Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Derita Pohon di Kota-kota

Pohon tumbang di kota
Purwakarta Online - Puncak musim hujan adalah musimnya pohoh-pohon tumbang diterjang hujan-angin. Sebagian besar pohon kota tidak sehat dan rapuh. Pohon glodogan dan angsana termasuk yang rawan.

Di tengah hujan lebat yang turun bersama angin kencang, sebatang pohon trembesi berdaun rimbun tumbang di Jl Agung Perkasa 9, Kelurahan Sunter Agung, Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada Rabu (12/1/2022) petang.

Sebuah mobil sedan ringsek, atapnya ambles karena tergencet cabang besar dari pohon yang batang pokoknya bergaris tengah sekitar 60 cm itu. Tak ada korban.

Pada saat yang hampir bersamaan, dalam catatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta, sebuah pohon angsana juga ambruk menimpa bangunan ruko di Jl Mangga Besar II, Kecamatan Tamansari, dan sebuah pohon tanjung besar roboh menimpa pagar rumah di Menteng, Jakarta Pusat.

Memasuki pertengahan Januari ini, musim hujan sedang mencapai puncaknya. Hujan deras disertai angin keras cepat datang dan pergi.

Kisah pohon tumbang menjadi berita rutin, terutama di daerah perkotaan yang dihiasi pohon peneduh di sepanjang tepian jalannya. Pada hari Selasa (11/1/2022), berita pohon tumbang muncul di Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Malang.

Di Semarang, sebatang pohon angsana ambruk menimpa tiga buah mobil dan sebuah sepeda motor. Batang pohon berdiameter sekitar 60 cm itu rebah di Jl Pleburan Raya, Semarang Selatan.

Camat Semarang Selatan Ronny Tjahjo mengaku heran. Pasalnya, dia telah memerintahkan jajarannya untuk memangkas cabang-cabang pohon besar di wilayahnya, agar tidak kelebihan beban dan ambruk dihantam hujan angin.

"Sudah dikurangi bebannya, dipangkas, tetapi ternyata ada yang lapuk," ujarnya kepada wartawan di lokasi kejadian. Ia melihat, pangkal pohon itu gerowong, berlubang, dan sebagian membusuk akibat penyakit pohon. Tak ada korban dalam insiden tersebut.

Puncak musim hujan adalah situasi yang rawan bagi pohon-pohon peneduh di perkotaan. Di Jakarta, frekuensi pohon tumbang cukup tinggi.

Pada 2017, dalam catatan BNPB DKI Jakarta, ada 210 kasus pohon tumbang. Angka itu menyusut menjadi 110 kasus di 2019 dan turun menjadi 72 kasus saja pada 2019.

Sebagian besar kasus terjadi di Jakarta Selatan (29 persen) dan Jakarta Timur (22 persen). Hal tersebut sesuai dengan populasi pepohonannya.

Dari sisi waktu, frekuensi terjadinya paling banyak pada Januari di saat puncak musim hujan, dan April di tengah peralihan dari musim hujan ke musim kemarau.

Namun, tren pohon tumbang itu kembali meningkat belakangan ini. Di tengah suasana hujan lebat dan berangin 23 Desember 2021, BPBD DKI Jakarta menerima laporan 27 pohon ambruk hanya dalam sehari.

Sebelumnya, 20 April 2021, juga dalam cuaca hujan-angin, 21 pohon tumbang. Suku Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Jakarta Barat mencatat, ada 304 pohon tumbang di sepanjang tahun 2021. Sebagian besar (129 kasus) terjadi pada April dan Desember, yakni 79 kasus.

Kehadiran pohon peneduh (shade trees) di perkotaan amat penting. Pepohonan memberi manfaat secara estetika, sosial, dan ekologis.

Namun, jika tidak dikelola secara baik, pohon-pohon tersebut bisa menebar ancaman. Banyak yang menjadi korban, luka, atau bahkan meninggal, akibat tertimpa pohon tumbang.

Secara umum, pohon yang sehat bisa tumbang oleh tiupan angin yang kuat, yang mengakibatkan beban mekanik di bagian tajuk melampaui daya dukung batang atau cabang.

Maka, pohon-pohon yang sakit, antara lain ditandai oleh batang yang gerowong, cabang yang luka terbuka dan busuk, daun yang menguning, punya risiko lebih besar untuk sempal atau tumbang.

Dalam penelitian untuk skripsinya di Fakultas Kehutanan IPB University, 2012, Arisfan Nopiansyah Batubara melakukan observasi terhadap 231 batang pohon peneduh di 11 jalan utama yang tersebar di 11 kecamatan di Jakarta Selatan.

Sebagian besar yang diperiksa ialah pohon angsana (39 persen) dan mahoni (34 persen). Selebihnya pohon glodokan, khaya, tanjung, saga, asem londo, beringin, ketapang dan trembesi. Seluruhnya berdiameter 45 cm atau lebih.

Observasi dilakukan dengan dua cara. Pemeriksaan visual guna melihat gejala deteriorasi pohon, dan pemeriksaan dengan piranti ultrasonik untuk mengecek kondisi batang utama pohon di ruas setinggi dada di atas tanah.

Hasil observasi visual menunjukkan, hanya 14 persen pohon yang tak menunjukkan gejala deteriorasi atau kemunduran fisik.

Selebihnya, yang 86 persen terlihat ada deteriorasi, yang berupa kanker batang (16 persen), gerowong (9,5 persen), perubahan warna daun (9,2 persen), keropos akibat serangan rayap (5,2 persen), dan sejumlah kerusakan-kerusakan lainnya, seperti luka yang membusuk dan mengeluarkan getah.

Kerusakan fisik itu terkonfirmasi oleh pemeriksaan dengan ultrasonik. Hanya ada 11,3 persen yang sehat, dan 32,5 persen menunjukkan gejala sakit. Selebihnya mengalami deteriorasi ringan sampai sedang.

Arisfan Sopiansyah tak sampai meneliti penyebab banyak pohon yang sakit. Yang ia catat bahwa di antara sekian jenis tersebut, pohon angsana dan glodogan adalah yang paling menderita.

Kedua jenis pohon itu gampang sakit bila ditanam sebagai pohon perindang jalan dan punya risiko lebih mudah tumbang oleh angin musim penghujan.

Penelitian oleh Rikto (2010), juga dari Fakultas Kehutanan IPB University, menunjukkan bahwa banyak pohon peneduh di Kota Bogor yang rapuh karena sakit.

Pohon rapuh itu mudah roboh oleh terpaan angin, karena batang pokoknya banyak yang gerowong dan menjadi sarang serangga, jamur, bakteri serta mikroba lainnya, yang suka menyantap jaringan kayu.

Soal tumbang hanya menunggu waktu. Dalam observasinya, Rikto mencatat, deteriorasi pada batang pokok itu umumnya menahun, dan terjadi akibat vandalisme di jalanan.

Vandalisme itu berupa luka bacok, pemotongan cabang, dan yang paling banyak ialah tusukan paku untuk menempel plakat, papan reklame, atau sebagai pancangan spanduk serta tenda warung kaki lima.

Luka itu terjadi ketika pohon-pohon yang terbawa sampai pohon itu tumbuh menjulang di tepi jalan. Pohon-pohon itu tumbuh menjadi sosok yang rapuh.

Kondisi itu sering diperburuk oleh terpotongnya akar akibat galian kabel dan selokan kota. Semakin lengkap derita mereka. Untuk menghindarkan resiko buruk, maka tuntutan perawatan atas pohon perindang jalan itu tak bisa terhindarkan.

Termasuk di dalamnya perlindungan dengan desinfektan, fungisida, dan pestisida serta pemangkasan secara rutin. Pohon yang gerowongnya terlalu parah, mau tidak mau harus diremajakan.

Masyarakat juga harus ikut menjaga pohon-pohon peneduh kota, paling tidak, dengan tak melakukan vandalisme. Jangan ada lagi “Sedot WC” atau “Badut Ultah” di pohon-pohon. (*)