Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Golkar Dituduh Incar Kursi Ketua DPR, PDIP: Bisa Berdarah-darah!

Hasto kristiyanto golkar uu md3 ketua dpr pdip
Hasto Kristiyanto
MangEnjang.com --- Jakarta, 26 Maret 2024 - Partai Golkar dilaporkan menarik perhatian dengan isu perebutan kursi Ketua DPR RI melalui revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). 

Kontroversi ini disikapi tajam oleh Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, yang mengingatkan akan potensi konflik yang meruncing.

Menurut Hasto Kristiyanto, kursi Ketua DPR RI adalah simbol kepercayaan rakyat terhadap partai yang berhasil meraih suara terbanyak dalam Pemilu. 

Dalam konteks perundang-undangan, Hasto menegaskan bahwa berdasarkan UU MD3, kursi Ketua DPR RI ditentukan oleh perolehan kursi terbanyak partai politik di DPR.

"Perebutan kursi Ketua DPR RI dengan mengubah undang-undang setelah pemilu dapat membuka peluang konflik sosial yang berpotensi berdarah-darah," tegas Hasto dalam keterangannya di DPP PDIP, Jakarta Pusat, Senin (25/3/2024).

Hasto juga mengingatkan peristiwa Pemilu 2014, di mana PDIP, meskipun meraih suara terbanyak, dengan sabar menerima kenyataan tidak mendapatkan kursi Ketua DPR. 

Namun, jika situasi serupa terulang, Hasto menegaskan bahwa ada batas kesabaran yang harus dihormati.

"Teman-teman dari Golkar harus belajar dari pengalaman 2014. Norma politik mengikat bahwa undang-undang terkait hasil pemilu tidak boleh diubah setelah pemilu berlangsung. Upaya untuk mengubahnya menunjukkan ambisi dan nafsu kekuasaan yang berlebihan," jelasnya.

Berdasarkan hasil rekapitulasi nasional, PDIP berhasil menjadi pemenang Pemilu 2024 dengan perolehan suara terbanyak, yaitu 25.387.279 suara. 

Sebagai lawan politik terdekat, Golkar menempati posisi kedua dengan 23.208.654 suara, diikuti oleh Gerindra dengan 20.071.708 suara.

Dalam konteks ini, pernyataan Hasto Kristiyanto menegaskan pentingnya menghormati suara rakyat dan menjaga kestabilan politik. 

PDIP berharap agar perebutan kursi Ketua DPR dilakukan dalam koridor hukum dan etika politik yang demokratis, tanpa menimbulkan gesekan yang tidak diinginkan dalam masyarakat.***