Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Kecanggihan smartphone dan internet. Mesin pencetak generasi budak sex!

Ilustrasi

Purwakarta Online | Opini

Tak ayal, anak-anak seumuran SMP sudah main-main dengan sex dan itu akibat kebebasan dalam mengakses ponsel pintar (smartphone). Smartphone jadi alat yang berbahaya, bukan sebaliknya.

Bicara pencegahan, apa yang harus dilakukan? Bukankah saran para ahli mengatakan, smartphone baru bisa digunakan oleh anak paling muda berumur 12 tahun.

Jika anak belum mencapai usia 12 tahun maka orang tua tidak boleh memberi mereka smartphone. Kenyataannya tidak seperti itu, bocah berumur 3 tahun saja sudah pandai menonton YouTube, malah lebih luwes anak dibanding orang tua saat memainkan smartphone.

Orang Tua Kalah Sama Anak Kecil

Kadang ada orang tua yang sadar akan bahaya smartphone jika digunakan oleh anak dibawah umur. Baik itu bahaya untuk kesehatan mata, maupun bahaya untuk psikologi anak.

Tapi karena merasa sibuk, kadang agar anak-anak tidak rewel, ada ibu yang memberikan smartphone lalu si anak dibiarkan asik dengan tontonan di YouTube.

Jadi, anak sekarang sudah sejak dini diperkenalkan dengan gadget, terutama smartphone. Menginjak usia remaja, anak jaman sekarang sudah banyak yang kecanduan smartphone, minta dibelikan smartphone lalu merengek minta uang buat kuota.

Kecerdasan Generasi Milenial

Berbeda dengan orang tuanya, yang harus belajar lebih lama dalam menggunakan berbagai aplikasi smartphone. Anak-anak cenderung lebih cerdas dalam mengutak-atik aplikasi-aplikasi smartphone.

Mulai dari game hingga fitur-fitur terbaru dan tercanggih, relatif lebih mudah difahami dan diaplikasikan oleh anak-anak dibanding olehborang tuanya.

Orang Tua Sulit Mengontrol Tontonan Anak-anaknya
Jika sudah begitu, maka terdapat sebuah jarak antara orang tua dengan anak-anaknya. Dalam hal ini maksudnya dalam hal pengoperasian smartphone, akibatnya orang tua tidak mampu mengontrol penggunaan smartphone tersebut.

Akibat buruknya adalah anak-anak yang nakal bisa dengan mudah mengelabui orang tuanya, baik itu dengan menyembunyikan tontonan yang dilarang atau memainkan game kekerasan dan berbahaya.

Akses Mudah Pornografi

Kemajuan teknologi smartphone membawa banyak manfaat, sangat positif. Namun bagaikan dua sisi mata pisau, ada dampak negatif pula yang mengintai.

Mudahnya mengakses pornografi samartphone membuat cemas para orang tua dan siapa pun yang peduli dengan masa depan generasi penerus bangsa ini.

Sebagai contoh adalah sebuah aplikasi chatting bernama MC (inisial). MC ini aplikasi chatting yang mampu mendeteksi keberadaan pengguna aplikasi yang sama.

Jadi saat kita mengunduh aplikasi MC tersebut, maka akan tampil orang-orang di sekitar yang menggunakan aplikasi MC juga, berikut tercantum jaraknya. Jarak antara kita dengan pengguna lain di sekitarnya.

Di kota-kota, aplikasi MC konon digunakan oleh para PSK untuk mencari mangsa. Sebaliknya oleh para hidung belang, aplikasi MC menjadi sarana istimewa untuk mendeteksi keberadaan wanita tuna susila.

Seorang kawan menceritakan pengalamannya saat ke Kota Bandung untuk sebuah pekerjaan dan harus menginap di hotel, seorang satpam hotel memberikan tips kepadanya.

"Pasang aplikasi MC na pa, kantun milih didinya (di smartphone). Upami aya nu cocok sagalarupi na, kantun panggil kadieu," saran Pak Satpam kepada kawan saya.

Terjemah kutipan
"Pasang aplikasi MC nya pa, tinggal pilih disitu, di smartphone. Jika ada yang cocok segalanya (wajah, body dan harganya), tinggal memanggil ke sini (hotel)"

Maaf, ini kenakalan sex malah bapak-bapak. Keluar dari tema ya? Kembali ke laptop!


Budaya Asing Terakses oleh Anak-anak

Budaya asing tidak semuanya jelek dan mungkin tidak semua budaya kita bagus. Tapi secara umum tatakrama dalam budaya kita lebih kaya, ini yang perlu kita jaga.

Film barat contohnya, kerap mempertontonkan adegan ciuman. Mungkin dalam budaya barat ciuman itu hal yang biasa. Tapi dalam budaya kita tentu saja tidak begitu, ada batasan tertentu yang harus dijaga oleh dua orang berlainan jenis dan belum terikat hubungan pernikahan.

Tapi saat film sejenis ditonton berulang-ulang oleh anak-anak kita, hal tersebut akan berpengaruh pada sikap mereka. Berdekatan dan bersentuhannya dengan pacar (misalnya), tidak lagi dianggap hal yang tabu.

Apalagi dalam media sosial yang berlogo burung, banyak postingan porno netizen yang tidak tersensor. Mungkin jumlah postingan terlarang jauh lebih banyak dibanding kemampuan lembaga sensor dalam menyaring postingan-postingan di media sosial.

Perilaku seksual, pornoaksi, yang ditonton secara berulang-ulang mungkin akan berpengaruh negatif bagi anak-anak dan remaja. Saat mereka pacaran, kenakalan mereka bukan lagi berpandangan dan pegangan tangan sambil merasakan debar-debar di dada seperti jaman kita dulu.

Mereka nakalnya mungkin sudah pada tahap memasukan alat kelamin ke kelamin pacarnya. Dan ini terbukti dari banyak kasus yang terjadi, kasus aborsi, prostitusi anak dibawah umur yang menawarkan diri melalui jejaring sosial, unggahan porno oleh remaja dan banyak lagi lainnya.

Mereka yang terjaring mengaku, melakukan kenakalan seksual setelah menonton konten-konten porno di smartphone. Saat ini kita dalam keadaan darurat sebetulnya!

Pendapat Suara Awam di Purwakarta Mengenai Pornografi di Kalangan Remaja


Solusi yang mungkin bisa diambil

Upaya pembatasan konten porno dan kekerasan serta konten berbahaya lainnya tentu sudah dilakukan semaksimal mungkin oleh pihak Pemerintah.

Tetapi Pemerintah dalam kondisi seperti ini bisa kita sebut sebagai pihak luar, atau pihak eksternal. Maka untuk mengantisipasi dan meminimalisir dampak negatif konten-konten berbahaya bagi anak-anak kita adalah dengan pencegahan dari pihak internal keluarga.

Pada dasarnya kebutuhan anak-anak kita adalah perhatian, kasih sayang dan pengertian dari orang tua serta keluarganya. Jika perhatian, pengertian dan kasih sayang tidak ia temukan dalam keluarga, maka ia akan mencari kebutuhan tersebut di luar sana.

Smartphone dengan segala kemajuannya biarkan terus meningkat menjadi secanggih-canggihya. Kasih sayang, keimanan, pengertian dan perhatian keluarga  harus tetap terjaga.

Jika orang tuanya pun sudah diperbudak sedemikian rupa oleh gadget, maka apa mau dikata? Jangan harap akan muncul anak yang tangguh, mampu mengendalikan gadget, smartphone dan internet dengan segala kecanggihannya. Malah jadi korban konten unfaedah!

Pengirim: SM