Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Perusahaan Reasuransi 7: Apa itu Reasuransi?

apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,

Purwakarta Online – Kurator setelah menentukan pilihannya di dalam memaksimalkan nilai harta pailit, baik dengan cara menjualnya maupun dengan cara melanjutkan usaha debitur pailit, maka hal yang selanjutnya dilakukan adalah pembagian aset.

Pada prinsipnya, aset baru akan dibagi-bagi kepada kreditur setelah seluruh aset debitur terjual dan menjadi cash, yaitu apabila cash (uang tunai) sudah cukup tersedia untuk membayar utang-utangnya.

Akan tetapi, tidak dilarang apabila kurator membagi hasil penjualan harta pailit yang sudah terlebih dahulu secara proporsional asalkan hal tersebut dipandang baik oleh kurator.

Maksud dari dipandang baik oleh kurator di sini bisa diartikan perbuatan yang dilakukan oleh kurator tersebut tidak merugikan salah satu pihak dan merupakan salah satu wujud perlindungan hukum yang pantas untuk dilakukan karena kurator memiliki kewenangan untuk itu.

Sebelum dilakukan pembagian aset kepada para kreditor, maka kurator diwajibkan menyusun suatu daftar pembagian melalui persetujuan Hakim Pengawas.

Daftar ini memuat tentang penerimaan dan pengeluaran (termasuk di dalamnya adalah upah kurator), nama kreditor, jumlah yang dicocokkan dari tiap-tiap piutang, dan pembagian yang diterima oleh kreditor untuk tiap-tiap piutang tersebut.

Undang-undang Kepailitan menentukan bahwa segera setelah kepada kreditor yang telah dicocokkan, dibayarkan jumlah penuh piutang-piutang mereka atau segera setelah daftar pembagian penutup memperoleh kekuatan tetap, maka berakhirlah kepailitan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian mendefinisikan usaha reasuransi sebagai usaha yang memberikan jasa dalam asuransi ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian dan atau Perusahaan Asuransi Jiwa.

Usaha reasuransi dijalankan oleh Perusahaan Reasuransi. Perusahaan Reasuransi dapat menjalankan usaha bidang asuransi kerugian dan atau asuransi jiwa. Kegiatan usaha asuransi dan reasuransi merupakan kegiatan usaha yang bersambung.

Persambungan tersebut dapat dilihat pada kedudukan penanggung. Pada Perusahaan Asuransi, penanggung menerima pengalihan resiko tertanggung. Pada Perusahaan Reasuransi, penanggung ulang menerima

pengalihan risiko dari penanggung. Jadi, kedudukan penanggung adalah sebagai tertanggung dalam reasuransi . Hubungan hukum antara penanggung dan penanggung ulang didasarkan pada perjanjian.

Sebagai asuransi yang berdiri sendiri, reasuransi juga dibuat secara tertulis dalam akta yang disebut polis.Pada dasarnya isi polis reasuransi sama dengan isi polis asuransi.

Syarat-syarat dan klausula-klausula yang terdapat dalam polis asuransi terdapat juga dalam polis reasuransi. Jadi 2 (dua) polis itu seolah-olah bersambung satu sama lain.

Kerugian yang wajib diganti oleh penanggung wajib juga diganti oleh penanggung ulang baik untuk seluruhnya maupun untuk sebagian saja.

Ada sedikit perbedaan antara polis asuransi dengan polis reasuransi. Dalam polis reasuransi selalu terdapat klausula pada pembukaan polis yang berbunyi :

“Being reinsurance subject to the same clauses and condition as the original policy and to pay as may be paid thereon”.( Menjadi tunduk reasuransi pada klausa yang sama dan kondisi sebagai kebijakan asli dan membayar yang mungkin dibayar atasnya)

Menurut J.E. Kaihatu, klausula ini menunjukkan seolah-olah kedua polis itu bersambung. Syarat-syarat dan janji-janji yang terdapat dalam polis asuransi berlaku juga pada reasuransi.

Apabila penanggung berkewajiban membayar ganti kerugian, maka penanggung ulang juga berkewajiban membayar ganti kerugian.

Perubahan syarat- syarat dan janji-janji dalam polis asuransi harus mendapat persetujuan dari penanggung ulang yang mengakibatkan perubahan pula syarat-syarat dan janji-janji dalam polis reasuransi.

Jika perubahan itu tidak diketahui oleh penanggung ulang, dapat mengakibatkan reasuransi itu batal atau dibatalkan.

Sampai berapa besar jumlah risiko yang ditanggung oleh penanggung akan ditanggung oleh penanggung ulang, bergantung pada perjanjian yang diadakan antara mereka.

Dalam polis selalu digunakan klausula to pay as may be paid artinya penanggung ulang hanya berkewajiban mengganti kerugian apabila penanggung menurut hukum berkewajiban mengganti kerugian.

Konsekuensinya adalah jika penanggung pailit, sehingga tidak mampu membayar ganti kerugian sebagian atau seluruhnya, apakah penanggung ulang juga tidak berkewajiban membayar ganti kerugian?

Berdasarkan klausula to pay as may be paid, penanggung ulang tidak berkewajiban membayar ganti kerugian. Ini adalah interpretasi keliru, klausula tersebut berkonotasi positif bukan negatif.

Justru diadakan reasuransi agar kemampuan membayar ganti kerugian oleh penanggung tidak terhalang, sebab ada penanggung ulang. Oleh karena itu, penanggung ulang wajib membayar ganti kerugian menurut perjanjian. (*)

Sumber
Sejahterawan Budianto, Muhammad Khoidin, Iswi Hariyani. 2013. Kedudukan Perusahaan Reasuransi Sebagai Kreditur Preferen Terhadap Perusahaan Asuransi Yang Di Nyatakan Pailit. Perdata Ekonomi, Fakultas Hukum, Universitas Jember (UNEJ). https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/58958, diakses pada tanggal 10 Pebruari 2022.