Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Perusahaan Reasuransi 10: Apa itu Reasuransi?

apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,apa itu reasuransi,
Apa itu reasuransi?
Purwakarta Online – Jika suatu perusahaan asuransi telah nyata-nyata mengalami mengalami insolveny (keadaan tidak mampu membayar), maka sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Asuransi, Menteri Keuangan akan memberikan sanksi :
  1. Berupa peringatan (warning letter), dengan menyarankan agar perusahaan asuransi yang bersangkutan dapat melakukan tindakan hukum untuk mengantisipasi keadaan tersebut dengan melakukan merger, konsolidasi maupun akuisisi untuk menyelamatkan perusahaan asuransi tersebut;
  2. Pembatasan kegiatan usaha, artinya bahwa perusahaan tidak bias menjual polis baru dan terhadap polis yang lama harus segera dibayarkan;
  3. Pencabutan izin usaha, terhadap sanksi ini menteri Keuangan tidak dapat mencabut izin usaha karena belum ada dasar hukumnya (RUU masih dalam proses).
  4. Terhadap sanksi-sanksi diatas maka perusahaan asuransi diwajibkan untuk membuat laporan kepada Menteri Keuangan mengenai keadaan keuangan perusahaan baik inaudited maupun audited dan melaporkannya secara triwulan (tiga bulan) maupun tahunan.

Terhadap laporan ini, Menteri Keuangan akan melihat dari keabsahan laporan yang dibuat oleh perusahaan asuransi yang bersangkutan dengan melakukan langkah persuasif yaitu memanggil dan meminta keterangan pada perusahaan asuransi terhadap Permasalahan pemohon pailit.

Jika perusahaan tidak melaksanakan himbauan dari Menteri Keuangan, maka permohonan pailit terhadap perusahaan asuransi tersebut akan ditindaklanjuti.

Berbeda dengan bank yang memiliki Capital Account Ratio (CAR) hanya sebesar 8%, perusahaan asuransi memiliki batas resiko terendah (Risk Based Capital) sebesar 120 %.

Sehingga Menteri Keuangan sebagai Pembina dan pengawas perusahaan asuransi harus terus-menerus melakukan fungsi pengawasan dan pembinaan.

Jika perusahaan asuransi mengalami insolvensi maka langkah pembinaan dan pengawasan itu harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang diatur oleh Undang-Undang Asuransi.

Maka Menteri Keuangan akan memberikan sanksi-sanksi diatas yaitu berupa Peringatan, Pembatasan kegiatan usaha dan pencabutan izin usaha.

Namun khusus mengenai pencabutan izin usaha belum diatur oleh Undang-Undang Asuransi bahwa apabila terdapat perusahaan asuransi yang telah dicabut izin usahanya maka harus segera dibubarkan.

Sementara bila pencabutan izin usaha tersebut terjadi pada suatu bank, maka berlaku ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan dan PP No. 25 Tahun 1999 Tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan likuidasi Bank bahwa setelah 60 (enam puluh) hari Bank Indonesia akan membubarkan bank yang bersangkutan sehingga dengan demikian terdapat kepastian hukum bagi nasabah bank tersebut.

Menteri Keuangan tidak bisa memaksa pemegang saham perusahaan asuransi untuk melakukan pembubaran perseroan.

Disamping itu Menteri Keuangan pun juga tidak bisa membubarkan perusahaan asuransi melalui Pengadilan Negeri. (*)

Sumber
Sejahterawan Budianto, Muhammad Khoidin, Iswi Hariyani. 2013. Kedudukan Perusahaan Reasuransi Sebagai Kreditur Preferen Terhadap Perusahaan Asuransi Yang Dinyatakan Pailit. Perdata Ekonomi, Fakultas Hukum, Universitas Jember (UNEJ). https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/58958, diakses pada tanggal 10 Pebruari 2022.