Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Setiap Kali Pandemi, Perilaku Manusia Jadi Lebih Sehat dan Alami

Cara Mengubah Buah Lerak Menjadi Alternatif Sabun Cuci
Budaya hidup sehat (Gambar: Portal Jember)
Purwakarta Online - Menurut Anda apa perubahan yang terjadi akibat adanya pandemi covid-19? Ya, kita semua patut mempertanyakan itu. Sudah dua tahun dunia dilanda pandemi, manusia di belahan bumi manapun terkena dampaknya. Dan yang paling signifikan berubah adalah perilaku manusia itu sendiri.

Menghindari penularan Covid-19 banyak warga di Jepang yang mengungsi ke desa-desa dan memulai hidup baru secara tradisional dan lebih menyatu dengan alam. Bagaimana dengan di Indonesia?

Gaya hidup yang menyatu dengan alam patut digali kembali, mengingat Indonesia merupakan negara ke-4 yang memiliki tradisi herbal yang telah turun-temurun dipraktekkan. Negara Indonesia adalah laboratorium tumbuhan herbal terbesar di dunia.

Bukan hanya mengenai tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat tradisional, tumbuhan Indonesia pun dipercaya dapat digunakan untuk berbagai keperluan rumah tangga sehari-hari. Lihat bagaimana berbagai kalangan, akademisi hingga praktisi mulai menggali kembali kekayaan herbal Nusantara, salah satunya mereka mencari cara mengubah buah lerak menjadi alternatif sabun cuci.

Akademisi bernama Euis Laela dan kawan-kawan (2018), melalui penelitian yang dituangkan dalam sebuah jurnal berjudul 'Efektivitas Sabun Alami terhadap Warna Batik' menyimpulkan bahwa sabun dari bahan alami buah lerak lebih baik dibandingkan sabun standar.

Mengutip apa yang dikatakan oleh Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin yang mengatakan bahwa setiap kali pandemi terjadi di dunia ini maka akan ada perubahan perilaku manusia, yaitu menjadi lebih sehat.

“Setiap kali ada pandemi, seakan-akan kita diberi pesan harus ada perubahan perilaku. Salah satunya dengan budaya pasca pandemi, seperti cuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak,” ungkap Menkes sebagaimana dikutip oleh BeritaSatu, Selasa (6/4/2021).

Seperti banyak literatur sebutkan, sebelum Covid-19, dunia telah dilanda berbagai macam pandemi, diantaranya adalah black death, flu spanyol, HIV dan kolera (BeritaSatu, 6/4/2021). Dengan fakta seperti ini, kita didorong untuk kembali menata dunia ini dengan cara yang membangun kehidupan lebih baik, yang lebih menyatu dengan alam.

Baca juga: Sumber Informasi Terbaik Untuk Membersihkan Rumah

Budaya Baru Dunia

Perilaku baru, kebiasaan baru hingga menjadi budaya baru. Jam kerja yang semakin pendek, bahkan sempat secara penuh kita diharuskan bekerja dari rumah (WFH), ini diterapkan di banyak tempat di berbagai dunia. Demi untuk mengurangi resiko penularan antar manusia dan untuk memutus rantai penularan virus itu sendiri.

Penulis tiba-tiba teringat dengan sebuah tulisan dari Aditya Budi di Republika Blogger (20/9/2021) tentang studi di wilayah Nordik, wilayah negara-negara Eropa Utara yang mencakup Finlandia, Islandia, Swedia, Denmark dan lainnya. Studi tersebut menyimpulkan di kawasan Nordik, dengan jam kerja yang relatif lebih pendek ternyata memiliki produktivitas yang tinggi.

Bukan hanya produktivitas kerja, di kawasan ini pulalah negara dengan penduduk paling bahagia di dunia. Laporan Kebahagian Dunia (World Happiness Report) yang diterbitkan oleh PBB menyatakan bahwa kawasan negara nordik selalu konsisten sejak 2012 hingga 2021 ini selalu menempati peringkat sepuluh besar bahkan lima besar dunia, luar biasa bukan?

Kesimpulannya, saat ini kita harus mulai berpikir ulang, apakah pola kerja kita sudah baik ataukah belum optimal? Pandemi memaksa kita untuk mencari cara agar bisa lebih efisien dan efektif dalam bekerja, mengatur waktu, menjaga protokol kesehatan dan lebih menghargai alam.

Potensi Kembali Ke Bahan Alam

Saat pandemi melanda dunia dan mulai menjalar ke Indonesia, di beberapa daerah bermunculan ramuan-ramuan herbal yang diduga memiliki khasiat untuk meningkatkan kekebalan tubuh, termasuk kekebalan tubuh manusia dari penularan virus Covid-19.

Bahkan ada yang mengklaim, bisa menyembuhkan orang yang sakit karena tertular Covid-19. Ini tidaklah mengherankan, karena sejak lama Indonesia memang menjadi salah satu gudangnya obat tradisional dari bahan herbal.

Kompas (13/1/2010), menulis tentang negara-negara yang menjadi gudangnya herbal di dunia. Dan ternyata Indonesia merupakan urutan ke-4, setelah China, India dan Korea. Badan kesehatan dunia (WHO) mendefinisikan obat tradisional sebagai obat asli di suatu negara yang digunakan secara turun-temurun di negara tersebut atau negara lain.

Obat tradisional harus memenuhi kriteria antara lain sudah digunakan minimal 3 generasi dan telah terbukti aman dan bermanfaat. Bahan utama dalam obat tradisional adalah apa yang disebut sebagai 'herbal'. Dikenal sejak lama, ada beberapa negara utama di dunia yang menjadi gudangnya herbal.

Jika menyebut herbal, wilayah Indonesia adalah salah satu laboratorium tanaman obat terbesar di dunia. Sekitar 80 persen herbal dunia tumbuh di negeri Indonesia. Indonesia memiliki sekitar 35.000 jenis tumbuhan tingkat tinggi dan 3.500 di antaranya dilaporkan sebagai tumbuhan obat.

Baca juga: Cara Mengubah Buah Lerak Menjadi Alternatif Sabun Cuci

Nenek moyang kita memanfaatkan flora kekayaan alam itu dengan sangat cerdas. Dikenal istilah jamu untuk menyebut ramuan dari tanaman berkhasiat. Konon, kata 'jamu' berasal dari bahasa Jawa Kuno, jampi atau usodo, artinya adalah penyembuhan menggunakan ramuan, doa dan ajian.

Pemanfaatan ramuan yang berasal dari alam untuk tujuan kesehatan sudah ada sejak ratusan tahun silam. Tabib, dukun dan pengobat tradisional meracik aneka jenis tanaman menjadi penawar penyakit. Bukti-bukti pemakaian jamu di masa lalu di Nusantara bisa dilihat dari tulisan-tulisan di daun lontar, prasasti, dan relief candi. (*)

*Dari berbagai sumber