Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Guru Gembul: Mengapa Negara Religius Tidak Maju Secara Ekonomi dan Teknologi? Menyalahkan Tuhan Dibanding Membuat Solusi

Guru Gembul: Mengapa Negara Religius Tidak Maju Secara Ekonomi dan Teknologi
Guru Gembul
MANGENJANG.COM - Dalam video "DOKTRIN USTAD DAN PENDETA YANG MERUSAK BANGSA" yang diunggah di kanal YouTube "GURU GEMBUL" dengan judul Eps 661 pada tanggal 29 Oktober 2023, disampaikan pemikiran tentang hubungan antara tingkat religiusitas dan kemajuan suatu bangsa. Ada pernyataan bahwa negara-negara yang mengaku religius seringkali tidak maju dalam hal sumber daya manusia, inovasi teknologi, dan perputaran ekonomi. Namun, pembicara juga mencatat bahwa sejarah mencatat bahwa peradaban seringkali muncul bersamaan dengan peningkatan religiusitas. Dalam video tersebut, ditekankan bahwa ada oknum agamawan yang memelintir ajaran agama demi kepentingan pribadi, sehingga merusak peradaban.

Selain itu, video ini juga membahas dampak doktrin dan keyakinan yang tidak rasional terhadap kemajuan suatu masyarakat. Misalnya, keyakinan bahwa segala kesalahan atau kegagalan adalah takdir Tuhan, tanpa upaya pembenahan diri, dapat menghambat kemajuan ekonomi dan inovasi. Orang-orang yang mengaku religius seringkali mencari pelarian dalam keyakinan gaib daripada fokus pada pemecahan masalah dengan logika dan tindakan konkret.

Pesan yang disampaikan dalam video ini mengingatkan kita pentingnya berpikir rasional, menghubungkan sebab-akibat, dan bertanggung jawab atas tindakan kita dalam mencapai kemajuan dan perbaikan dalam berbagai aspek kehidupan. Berikut narasinya:

Assalamualaikum, Selamat datang kembali di Guru Gumul Channel.

Ada sebuah penelitian yang menyebut bahwa semakin suatu bangsa mengaku religius, semakin rendah sumber daya manusianya, semakin miskin inovasi teknologinya, dan semakin rendah perputaran ekonominya. Benarkah seperti itu? Ya, memang benar pada faktanya memang seperti itu. Kita melihat bahwa negara-negara yang mengaku religius pada umumnya bukan sebuah negara maju. Memang ada beberapa negara yang mengaku religius atau menggunakan simbol-simbol agama yang sangat signifikan dan kentara, tapi mereka kaya karena pengelolaan sumber daya alam yang mereka miliki, yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak religius.

Misalkan, ada negara yang sangat kaya raya tapi religius, seperti Qatar atau Uni Emirat Arab. Secara demonstratif dan deklaratif mereka mengakui hal seperti itu. Namun, kekayaan mereka bergantung pada sumber daya alam yang mereka miliki yang dikelola oleh orang-orang nonreligius. Ini menjadi sebuah pertanyaan, karena walaupun ada beberapa penelitian yang mencoba menjelaskan mengapa negara-negara religius tidak makmur, kita belum menemukan hubungan kausalitas yang jelas.

Selain itu, fenomena ini bertentangan dengan sejarah. Dalam sejarah, peradaban sering muncul ketika bangsa dan negara menjadi semakin religius. Misalnya, peradaban Mesir Kuno, Inka, Maya, Aztek, dan India semuanya memiliki hubungan erat dengan sistem agama mereka. Jadi, mengapa dalam sejarah agama sering dikaitkan dengan kemajuan, tetapi sekarang justru menunjukkan bahwa semakin religius sebuah bangsa, semakin tidak maju dalam ekonomi, inovasi teknologi, dan sumber daya manusia.

Salah satu alasan adalah bahwa ada oknum agamawan yang telah memutarbalikkan ajaran agama demi kepentingan mereka sendiri, sehingga menyebabkan kebingungan dalam kausalitas. Misalnya, saat membahas isu lingkungan, ada yang percaya bahwa kiamat tidak akan terjadi selama ada manusia yang beribadah (salat). Namun, ini adalah salah pemahaman kausalitas, dan hubungannya dengan lingkungan tidak jelas.

Selain itu, banyak orang diajarkan bahwa manusia lemah dan tidak bisa berpikir logis. Ini membuat orang sulit untuk memahami sebab-akibat dan akhirnya tidak mampu menciptakan hubungan kausalitas yang benar. Misalnya, jika mereka ingin kaya, mereka diarahkan untuk berdoa atau berbuat ibadah tertentu, bukan bekerja keras dan cerdas.

Oleh karena itu, masyarakat yang mengaku religius sering tidak maju karena mereka tidak memahami kausalitas yang sebenarnya, mengandalkan pelarian, dan menyalahkan Tuhan atas setiap kesalahan, daripada berupaya memperbaiki diri dan mengatasi masalah secara logis. Negara-negara sekuler atau ateis lebih cenderung fokus pada perbaikan diri, pemecahan masalah, dan akhirnya maju.***