Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Ramlan Maulana: Jangan hentikan PSBB-nya, tapi efektifkan penerapannya!

Ramlan Maulana
Oleh: Ramlan Maulana

PurwakartaOnline.com - Saya tergelitik dengan adanya beberapa statement emosional "mending dihentikannya PSBB karena dinilai tidak efektif”.

Hal itu didasarkan pada kenyataan masih banyaknya kerumunan kerumunan orang di beberapa tempat umum, seperti pasar, pertokoan, mall, dan sebagainya.

Saya cukup memahami, kalau yang mengeluarkan statement tersebut masyarakat biasa yang sudah stres dalam menghadapi dampak PSBB ini.

Menggelikan! 

Yang menggelikan justru tidak sedikit statement tersebut keluar dari para pejabat pemangku kebijakan, yang terlibat sekaligus jadi aktor dari disetujuinya PSBB diterapkan di wilayah kekuasaannya.

Saya secara pribadi sangat sepakat bahwa PSBB memang relatif belum efektif dalam mempersempit area penularan covid-19.

Jangankan memutus mata rantai penularan, mempersempit pun belum tercapai.

Tapi saya tidak sepakat kalau kemudian kebijakan PSBB tersebut dihentikan oleh karena efektifitasnya dianggap belum maksimal.

Pemberhentian PSBB menurut saya, bukanlah langkah bijak saat ini. Ketidak-efektifan PSBB, diskursusnya, bukan terletak pada mending dihentikannya kebijakan tersebut atau bukan.

Melainkan, diskursusnya terletak pada seriuskah atau tidak pemerintah daerah di saat pra (perencanaan) dan pasca (pelaksanaan) diterapkannya kebijakan PSBB tersebut.

Ungkapan emosional 

Jadi statement PSBB mending dihentikan, menurut hemat saya merupakan statement frustasi dan emosional dari sebagian kalangan akibat ketidak-mampuan dalam menjalankan kebijakan PSBB itu sendiri.

Logika semacam itu, sama saja dengan logika, mending bakar saja sawahnya karena dianggap program pemberantasan hama padi dianggap tidak efektif.

Atau sama saja dengan logika misalnya, hentikan saja pertandingannya karena timnya sudah kalah. Kan, logika semacam ini adalah logika frustasi dan sembarangan.

Oleh karena merasa kewalahan dalam menangani dampak terusan dari diberlakukannya PSBB dan dianggap tidak efektif, jadi pilihannya hentikan saja PSBB-nya.

Tidak Rasional 

Tindakan semacam itu yang kalau menurut Webber merupakan tindakan tidak rasional.

Karena menurut Webber, tindakan sosial seseorang itu selalu dihadapkan pada pilihan-pilihan rasional dari hasil responnya terhadap fakta sosial (social fact).

Tindakan ini disebut juga tindakan instrumental bertujuan. Kata ”rasional” mengandung makna implisit logis dan instrumental untuk mencapai tujuan.
Artinya tindakan sosial dilakukan dengan pertimbangan untuk mencapai tujuan yang sudah dipikirkan sebelumnya.

PSBB adalah tindakan rasional dari seorang stakeholders untuk tujuan memutus mata rantai penularan, menghentikan PSBB kalau demikian, bermakna tidak rasional.

Logika dan tindakan yang tepat, dalam menghadapi ketidak-efektifan pada kasus PSBB ini.

Semestinya adalah mengevaluasi "pelaksana" dari PSBB bukan kebijakan PSBB-nya!

Pemda sendiri yang ajukan PSBB!
Karena hakikat adanya PSBB itu kan disebabkan adaya fakta sosial (sosial fact) covid-19 dan atas dasar ajuan dari pemerintah daerah itu sendiri.

Artinya, secara sederhana dapat dipahami, selagi covid-nya masih belum berhenti, kenapa langkah dan upaya untuk penghentian itu dihentikan, bukankah malah akan nambah persoalan?

PSBB bukanlah kebijakan yang lahir dari ruang hampa, melainkan lahir dari respon adanya fakta.

Pandemi covid-19 adalah fakta, sementara PSBB adalah tindakan rasional sebagai respon dalam mengupayakan penghentian laju penularannya.

Selain itu PSBB juga lahir dari sebab adanya ajuan Pemda yang dilayangkan ke pemerintah pusat, dalam hal ini kementrian kesehatan.

Logika aneh! 


Sekali lagi, alangkah tidak rasional kalau fakta covid-19 nyata belum berhenti dan ajuan tentang PSBB sudah di-ACC pemerintah pusat, tiba-tiba dipertengahan jalan ada muncul statement “mending diberhentikan”, logika dan tindakan yang aneh!

Tidak bisa dipungkiri, pelaksanaan PSBB memang belum berjalan efektif.

Namun seperti saya nyatakan di atas, bahwa diskursusnya bukan pada PSBB-nya yang harus dihentikan.

Melainkan tahapan pelaksanaan pra dan pasca PSBB itu yang harus dievaluasi, supaya PSBB itu berjalan efektif.

Evaluasi terhadap pra (perencanaan) PSBB adalah terletak pada pertanyaan kunci, faktor apa saja yang menyebabkan Pemda mengajukan PSBB.

Karena keputusan diterapkannya PSBB didasarkan pada alasan rasional yang sifatnya prosedural. Data dan fakta adalah argumen dasarnya.

Apakah akurasi data tentang pemetaan sebaran sudah valid atau belum saat pengajuan.

Apakah dampak sosiologis, psikologis dan ekonomi sudah dianalisis secara matang atau belum.

Berikut penyelesaian masalah penyertanya. Apakah dampak anggaran sudah terhitung secara akuntabel atau belum.

Sehingga kapasitas Pemda dalam membiayai masyarakat terdampak bisa memenuhi secara proporsional.

Kalau sudah terencana dan terhitung secara matang, saya kira efektifitas PSBB bisa berjalan efektif, tidak akan menimbulkan masalah sosial yang lebih besar.

Begitu pun dalam tahapan pasca PSBB, kan setidaknya bisa terukur dari perencanaan tersebut.

Saya menduga bahwa ketidak-efektifan PSBB ini diakibatkan salah satunya dari perencanaan yang kurang matang.

Sehingga harapan diberlakukannya PSBB tersebut, untuk mempersempit area penularan covid-19 bahkan untuk memutus mata rantai penularan akhirnya masih jauh panggang daripada api.

Tidak diimbangi perangkat yang memadai
Fakta menunjukan bahwa hampir di beberapa daerah bahkan mungkin di seluruh daerah, penerapannya tidak diimbangi dengan perangkat memadai yang mampu memperlancar proses pelaksanaan di lapangan.

Dari mulai perangkat perlengkapan sampai kepada perangkat operasional, semuanya terkesan tidak terkondisikan secara baik.

Ketidak-jelasan pemetaan wilayah sebaran juga akurasi data orang terjangkit masih menjadi problem dilematis yang membingungkan masyarakat.

Ditambah ketidak-jelasan mengenai program-program turunan dari diberlakukannya PSBB menambah ruwet persoalan penanganan dampak covid-19 ini.

Kalau pun ada program yang jelas, itu pun masih menyisakan persoalan akibat tidak tersedianya data tersebut.

Pelaksana kebijakan perlu dievaluasi
Jadi sekali lagi perlu ditegaskan disini, bukan PSBB-nya yang harus dihentikan melainkan pelaksana kebijakannya yang harus dievaluasi sekaligus juga pelaksanaanya yang belum maksimal.

Evaluasinya terletak pada, bahwa kebijakan PSBB semestinya diikuti dengan kesiapan pemerintah daerah untuk menjamin:
  1. Efektivitas PSBB terhadap penurunan penularan covid-19.
  2. Efektifitas PSBB dalam mengurai kerumunan-kerumunan orang yang menjadi sumber penularan covid-19.
  3. Efektifitas PSBB dalam memetakan peta penularan covid-19 ditengah masyarakat Purwakarta dengan program ravid test massal.
  4. Kesiapan pemerintah daerah dalam membantu masyarakat terdampak kaitannya dengan perekonomian keluarga yang relatif melemah bahkan cendrung menjadi orang miskin baru.
  5. Kesiapan Pemda dalam menutup dampak sosial yang lebih besar seperti chaos massal, dsb.
  6. PEMDA serius dalam ketepatan distribusi bantuan yang sudah ada, jangan sampai salah sasaran dan mengakibatkan keresahan ditengah masyarakat. 

Penerapan PSBB di Purwakarta 



Saya melihat efektifitas PSBB yang sudah diterapkan di Kabupaten Purwakarta belum berjalan efektif karena belum memperlihatkan jaminan pemenuhan hal-hal di atas.

Sudah hampir satu minggu PSBB dilaksanakan di Purwakarta, tidak sedikitpun berpengaruh terhadap penurunan angka orang terjangkit.

Gugus tugas covid baru hanya menjadi juru bicara dan pemberi laporan khusus mengenai progres covid-19.

Tidak menjadi kepanjangan tangan pemerintah dalam hal penyelesaian dan pemutusan mata rantai penularan.

Juga memetakan secara serius area pandemi untuk mensistematisir prioritas penanganan.

PSBB juga sampai hari ini masih belum efektif mengurangi kerumunan orang di tempat-tempat umum.

Jadi tidak ada bedanya antara situasi sebelum PSBB dengan sesudah diterapkannya PSBB.

Masalah yang cukup memperihatinkan sekaligus mengkhawatirkan adalah tentang penanganan masalah sosial yang timbul akibat penerapan PSBB ini.

Seperti pendataan orang miskin baru akibat dirumahkannya sebagian masyarakat dari pekerjaannya.

Bantuan pemerintah untuk penanganan masalah tersebut cenderung menuai banyak masalah dan ditakutkan semakin memicu chaos massal ditengah masyarakat.

Kesimpulan 


Jadi keseriusan pemerintah dalam menangani problem perencanaan dan problem teknis pelaksanaanlah yang harus ditingkatkan.

Bukan PSBB-nya yang dihentikan, karena kalau sampai dihentikan, itu artinya pemerintah hendak lari dari tanggung jawab.


Serta sedang membuat argument apologetik dari ketidak-becusan Pemerintah Daerah Purwakarta dalam melaksanakan PSBB.

Jangan hentikan PSBB-nya, tapi efektifkan pelaksanaannya! Wallahu A'lam.

(Selasa, 12 Mei 2020)

_________________
Rubrik Warta Warga

*Artikel ini telah tayang di ramlanmaulana.gurusiana.id (12/5/2020). Diposting kembali di PurwakartaOnline.com dengan proses pengeditan