Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Budaya bersih-bersih rumah, kunci kemajuan bangsa Jepang

budaya-bersih-bersih-rumah
Budaya bersih-bersih rumah di Jepang
Purwakarta Online - Jika menyebut negara dengan lingkungan paling bersih di dunia, anda akan menemukan satu nama Jepang yang akan masuk daftar. Di sana budaya bersih mulai diterapkan sejak dini mulai dari kebiasaan bersih-bersih rumah dan bersih-bersih di Sekolah.

Saya sempat berkunjung ke sebuah situs bernama tsunagujapan.com, situs berbahasa Indonesia yang isinya artikel tentang seluk-beluk kebudayaan negeri Matahari Terbit. Dalam sebuah artikel dalam situs tersebut, Jepang dikatakan sangat terobsesi dengan hidup yang steril.

Budaya bersih-bersih, mulai dari rumah, sekolah hingga tempat kerja


Gaya hidup tersebut dilakukan secara bersama-sama, sehingga bisa disebut sudah menjadi budaya. Memang tingkat kesadaran akan kebersihan dan kesehatan masyarakat di Jepang sangatlah tinggi.

Karena sudah diterapkan sejak usia dini, dimulai dari bersih-bersih rumah sendiri bersama keluarga, kemudian diterapkan juga di sekolah, terutama sekolah negeri. Sehingga saat dewasa kebiasaan bersih-bersih sudah sedemikian mengakar kuat dalam setiap pribadi orang Jepang.

Saya dulu pernah membaca buku, dikasih pinjam seorang teman. Judulnya kalau tidak salah adalah 'Kaizen', sebuah buku yang sepertinya sebuah panduan tentang cara kerja seluruh pegawai dalam perusahaan Jepang.

Menarik, karena berdasarkan buku tersebut hal pertama yang harus dilakukan oleh semua pekerja saat tiba di kantor atau di lokasi kerja, apapun bagian atau divisinya adalah membersihkan tempat kerjanya!

Kertas, dokumen atau benda-benda yang sudah lama tidak digunakan untuk bekerja harus 'bersihkan' dari tempat kerja. Jika menemukan sampah, apapun jabatannya, harus segera membersihkannya segera. Tidak perlu menunggu petugas kebersihan, seperti halnya kebiasaan di perusahaan yang ada di negara lain.

Berakar dari ajaran Shinto

Dikutip dari Brilio.net, Agama Shinto sebagai ajaran hidup paling dominan di negeri Jepang menjadi salah satu sumber budaya kebersihan di Jepang. Bisa kita lihat dari kunci dalam ajaran Shinto ini, yaitu 'Kegare' atau Ketidak-murnian.

Diterangkan oleh Pendeta Shinto dari Kuil Kanda di Hiroshima yang bernama Noriaki Ikeda, ia mengatakan, “Jika seseorang terkena kegare maka seluruh kehidupan sosial di sekitarnya akan terkena imbas. Sehingga penting untuk menjaga kebersihan dan kemurnian diri untuk menghindari bencana sosial”.

Berdasarkan pemikiran dari ajaran Shinto inilah mengapa mayoritas orang di Jepang sangat menjaga kebersihan diri dan lingkungan mereka. Jadi, budaya bersih-bersih dalam kehidupan bangsa Jepang sudah ada sejak beratus-ratus tahun, bahkan mungkin ribuan tahun yang lalu.

Sebagai patokan, sumber tertulis dari tahun 1600-an adalah buku biografi Will Adams, seorang Marinir dari Inggris yang pernah berkunjung ke Jepang. Orang Inggris ini memberikan pengakuan betapa sangat hebatnya gaya hidup bersih bangsa Jepang saat itu.

Buku biografi Will Adams, yang ditulis oleh Giles Milton ini meng-capture budaya bersih bangsa Jepang, kemudian membandingkannya dengan betapa joroknya kehidupan bangsa Inggris di masa tersebut. Sebuah pengakuan yang sangat berani dan jujur.

Sedikit kutipan dari Biografi tersebut adalah sebagai berikut, “Para pembesar (Pejabat) di sana (Jepang) sangat bersih, pemandian umum dan bahkan selokan sekalipun terlihat bersih dan rapi sementara jalanan di Inggris dipenuhi oleh kotoran binatang maupun manusia yang berserakan”.

Berangkat ke Jepang demi 'etos kerja', yang ternyata intinya adalah bersih-bersih

Uus Ruhendi, seorang kawan petani pernah magang pertanian di Jepang. Sebagai petani muda ia sudah banyak menimba ilmu, namun satu hal yang masih membuat ia penasaran adalah mengenai 'etos kerja', untuk itulah ia nekat pergi ke Jepang untuk belajar.

Ini nyata, Uus adalah lulusan SPMA atau Sekolah Pertanian Menengah Atas di Lembang, Bandung. Kemudian kuliah dan jadi Sarjana, untuk menambah pengalaman dan ilmu pertanian ia bekerja di PT. East West Seed Indonesia (Panah Merah).

Ia telah mempraktikkan semua ilmunya, namun merasa masih ada yang kurang. Hingga sampai pada sebuah pemikiran, bahwa ia dan petani muda lainnya di komunitasnya (Hidata / Himpunan Pemuda Tani) saat itu kurang memiliki etos kerja. Dari banyak informasi yang ia kumpulkan, ternyata petani tradisional di Jepang adalah Petani yang paling unggul di dunia, dan kuncinya adalah etos kerja.

Singkat cerita, Uus berhasil menjadi peserta magang pertanian di Jepang. Tanpa memikirkan 'pulang bawa uang', Uus bekerja sepenuh hati menjadi petani sebagaimana para petani asli di Jepang sana. Berbekal tekad kuat, ia berhasil untuk beradaptasi dengan cara kerja petani setempat yang tentu saja sangat berbeda.

Setiap ada waktu senggang, ia tidak segan pergunakan uangnya untuk jalan-jalan. Melihat bagaimana kehidupan orang-orang Jepang, baik yang di kampung maupun yang di kota. Baik yang pegawai pemerintah, pegawai kantoran maupun yang menjadi petani.

Sebuah kesimpulan yang Uus ceritakan kepada saya adalah bahwa, baik di kota maupun di pedesaan semua lingkungan di Jepang relatif sangat bersih. Semua orang, baik pegawai pemerintah, pekerja kantoran maupun petani semua gila kerja, gila kualitas dan gila bersih-bersih.

Bisa dikatakan, salah satu kunci kemajuan Jepang adalah kedisiplinan warganya yang sudah diajarkan dan diterapkan sejak dini. Mulai dari aktivitas harian seperti bersih-bersih di rumah, di sekolah dan di lingkungan kerja. Sehingga suasananya kerja sangat nyaman dan senantiasa siap untuk berorientasi pada kualitas.

Maka dari itu, akhirnya saya menjadi tidak heran, saat Tatani Farm, lahan pertanian yang Uus sewa, meskipun sederhana tetapi memiliki tingkat kenyamanan yang luar biasa. Saya pun menjadi paham, faktor utamanya adalah kebersihan lingkungan.

Meskipun Tatani Farm hanyalah lahan pertanian, ternyata sisi kebersihan lingkungannya sangat dijaga. Saung-nya, sama seperti rumah panggung lainnya di Purwakarta, tapi sensasinya jelas sangat berbeda.

Itulah efek positif disiplin bersih-bersih yang diterapkan Uus, hasil pencariannya ke negeri paling terobsesi dengan kebersihan. Nengok pertanian terpadu Tatani Farm, malah serasa lagi piknik, membuat pikiran jadi lebih rileks.

Awalnya benci Nenek, sekarang jadi Rindu

Tidak terasa tulisan ini sudah sampai di penghujung. Diam-diam, kenangan masa kecil kembali datang, saya suka kesal sama nenek. Karena setiap pagi, sebelum berangkat sekolah, saya diwajibkan bersih-bersih rumah. Mulai dari menyapu rumah dan halaman, sampai ngepel lantai seisi rumah.

Bukan apa-apa, nanti sampai sekolah juga kita ini disuruh piket bersihkan ruangan kelas sekolah setiap pagi. Siswa laki-laki menyapu lantai kelas dan halaman, siswinya mengepel lantai kelas. Maka, kami para murid, kecuali guru, masuk kelas itu tanpa alas kaki. Karena lantai kelas dipel setiap pagi.

Itu adalah kenangan buruk yang sejujurnya, saya masih dendam hingga hari ini. Tapi entah kenapa, detik ini, saat tulisan ini hampir selesai, saya justeru berbalik hati. Menjadi merasa sangat bangga karena sejak kecil sudah dibiasakan bersih-bersih rumah dan sekolah.

Saya sangat ingin berterimakasih kepada Almarhumah Nenek saya dan para guru-guru saya. Karena telah mengajarkan budaya bersih-bersih yang mulai saat ini akan saya giatkan lagi! Insya Allah. (*)