Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Melalui ternak domba, pemuda lajang ini berdayakan masyarakat desa

PurwakartaOnline.com - Petani milenial ini bernama Saepulah, berasal dari Desa Margaluyu, Kecamatan Kiarapedes. Selama enam tahun terakhir berhasil secara konsisten memberdayakan masyarakat desa dengan usaha ternak domba.

Diakui Tokoh Masyarakat setempat, Ustad Dadang Saputra, Saepulah sejak usia 20 tahunan sudah berfikir untuk membantu masyarakat sekitar.

"Cara berpikirnya simpel, bagaimana masyarakat terbantu dengan cara sederhana. Dengan apa yang warga desa biasa lakukan seperti mengurus domba kan banyak yang bisa di sini," terang Ustad Dadang (Sabtu, 31/10/2020).

"Epul ini masih lajang, usianya muda. Tapi pemikirannya telah jauh kedepan dan membantu banyak warga. Sejak 2 (ekor) domba, sekarang 27 ekor (domba). Setiap ada bati (keuntungan) tidak mikir jajan atau poya-poya, tapi buat beli domba lagi, maka semakin banyak yang terbantu," lanjut Ustad Dadang.

Sederhana tapi konsisten

Pada tahun 2014 pertama kali membeli domba sebanyak 2 ekor. Kini usaha ternaknya semakin berkembang seiring waktu, jumlahnya menjadi 27 ekor dan akan terus bertambah.

Menurutnya beternak domba itu bawaannya ingin ditambah terus, uang hasil penjualan selalu 'sayang' untuk dibelikan hal-hal tidak penting. Menurut pemuda lajang yang biasa disapa Epul ini, uang dari domba sebaiknya untuk beli domba lagi.

"Suka sayang kalo dibelikan, selain buat mengembangkan usaha (ternak domba) lagi," ujar Epul.

"Pertama punya dua ekor tahun 2014, sekarang 27 (ekor domba)," lanjut Epul.

Sistem bagi hasil tradisional

Sejak pertama kali punya domba di tahun 2014 silam, Epul mengaku tidak mengurusnya sendiri. Biasanya ia mempercayakan orang untuk mengurusnya dengan sistem 'paro', yaitu sistem tradisional yang telah membudaya.

Sistem paro atau 'separuh' atau 'separo', adalah kerjasama antara pemilik ternak dengan pengurus ternak. Kelak keuntungan hasil penjualan dibagi dua, sama rata antara pemilik dan pengurus ternak.

Misal, domba harga beli Rp. 1.100.000 kemudian diurus selama 6 bulan dan dijual seharga Rp. 2.500.000. Terdapat keuntungan Rp. 1.400.000, maka keuntungan ini dibagi dua sama rata. Pemilik domba Rp. 700.000 dan pengurus Rp. 700.000.

Rencana pengembangan usaha

Ada sebuah peraturan tidak tertulis atau kebiasaan, yakni kandang biasanya dari pengurus bukan dari pemilik domba. Maka tidak heran jika memang ada di desa-desa orang yang dikenal sebagai 'spesialis maro', yaitu orang yang memang usahanya mengurus domba-domba milik orang lain

Tetapi Epul mengaku jika urusan kandang tergantung situasi, bisa dari pengurus bisa juga dari pemilik. Malah ia berencana untuk membuat kandang domba terpadu, yang akan dipadukan dengan pemanfaatan kotoran ternak.

"Rencana kedepan, akan buat kandang terpadu yang muat 100 domba. Agar memungkinkan untuk membuat pupuk organik, sebagai usaha lanjutan dari (ternak) domba," terang Epul. (bdr)