Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Ditipu perusahaan Asuransi? Koar-koar di medsos, lakukan tuntutan. Cek dulu tulisan ini


Purwakarta Online - Dilansir dari CNBC Indonesia (15/6/2020), belakangan ini banyak nasabah asuransi yang berkeluh kesah mengaku tertipu oleh perusahaan asuransi.

Sebagian ada yang curhat di media sosial, ada juga yang curhat ke kantor redaksi koran dan ada juga yang mengadu ke Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).

Benarkah perusahaan asuransi adalah penipu?


Sebelum menjawab pertanyaan ini, mari tengok dulu perkembangan industri asuransi di Indonesia. Data Otoritas Jasa Keuangan ( OJK) menunjukkan pertumbuhan aset terus meningkat sejak 2014 dari Rp 807,7 triliun menjadi Rp 1.325,7 triliun di Desember 2019.

Nilai investasi industri asuransi juga terus meningkat dari Rp 648,3 triliun di 2014 menjadi Rp 1.141,8 triliun di 2019 lalu.

Data premi asuransi komersial pada 2019 juga menunjukkan pertumbuhan 6,1% secara tahunan (yoy) menjadi Rp 261,65 triliun. Premi asuransi jiwa sebesar Rp 169,86 triliun dan premi asuransi umum/reasuransi naik sebesar Rp 91,79 triliun.

Sementara tingkat permodalan Risk Base Capital (RBC) pada 2019 sebesar 329,3 persen untuk asuransi umum dan 725,4 persen untuk asuransi jiwa. Angka itu jauh di atas ambang batas permodalan asuransi minimal 120 persen.

Kenapa OJK diem-diem bae?


Kalau melihat data OJK soal perkembangan aset dan nilai investasi di atas, tidak ada hal yang mengkhawatirkan dalam industri asuransi Indonesia.

Memang ada satu atau dua perusahaan yang gagal memenuhi kewajiban, tapi secara umum kondisi perusahaan asuransi Indonesia dalam kondisi sehat jika dilihat berdasar tingkat permodalan Risk Base Capital (RBC).

Pendek kata, sangat gegabah rasanya jika ada menganggap perusahaan asuransi adalah penipu. Kalau perusahaan asuransi adalah penipu, mana mungkin dalam lima tahun terakhir nilai aset perusahaan asuransi di Indonesia terus meningkat dari Rp 807,7 triliun (taun 2014) naik menjadi Rp 1.325,7 triliun (2019).

Kalau perusahaan asuransi adalah penipu, mana mungkin dalam lima tahun terakhir nilai investasi industri asuransi terus meningkat dari Rp 648,3 triliun di 2014 menjadi Rp 1.141,8 triliun di 2019 lalu.

Faktanya, banyak nasabah asuransi jiwa yang bisa mendapatkan keuntungan dari produk perencanaan keuangan ini dalam hal perlindungan secara finansial bila terjadi risiko sakit atau meninggal. Sementara pada produk asuransi unit link, bisa memberi manfaat dalam membentuk dana pendidikan dan dana pensiun.

BPKN tidak berani!


Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) saja tidak berani menuduh perusahaan asuransi sebagai penipu.

Soalnya, dari pengaduan nasabah asuransi yang masuk ke Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), sumber kesalahannya diduga dari miss-selling yang dilakukan oleh agen dan di antara nasabah sendiri ada juga yang tidak cermat saat membaca perjanjian asuransi.

Menurut Wakil Ketua BPKN, Rolas Sitinjak, aturan pendaftaran dan persyaratan Agen Asuransi perlu diperbaiki agar tak terjadi penyimpangan (fraud) asuransi.

Konsumen asuransi harus BACA dengan CERMAT perjanjian asuransi. Jangan asal teken!


Untuk itu Rolas juga mengimbau agar nasabah asuransi lebih cermat saat membaca perjanjian agar tidak merasa dirugikan saat menggunakan layanan asuransi.

"Ini juga salah konsumen karena tidak baca perjanjian," jelas Rolas dalam keterangannya, Senin (15/6/2020).

Pernyataan Wakil Ketua BPKN, Rolas Sitinjak, di atas sangat benar bahwa pintu pertama agar terhindar dari potensi kerugian, para nasabah asuransi harus cermat membaca perjanjian asuransi. Kenapa?

Karena semua produk investasi dari asuransi unit link punya risiko dan ini sangat bergantung pada kondisi pasar modal atau pasar saham.

Apalagi kalau mengambil produk investasi dari asuransi unit link dalam jangka pendek, maka risiko rugi cukup besar. Sebab, produk investasi dari asuransi unit link idealnya untuk jangka panjang.

Munculnya keluhan nasabah yang merasa tertipu asuransi unit link, tak lepas dari kurangnya pengetahuan nasabah dan kekurang-pahaman terhadap ketentuan perusahaan asuransi.

Padahal, pada buku polis asuransi sudah tertera jelas, ketentuan, manfaat dan konsekuensi menjadi nasabah asuransi.

Konsekuensi nasabah 'tertipu', Lalau koar-koar di medsos


Lantas, apa yang terjadi bila nasabah asuransi tidak paham dengan isi perjanjian yang ditandatanginya, lalu mengajukan tuntutan di luar perjanjian, kemudian menjelek-jelekkan perusahaan di media sosial?

Jawabnya mudah ditebak, ada risiko hukum yang bakal dihadapi.

Jika menuntut tidak sesuai perjanjian bisa dituntut balik. Jika tuntutan yang diajukan tidak sesuai fakta dan menimbulkan fitnah, bisa dituntut pencemaran nama baik.

Sudah 'tertipu', dijerat UU ITE pula!


Pendek kata, konsekuensi hukum bila nasabah mengajukan tuntutan yang tidak sesuai perjanjian, kemudian melakukan fitnah kebencian di media sosial, maka bisa terjerat pasal pidana Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Ingin tahu aturan pasal dalam UU ITE dan KUHP? Simak kutipan beberapa pasal di bawah ini:

Pasal 27 ayat (3) UU ITE

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Pasal 28 ayat (2) UU ITE

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Pasal 45A UU ITE ayat (1)

Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 45A UU ITE ayat (2)

Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 27 ayat (3) UU ITE

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Pasal 310 ayat (1) KUHP

Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (*)

Sumber: https://www.cnbcindonesia.com/investment/20200615123636-21-165383/asuransi-penipu-cek-fakta-ini