Hoegeng, legenda Polisi Indonesia yang kebal sogok
Oleh: Yudhistira Adi Maulana
Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Asvi Warman Adam, mengenang Hoegeng sebagai sosok polisi teladan. Pada 1956, Hoegeng ditugaskan sebagai Kepala Reserse Kriminal di Sumatera Utara.
Hoegeng disambut secara unik. Setiba di Medan, rumah pribadi dan mobil telah disediakan beberapa cukong judi. Namun, Hoegeng menolak dan memilih tinggal di hotel sebelum mendapat rumah dinas. Tak mau menyerah, para cukong itu pun kemudian memenuhi rumah dinas Hoegeng dengan beragam perabot rumah tangga.
Perabot itu akhirnya dikeluarkan secara paksa oleh Hoegeng dari rumahnya dan ditaruh di pinggir jalan. Maka, gemparlah Kota Medan karena ada seorang kepala polisi tidak mempan disogok.
Chris Siner Key Timu dari Kelompok Kerja Petisi 50, dalam tulisannya di Kompas, 15 Juli 2004, menuturkan, kejujuran Hoegeng membawa konsekuensi bagi hidupnya sehari-hari. Sekali waktu, setelah berhenti dari Kepala Polri dan pensiunnya masih diproses, Hoegeng tidak tahu apa yang masih dapat dimakan oleh keluarga karena di rumah sudah kehabisan beras.
Di pagi keesokan harinya ternyata ada yang mengantarkan beras dan kebutuhan lain ke rumahnya. Ternyata itu adalah kiriman dari almarhumah Ibu Nani Sadikin, istri Pak H Ali Sadikin.
Ketika Presiden Soekarno menunjuk Hoegeng menjadi Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi, sehari sebelum pelantikannya Pak Hoegeng meminta istrinya, Ibu Merry, untuk menutup toko kembang. Alasannya, keesokan harinya dia akan dilantik menjadi Dirjen Imigrasi.
”Nanti semua yang berurusan dengan imigrasi akan memesan kembang pada toko kembang Ibu Merry dan ini tidak adil untuk toko-toko kembang lainnya.”
Keterangan Foto:
Kepala Polri (1968-1971) Jenderal (Pol) Hoegeng Imam Santoso - Arsip Kompas.
Pewarta Foto: Kompas/Eddy Hasby (@eddvisual )
#Repost dari @hariankompas
Selamat Hari Bhayangkara!!!