Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Perusahaan Reasuransi 11: Apa itu Reasuransi?

apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,
Apa itu reasuransi
Purwakarta Online – Undang-Undang kepailitan sepenuhnya belum memberikan perlindungan terhadap kepentingan pemegang polis yang terikat dalam perjanjian asuransi yang bersifat timbal balik dengan perusahaan asuransi yang dinyatakan pailit.

Undang-Undang Kepailitan yang berlaku sekarang ini masih bersifat mencegah terjadinya pemailitan secara mudah.

Namun demikian tanpa sengaja Undang-Undang Kepailitan sebenarnya telah mengatur banyak hal berkaitan dengan tindakan-tindakan hukum yang bisa dilakukan oleh seorang tertanggung walau harus mengikatkan diri melalui kurator atau BHP dalam rangka melindungi hak-haknya,antara lain:

1. Memohon kepada kurator untuk melakukan tindakan actio paulina

Actio paulina adalah lembaga perlindungan hak kreditor dari perbuatan debitor pailit yang merugikan para kreditor, dalam kaitannya dengan kepailitan, action paulina adalah semacam legal recourse yang diberikan kepada kurator untuk membatalkan tindakan-tindakan hukum yang dilakukan debitur sebelum dilakukan penetapan pernyataan pailit dijatuhkan apabila kurator menganggap bahwa tindakan-tindakan hukum seperti perikatan-perikatan yang dilakukan debitor tersebut merugikan kepentingan para kreditor.

Actio paulina menurut ketentuan pasal pasal 1341 KUHPerdata hanya dapat dilaksanakan jika syarat-syarat yang ditetapkan dalam pasal tersebut terpenuhi. Syarat- syarat tersebut adalah:
  • kreditur harus membuktikan bahwa debitor melakukan tindakan yang tidak diwajibkan.
  • Kreditor harus membuktikan bahwa tindakan debitor merugikan kreditor.
  • Terhadap perikatan yang timbal balik yang dibuat oleh debitor dengan suatu pihak tertentu dalam perjanjian, yang mengakibatkan berkurangnya harta kekayaan debitor, maka kreditor harus dapat membuktikan pada saat perjanjian itu dilakukan, debitor dan orang yang dengannya debitor itu berjanji, mengetahui bahwa perjanjian itu mengakibatkan kerugian bagi para kreditor.
  • Sedangkan untuk perjanjian atau perbuatan hukum yang bersifat cuma-cuma atau tanpa kontra prestasi dari pihak lain, cukuplah kreditor membuktikan bahwa pada waktu membuat perjanjian atau melakukan tindakan itu, debitor mengetahui bahwa dengan cara demikian dia merugikan para kreditor, tak peduli apakah orang yang diuntungkan juga mengetahui hal itu atau tidak.

Dengan hal demikian, actio paulina hanya dapat dilakukan dan dilaksanakan berdasarkan putusan hakim pengawas pengadilan,dengan demikian berarti setiap pembatalan perjanjian apapun juga alasannya, pihak manapun juga yang mengajukan tetap menjadi wewenang pengadilan.

Undang-Undang Kepailitan mengatur ketentuan action paulina di dalam pasal 30, 41 s/d pasal 47. Menurut pasal 41 dan 42 terdapat paling tidak empat syarat yang harus dipenuhi untuk bisa melakukan action paulina yaitu:
  • Debitor telah melakukan perbuatan hukum yang tidak wajib dilakukannya
  • Perbuatan hukum tersebut dilakukan dalam waktu satu tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan
  • Perbuatan hukum tersebut telah merugikan kepentingan para kreditur
  • Kurator dapat membuktikan bahwa pada saat perbuatan hukum tersebut dilakukan, debitur dan pihak dengan siapa perbuatan hukum tersebut dilakukan mengetahui atau sepenuhnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian kepada para kreditor.

Kurator atau BHP adalah satu-satunya pihak dapat membatalkan perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitur pailit berdasarkan konsep actio paulina.

Berdasarkan wewenang tersebut, kurator secara aktif mempelajari dan menyelidiki seluruh perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitur pailit sebelum terjadinya kepailitan, terutama terhadap perbuatan hukum yang dilakukan dalam jangka waktu satu tahun sebelum terjadi kepailitan.

Apabila lewat satu tahun setelah tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan wajib dicocokan untuk nilai yang berlaku satu tahun setelah tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan.

Demikian juga, kurator harus mendengar petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh panitia kreditur mengenai kemungkinan adanya perbuatan hukum yang dapat dibatalkan dengan actio paulina. Semuanya itu dilakukan oleh kurator demi kepentingan kreditur.

2. Meminta verifikasi atau pencocokan piutang

Proses pencocokan piutang adalah penentuan klasifikasi tentang tagihan-tagihan yang masuk terhadap harta pailit debitur, guna diperinci berapa besarnya piutang-piutang yang dapat dibayarkan kepada masing-masing kreditur, yaitu diklasifikasikan menjadi daftar piutang yang diakui atau yang sementara diakui.

Proses pencocokan piutang ini dilakukan dalam suatu pentahapan yang disebut rapat verifikasi. Dalam proses ini, kreditur punya hak meminta dilakukan verifikasi atas piutangnya sesuai dengan kwitansi atas premi yang telah dibayarkan kepada debitur.

Tentu saja piutang yang diajukan pencocokannya tersebut di klasifikasi lebih dahulu oleh kurator apakah termasuk dalam kelompok piutang yang diakui atau kelompok piutang yang sementara di akui.

Bila piutang tertanggung tersebut masuk kategori diakui, maka selanjutnya akan mudah menentukan kedudukannya, apakah sebagai kreditur preferen atau konkuren.

Apabila kedudukannya sebagai kreditur preferen, tentu saja pelunasan piutangnya tidak menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian, karena dijamin oleh undang-undang untuk didahulukan.

Lain halnya bila tentang bersangkutan termasuk dalam daftar kreditur konkuren yang suka atau tidak suka harus bersaing dengan kreditur konkuren lainnya, sebab untuk jenis kreditur ini jumlahnya biasanya sangat banyak.

Berdasarkan urutan dan kedudukan itulah tertanggung baru bisa mendapatkan pembayaran hak-hak piutangnya sesuai dengan kwitansi atau bukti pembayaran premi yang pernah dilakukannya kepada penanggung yang pailit.

3. Mengusahakan perdamaian (accord)

Ada dua jenis perdamaian yang diatur dalam Undang-undang Kepailitan, yaitu perdamaian dalam kepailitan dan perdamaian dalam PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) pasal 114 Undang-Undang Kepailitan menyebutkan bahwa debitur pailit berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua kreditor (perdamaian dalam kepailitan).

Ketentuan yang sama juga bisa dijumpai dalam pasal 256 (perdamaian dalam PKPU), yang menyebutkan bahwa debitor berhak pada waktu mengajukan permohon PKPU atau setelah itu menawarkan suatu perdamaian kepada kreditor.

Namun demikian, hak utama pengajuan tawaran rencana perdamaian dalam kepailitan (maupun dalam PKPU) berada di tangan debitur. Walaupun terbuka kemungkinan tawaran perdamaian diajukan oleh kreditur terutama dalam PKPU.

Hal ini diatur dalam pasal Pasal 222 ayat (2) Undang-undang Kepailitan yang memberi kesempatan kepada Kreditor untuk mengajukan rencana perdamaian Perdamaian dalam kepailitan dilakukan setelah adanya putusan pailit, oleh karena itu inisiatif untuk melakukan perdamaian dalam kepailitan selalu datang dari pihak yang dipailitkan, baik untuk atas permohonan sendiri maupun atas permohonan dari para krediturnya.

Sedangkan perdamaian dalam PKPU bermaksud pada umumnya untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur konkuren (lihat pasal 212 Undang-undang kepailitan), bisa dilakukan atas inisiatif kreditur sehingga dalam proses ini para kreditur dimungkinkan untuk mendapatkan kembali hak-haknya, baik dalam bentuk kumpulan premi ataupun hak lain sebagai akibat dari terjadinya perikatan antara tertanggung dan penanggung seperti yang dijanjikan dalam polis.

Perdamaian akan berfaedah bagi kedua belah pihak yaitu debitur dan kreditur. Di satu pihak debitur pailit tidak usah membayar bagian-bagian lain dari tagihan itu dan harta kekayaan debitur tidak dilelang.

Debitor juga masih dapat menjalankan perusahaannya. Jika perdamaian tidak mencapai kata sepakat, barulah harta kekayaan debitur bisa di jual.

Di lain pihak perdamaian ini memberikan keuntungan bagi para kreditur, alasannya penyelesaian atau likuidasi kemungkinan akan memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit.

Tidak ada jaminan bahwa semua tagihan-tagihan para kreditur akan bisa terpenuhi dari hasil pelelangan atau penjualan harta pailit.

Sebaliknya, perdamaian biasanya menganjurkan pembayaran yang lebih tinggi dari pada pembayaran yang diharapkan dalam likuidasi atau pembubaran. (*)

Sumber
Sejahterawan Budianto, Muhammad Khoidin, Iswi Hariyani. 2013. Kedudukan Perusahaan Reasuransi Sebagai Kreditur Preferen Terhadap Perusahaan Asuransi Yang Dinyatakan Pailit. Perdata Ekonomi, Fakultas Hukum, Universitas Jember (UNEJ). https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/58958, diakses pada tanggal 10 Pebruari 2022.