Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

9 Fakta dan Pendapat Ahli Seputar Begal Payudara

Ilustrasi wanita berjalan sendiri di tempat sepi berbaju seksi. Biasanya situasi ini rawan diincar Begal Payudara

Purwakarta Online - Beredarnya video begal payudara di Purwakarta membuat prihatin banyak kalangan. Isu Begal Payudara yang sebelumnya terjadi di kota-kota besar, kini kejadian serupa sudah mulai merambah kota kecil seperti Purwakarta.

Meskipun Tribun Jabar (Rabu, 26 Juni 2019) akhirnya merilis berita bahwa Begal Payudara yang terjadi di Purwakarta tersebut sebetulnya merupakan aksi penjambretan kalung yang gagal.

Berikut beberapa Fakta dan Pendapat Ahli Mengenai Begal Payudara Yang Dirangkum Purwakarta Online


1. Definisi Begal Payudara

Begal payudara sendiri merupakan sebuah tindak kejahatan yang dilakukan dengan cara menyentuh dan/atau meremas payudara perempuan/laki-laki, sering kali dilakukan sambil mengendarai sepeda motor seperti halnya begal (Wikipedia).

2. Motif Begal Payudara

Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, AKBP Teuku Arsya Khadafi mengatakan motif Begal Payudara adalah karena pelaku tidak bisa mengendalikan hawa nafsu seksual.

Hal ini berdasarkan kasus yang saat itu sedang ditangani, sebagaimana pengakuan pelaku Begal Payudara berinisial HP yang beraksi di kawasan Kemayoran, Jakart Pusat, Minggu (23/5/2021).

"Berdasarkan pemeriksaan, motif pelaku melakukan hal tersebut, pelaku memiliki dorongan hasrat seksual yang tidak bisa dia kendalikan," ungkapnya Teuku Arsya Khadafi.

"Diketahui, pelaku sudah berkeluarga, tapi karena dorongan tersebut, pelaku melancarkan aksinya," lanjut dia, sebagaimana dikutip Tribunnews pada Rabu, 26 Mei 2021.

3. Modus Begal Payudara

Modus dari tindakan tersebut biasanya adalah tak tahan dengan hawa nafsu. Tindakan tersebut biasanya dilakukan saat wanita yang menjadi targetnya sedang berjalan sendirian di tempat sepi dan pelaku memakai penutup wajah seperti helm atau masker untuk menyamar.

Pada kasus yang terjadi di Kemayoran, dalam aksinya pelaku selalu mengincar korban wanita yang sedang berolahraga.

"Pelaku memang mengambil posisi korban yang lemah dan lengah seperti yang sedang berolahraga atau pejalan kaki," kata Arsya saat dikonfirmasi, Selasa (25/5).

"Saat memiliki kesempatan dan melihat korban kecil kemungkinan melawan, tersangka akan melancarkan aksinya," sambung Arsya.

4. Pasal Yang Dilanggar Begal Payudara

Tindakan tersebut telah dikabarkan sejak tahun 2015 silam dan pelakunya biasanya akan dijerat dengan pasal 281 ayat 1 KUHP tentang tidak pidana merusak kesopanan di muka umum. (Wikipedia)

Pada kasus Begal Payudara di Kemayoran, perbuatan pelaku dikenakan Pasal 281 KUHPidana tentang Tindak Asusila dengan ancaman dua tahun penjara.

5. Pendapat Seksolog Mengenai Begal Payudara

Menurut seksolog dan dokter ahli andrologi Prof Dr dr Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS, begal payudara terjadi dilatari ketertarikan karena pria pada wanita. Namun hal ini sedikit berbeda pada pelaku begal payudara.

"Sebetulnya ada ketertarikan yang merupakan faktor alami pria terhadap wanita. Tapi ketertarikan ini tidak bisa dikendalikan pada begal payudara, akhirnya melakukan perbuatan yang mengganggu orang lain," kata Prof Wimpie pada detikHealth.

Berbagai hal bisa menjadi faktor risiko yang mengakibatkan pelaku hilang kendali. Prof Wimpie mencontohkan video porno yang berisiko memancing hasrat seksual. Sayangnya pelaku tidak punya pasangan sah untuk menuntaskan keinginan libidonya.

Menurut Prof Wimpie, pelaku begal payudara umumnya dalam kondisi normal dan sehat. Dengan keadaan ini, Prof Wimpie menyarankan pelaku begal payudara dihukum supaya jera dan tidak mengulang perbuatannya.

6. Pendapat LSM Mengenai Begal Payudara

Pendiri perEMPUan, LSM yang berfokus pada masalah kekerasan seksual di ruang publik, Rika Rosvianti atau yang akrab disapa Neqy, menyampaikan bahwa kejadian tersebut menegaskan bahwa tak ada pembenaran untuk menyalahkan korban dalam kasus kekerasan seksual, atau yang akrab disebut dengan victim blaming.

Pasalnya, ujar Neqy, victim blaming yang paling umum, yakni menyalahkan pakaian korban, ataupun korban yang berjalan di malam hari. Sedangkan, dalam kasus ini, korban mengenakan kerudung panjang, serta kejadiannya tak berlangsung di malam hari.

“Bukti CCTV kejadian begal payudara di Bekasi menjadi bukti nyata bahwa pelecehan seksual bisa terjadi pada siapapun, terlepas dari waktu kejadian dan cara berpakaian korban," ungkap Neqy kepada reporter Tirto pada Selasa (21/1/2020).

“Kejadian tersebut makin meneguhkan fakta bahwa kekerasan seksual termasuk pelecehan terjadi karena pelaku," tegasnya.

Terlebih, jelas Neqy, dalam rekaman CCTV terlihat jelas bahwa pelaku memang meniatkan kejahatan tersebut. 

“Kita bisa lihat dari rekaman CCTV, bagaimana pelaku sempat berhenti dan memutarbalikkan motornya, yang menunjukkan bahwa dia memang niat melakukannya," jelasnya.

7. Penelitian Yang Berkaitan Dengan Begal Payudara

Koalisi Ruang Publik Aman dalam Survei Pelecehan Seksual di Ruang Publik yang dilakukan pada akhir 2018 menemukan 64 persen responden perempuan, 11 persen responden laki-laki, dan 69 persen responden gender lainnya pernah mengalami pelecehan seksual di ruang publik. Ada 62.224 responden terlibat, mereka tersebar di 34 provinsi di Indonesia.

Hasil survei tersebut pun sebenarnya memeroleh data yang menguatkan bahwa pakaian korban dan mitos bahwa kekerasan seksual umumnya terjadi di malam hari, menjadi tak relevan.

Melalui survei tersebut, para peneliti menemukan fakta bahwa kejadian pelecehan seksual justru banyak terjadi di siang hari (35%), diikuti dengan sore hari (25%), malam hari (21%), dan pagi hari (17%).

Selain itu, jenis pakaian yang digunakan korban juga beragam, seperti rok dan celana panjang (18%), baju lengan panjang (16%), seragam sekolah (14%), hijab (17%), dan baju longgar (14%).

“Hal yang membuat masih saja ada pelaku yang berani melakukan begal payudara, walaupun sudah ada beberapa pelaku yang tertangkap dan diumumkan di media secara luas adalah hukumannya yang ringan dan tidak memberikan efek jera," jelas Neqy.

Kemudian, masalah lain adalah masih tetap ada victim blaming kepada korban dalam bermacam bentuk.

“Hal ini terjadi karena dibandingkan jenis kekerasan lain, kekerasan seksual adalah jenis kekerasan yang paling sulit dibuktikan dan korban yang melaporkan pun berpeluang dilaporkan balik atas pasal pencemaran nama baik karena dianggap tidak memiliki bukti yang cukup," pungkasnya.

8. Ruang Publik yang Belum Aman

Peneliti ICJR Maidina Rahmawati menjelaskan bahwa pada dasarnya, kekerasan seksual terjadi karena ada dominasi pelaku terhadap korban.

"Nah poin ini, kita lihat kan belum ada ruang aman untuk korban harrasment di ruang publik," jelas Maidina kepada reporter Tirto pada Selasa (21/1/2020).

"Yang bisa berdampak baik untuk mengurangi kejahatan adalah penegakan hukum yang efektif," tambah Maidina.

Namun, ungkap Maidina, permasalahan lainnya adalah, kerap kali perempuan yang menjadi korban pelecehan seksual di ruang publik memilih untuk tidak melaporkan kasusnya.

Alasannya, ujar Maidina, antara lain adalah karena bentuk-bentuk pelecehan atau kekerasan seksual di ruang publik kerap kali dijadikan sebagai hal yang normal oleh masyarakat.

"Kalau pun ngadu, bukti-bukti dibebankan kepada korban. Misal, teman saya ada praktiknya mau ngadu tapi dia enggak tau siapa pelakunya, dan nggak ada bukti pendukung," jelas Maidina.

Seharusnya, menurut Maidina, hukum bisa lebih memahami karakter pelecehan seksual yang terjadi di ruang publik.

"Kebijakan perlu mendukung korban punya ruang aman. Misalnya, penerangan, CCTV yang membuat korban bisa terbantu untuk melapor, dan menjadikan penegakan hukum efektif, ada penegakan hukum yang konkret kalau terjadi hal seperti ini," jelas Maidina.

"Dan kita bisa belajar, misalnya dengan penegakan kasus Reynhard [Sinaga] di Inggris. Satu kasus membuka mata APH [aparat penegak hukum] untuk gali lebih dalam, apakah ada kejadian lainnya, atau ada korban lainnya untuk menjamin ruang aman untuk korban," pungkasnya.

9. Pendapat Psikolog Mengenai Begal Payudara

Psikolog Forensik UGM, Prof Koentjoro menanggapi aksi begal payudara yang saat itu meneror kawasan Sleman. Prof Koentjoro mengatakan begal payudara yang terjadi di Sleman merupakan aksi terencana. (Suara Jogja - Rabu, 17 Maret 2021)

Koent mengungkapkan, biasanya pelaku melakukan aksinya di malam hari dengan alasan agar tidak dikenali. Selain itu mereka juga memperhitungkan untuk mengincar korban yang sedang berjalan sendiri.

"Mereka tidak bodoh, mereka juga memperhatikan efek-efek itu. Sebelumnya sudah direncanakan, tidak ujuk-ujuk. Hasrat seksual sudah menggebu-gebu, atur situasi, kan bukan orang tertentu, setiap orang yang menurut dia menarik, itu dia lakukan," kata dia, Rabu (17/3/2021).

Menurut Koent, pelaku begal payudara bisa saja memiliki penyimpangan atau kelainan. Namun jika dikategorikan, penyimpangan yang dimiliki masih dalam tahap yang kecil. Itu pula yang menyebabkan penyimpangan tersebut tidak banyak diketahui banyak orang.

Terkait perilaku seksual, antara perempuan dan laki-laki memiliki perbedaan. Jika perempuan, dia harus memiliki rasa [perasaan] baru timbul suatu gairah. Sedangkan bagi laki-laki, membayangkan maupun melihat, hal tersebut sudah menimbulkan rasa ingin berbuat sesuatu.

Di sanalah puncak kepuasan yang bisa ia dapatkan. Meski tidak melalui hubungan seks, dia melihat seperti itu, dia bisa orgaspus. Dengan demikian, ketika ada objek, paling tidak ada dua mediator yang membuat laki-laki itu berbuat sesuatu.

"Mediator yang pertama, ketika melihat objek, laki-laki sudah ada rasa tertarik, terangsang maupun want to do something. Kedua, ketika dia ada keinginan, dan mencoba melakukan, ada semacam kenikmatan," ujarnya.

"Meskipun itu semu bagi kita, tapi bagi dia itu tidak. Karena itu, ini berulang-ulang dilakukan. Sama seperti seseorang yang eksibisionis, mau menunjukan penis saja sudah puas, kalau di mata kita kan aneh," ungkap Koent lagi. (*)