West Papua) membuat Vanuatu semakin gencar mengangkat isu Kemerdekaan Papua dan memojokan Indonesia. Berkat kedekatan ini ULMWP yang merupakan gerakan separatis menjadikan Vanuatu sebagai basis serta markas gerakan mereka.

Jika kita perhatikan sebenarnya tidak ada yang salah dengan dukungan Vanuatu terhadap isu HAM di Papua, hanya saja Vanuatu dinilai tidak konsisten dan hanya memanfaatkan isu HAM untuk “kepentingan tersembunyi”. Negara yang kerap menyerang Indonesia soal HAM ini nyatanya belum sama sekali meratifikasi Konvensi Internasional tentang Penghapusan Diskriminasi Rasial atau ICERD (International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination) yang merupakan bentuk komitmen dasar terhadap penegakan Hak Asasi Manusia. Berbeda dengan Indonesia yang bahkan sudah melakukan ratifikasi ICERD sejak tahun 1999. 

Respon beragam pun bermunculan dari netizen di Indonesia. Banyak yang mengatakan bahwa Vanuatu sebaiknya mengurusi saja urusan negara nya, mengingat kepulauan Vanuatu sedang dalam ancaman “tenggelam” akibat meningkatnya gelombang laut Samudera Pasifik akibat perubahan iklim. 

Banyak juga yang menduga bahwa Vanuatu adalah ‘boneka’ Australia yang sengaja diciptakan sebagai salah satu bentuk proxy untuk “menjalankan misi” melepaskan Papua dari Wilayah kesatuan Indonesia.

Ada juga yang menyoroti ironi yang di perlihatkan Vanuatu ketika menceramahi Indonesia soal HAM. nyatanya Vanuatu dulu merupakan salah satu bangsa yang mempraktekan budaya Kanibalisme (memakan manusia). Bahkan masih ada kemungkinan bahwa budaya itu tetap dilakukan sebagian kecil masyarakat nya hingga kini.

Dimana letak HAM dari kebudayaan leluhur bangsa Vanuatu tersebut?

Disaat Vanuatu baru melakukan kritik beberapa waktu belakangan, Pemerintah Indonesia sendiri sudah sejak lama sibuk membangun Papua yang dianggap menjadi pusat pelanggaran HAM oleh Indonesia. Banyak kemajuan yang sudah terwujud, seperti pembangunan jalan untuk warga yang membelah pegunugan dan hutan belantara, rumah sakit, hingga infrastruktur penunjang lain nya.

 Suatu prestasi hasil kerja nyata Pemerintah Indonesia yang tidak bisa dilihat oleh Vanuatu dan negara negara seerupa yang mendukung Separatisme. Mereka lebih memilih berpura pura tidak tahu soal kerja nyata Pemerintah Indonesia. Bahkan selama ini yang mereka sebarkan lebih banyak hoax nya ketimbang fakta yang benar benar terjadi di lapangan. 

Beruntung dalam banyak kesempatan Indonesia berhasil membuat Vanuatu mati kutu soal isu Papua. Sebab landasan yang mereka gunakan untuk menyerang Indonesia adalah mis-informasi serta informasi yang “di lebih-lebihkan” guna mendapatkan perhatian Internasional. 

 Vanuatu mestinya belajar dari sejarah, bahwa Indonesia memiliki komitmen yang tinggi terhadap isu HAM. Indonesia memiliki komitmen besar dalam urusan Hak Asasi Manusia, Indonesia berkontribusi aktif dalam upaya mewujudkan Perdamaian dunia, KTT Asia-Afrika 1955, Gerakan Non-blok adalah salah satu warisan Indonesia untuk dunia.

Di dalam negeri, konstitusi Indonesia menjamin persamaan hak dan menjunjung persatuan. Indonesia selalu berupaya keras menegakkan Hak asasi, melalui pemerataan pembangunan dan kesejahteraan rakyat yang merupakan bentuk Hak asasi dasar manusia. 

Perlahan namun pasti sejak dulu hingga kini Pemerintah Indonesia sudah melaksanakan pembangunan dan pemerataan kesejahteraan secara masif di Tanah Papua. Bahkan dengan anggaran yang paling besar dari semua provinsi di Indonesia, Dana yang dialokasikan pada RAPBN 2020 Untuk Provinsi Papua sebesar 13 Triliun, sebuah wujud nyata komitmen Indonesia dalam upaya mewujudkan kesejahteraan disana. 

Bangsa Indonesia memiliki falsafah luhur “Bhineka Tunggal Ika” (Berbeda beda tetapi tetap satu jua) yang makna nya amat dalam. yakni semua rakyat Indonesia adalah satu kesatuan. Satu nusa dan satu bangsa meskipun berbeda suku, agama, etnis, ras, bahkan pandangan politik. 

Suatu falsafah yang tidak dimiliki oleh bangsa manapun! apakah Bangsa Vanuatu punya falsafah seperti itu?

Sudah saatnya kita semua saling menguatkan, bersatu untuk menjaga Tanah air tercinta Indonesia.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang bertumpah darah satu, Tanah air Indonesia! 

Segenap tumpah darah akan menjaga seluruh wilayah kedaulatan Indonesia dari upaya upaya asing yang ingin “menggembosi” marwah dan harga diri Negara.

Indonesia sudah final! Pancasila menaungi kami, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote!

Sang Saka Merah putih akan salalu berkibar, abadi slama lamanya.

#PapuaIndonesia
#AllIndonesianLivesMatter