Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Hasan Sidik: Motif bertani


Oleh: Hasan Sidik

Hidup ini perubahan. Tak ada yang pasti kecuali perubahan. Termasuk perubahan cara berfikir.

Kadang, pikiran kita begitu bijaksana. Isinya visi ketuhanan dan humanisme.

Kita bertani semata-semata karena Allah semata. Sekedar ikhtiar manusiawi.

Kita bertani berorientasi pada kecintaan kita pada bumi, pada tanah, pada udara.

Kita menanam dengan maksud yang mulia. Ingin agar atmosfir bumi ini sejuk, hijau, dan menyegarkan.

Kita menaruh harapan besar pada tanaman-tanaman yang tumbuh dapat memeroduksi oksigen bagi kehidupan.

Soal ongkos produksi, soal hasil panen, tak perlu dikalkulasi. Berapapun, itulah rezeki kita.

Tak perlu kapok dengan hasil panen yang tidak memuaskan. 

Waktunya naman, ya nanam lagi dengan bersemangat. Mengalokasikan lagi modal. Berapapun.

Akan tetapi, dalam medio tertentu, kadang pikiran kita begitu agressif dan optimis.

Kita percaya, bahwa sektor tani dapat menjadi sebab terjadinya perubahan nasib hidup.

Tani yang dibingkai dalam skema usaha (Agribisnis) bisa menjadi jalan meningkatnya daya beli ekonomi.

Bahwa saat menanam, harus ikhtiar maksimal. Agar hasil panen bisa surflus dari modal yang ditanam.

Percuma kita menggelontorkan modal puluhan bahkan ratusan juta jika sekedar menenggelamkan uang kedalam tumpukan tanah.

Percuma kulit kita terbakar terik mentari jika hasil yang didapat tidak sebanding dengan cucur peluh dan pengorbanan kita.

Kita harus membuat perencanaan matang. Harus dikalkulasi, berapa modal,  berapa potensi hasil, berapa margin.

Kita menjadi hitungan akut. Sekecil apapun modal harus balik. Bahkan harus untung.

Perubahan cara berfikir di atas sewaktu-waktu bisa kita alami. Yang bijaksana maupun yang perhitungan.

Sah? Sah saja. Sebab hidup ialah perubahan. Tak ada yang konstan dalam hidup ini, kecuali perubahan itu sendiri.

Selamat bertani. Apapun orientasi dan motivasinya.