Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Joni Ariadinata: Bandit yang Terbuang!


Oleh: Muhammad Yasir

Purwakarta Online - Jika ada seorang saja yang memanfaatkan sastra untuk suatu kejahatan dan pembodohan, maka dia adalah bandit dan harus diselesaikan! Jika tidak hari ini, esok. Jika tidak esok, maka sepanjang hidup orang-orang yang menentang kejahatan itu!

Pernyataan di atas terang saya tujukan kepada Joni Ariadinata; seorang selebriti pilihan Kompas (1994) -- bukan Sastrawan! -- yang cerita-cerita pendeknya dianggap “memiliki makna dan posisi strategis bagi perkembangan sastra Indonesia”(?).

Kemudian membuat Tirto Suwondo menulis esai pujian yang bertajuk “Cerpen Pilihan Pembaca”(?) yang dimuat Minggu Pagi tahun 2004 silam. Bagaimana pun, bandit satu ini telah turut serta melakukan pembodohan melalui tulisannya yang bertajuk “Hentakan Denny JA dan Hadiah Nobel” sebagai bentuk dukungan moril untuk Denny JA.

Namun penulis yang sudah habis ini justru menunjukkan kepada publik betapa awamnya dia terhadap Nobel Prize, politik, dan kepentingan dibaliknya; harap-harap dia mendapatkan banyak dukungan dari pembacanya. Nobel Prize tidak bisa dipisahkan dari Europasentrisme. Jadi, jika ada orang di luar itu, maka itu jelas politis.

Dalam tulisannya, Joni Ariadinata menulis: “Sang Legenda Pramudya sudah terlanjur meninggal dunia, dan para pengarang era setelahnya, tak ada lagi yang berupaya untuk membicarakan, apalagi bekerja keras secara sangat serius, untuk memancarkan dirinya agar karya-karyanya, dan segala macam kiprahnya, “terdengar” oleh panitia Nobel nun jauh di Swedia sana.” 

(catatan: contoh tulisan seorang penulis yang sudah habis yang saya maksud!)

Kira-kira kenapa Pramoedya (bukan “Pramudya”, bodoh!) Ananta Toer berkali-kali hanya menjadi nominator, Joni Ariadinata? Coba diskusikan dengan Gola Gong! Kalau itu rumit bagi kalian, maka biar saya yang membuang-buang waktu untuk memberitahu.

Pertama, Pramoedya Ananta Toer non-Eropa. Kedua, hampir semua karya-karya Pramoedya Ananta Toer mengkritik dan menghantam kolonialisme. Dua poin ini saja jelas bertentang dengan semangat Europasentrisme itu! Saya curiga, bahwa Joni Ariadinata ini tidak pernah benar-benar membaca Pramoedya Ananta Toer. Atau, hanya mendengar kisah dari Gola Gong?!

Namun, tentu saja. Sebagai bandit yang terbuang, menjilat adalah salah satu cara bertahan yang efektif dan konkret Joni Ariadinata. Selain mendapat pujian juga mendapat bayaran dari yang dijilat! 

Kemudian dia menulis lagi: “Dengan mental semacam ini, maka para pengarang Indonesia sejatinya memang tak pernah menganggap bahwa hadiah Nobel adalah sesuatu yang serius. Ia boleh ada dan boleh tidak ada. Ia bukan menjadi bagian penting dari perbincangan dunia kesusastraan Indonesia: ada nama pengarang Indonesia yang masuk ya syukur, tidak ada pun tak apa-apa.”

Bagi seorang selebriti Kompas atau para penulis yang memberikan standar kualitas terhadap karyanya pada penghargaan atau koran, penggalan tulisan Joni Ariadinata di atas sah-sah saja atau bahkan dianggap sebagai suatu permenungan untuk menentukan masa depan “kesusastraan” Indonesia(?). 

Namun, bagi saya, itulah letak pembodohan dan penghancuran intelektualitas sastra dan karya sastra! Saya bertanya kepada siapa saja yang membaca tulisan ini, apakah setelah Pablo Neruda mendapatkan Nobel Prize nasib orang-orang Chile, atau jika terlalu banyak, dua orang saja anak miskin di Chile terselamatkan? Atau, ketika Mo Yan mendapat Nobel Prize, anak-anak miskin di China terselamatkan? Atau, Bob Dylan?!

Tidak satu pun, Joni Ariadinata. Mengapa?!

Lihatlah Leo Tolstoy! Dia membelikan berhektar tanah untuk petani di Russia. Lihatlah Dostoyevsky -- meskipun dia diledek Ernest Hemmingway -- dia mampu menghidupkan janda dengan tiga anak sepeninggal abangnya! Demikianlah sastra itu! Walaupun harus banyak kritik untuk itu!

Sementara Denny JA, dia membeli banyak penulis termasuk dirimu, Joni Ariadinata untuk eksistensi dirinya dan puisi esainya itu! Itukah yang dianggap sastra olehmu dan kalangan bandit lainnya?! Betapa rusaknya dirimu! Enyahlah segera dan gunakan uang itu untuk mabuk sebelum dirimu benar-benar habis!

Surabaya, Januari 2022.