Guru Gembul Megurai Permasalahan di BUMN dan Garuda Indonesia: Sejarah Kerugian, Korupsi, dan Masa Depan Maskapai Nasional
Guru Gembul uraikan masalah BUMN dan Garuda |
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu alat pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dana pembangunan dan kesejahteraan rakyat. Di Indonesia, terdapat banyak BUMN dengan total aset sekitar Rp10.000 triliun, baik dalam bentuk Persero maupun Perum. Namun, ironisnya, meskipun memiliki aset besar, banyak BUMN yang mengalami kerugian atau terjebak dalam kasus korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Salah satu BUMN yang selalu merugi dan bermasalah adalah PT Garuda Indonesia.
Garuda Indonesia: Sejarah yang Rumit
Sejarah PT Garuda Indonesia dimulai sebagai perusahaan Belanda di era Hindia Belanda dan kemudian dinasionalisasi pada tahun 1947. Pada tahun 1949, namanya diganti menjadi Indonesia Airlines, lalu menjadi Garuda Indonesia Airlines beberapa bulan kemudian. Namun, masa awal dinasionalisasi ditandai dengan kesulitan operasional karena situasi revolusi yang tidak stabil.Baru pada tahun 1968 hingga 1984, PT Garuda Indonesia mengalami perubahan signifikan. Di bawah kepemimpinan Pak Wiweko Supomo, perusahaan ini berhasil memperbaiki manajemen, merombak personel terlibat dalam praktik KKN, membuka rute-rute perjalanan baru, dan berhasil dalam pembelian pesawat. Garuda Indonesia menjadi salah satu maskapai terbaik di dunia dengan armada sekitar 79 pesawat, menjadi maskapai terbesar kedua di Asia setelah Japan Airways.
Tetapi, masa kejayaan tersebut berakhir pada tahun 1984 ketika kepemimpinan berganti. Garuda Indonesia tidak mampu mempertahankan performa dan mulai menghadapi berbagai masalah, termasuk penurunan kualitas pelayanan, seringnya keterlambatan penerbangan, penyelewengan dalam perekrutan karyawan, dan campur tangan pemerintah Orde Baru dalam pengambilan keputusan.
Penyakit-penyakit yang Mendera Garuda Indonesia
Pada tahun 1999, Garuda Indonesia menjalani audit yang mengungkapkan bahwa perusahaan ini memiliki hutang mencapai 22 triliun dan kerugian mencapai 161 triliun. Sejumlah faktor menyebabkan kondisi ini. Pertama, pesawat Garuda memperlihatkan penurunan kualitas dan tertinggal dari perkembangan teknologi penerbangan. Kedua, kebijakan rute-rute penerbangan yang tidak menguntungkan seringkali diambil. Ketiga, pelayanan buruk dan seringnya keterlambatan penerbangan menjadi masalah utama. Keempat, jumlah pegawai yang berlebihan dan tidak kompeten turut membebani perusahaan. Terakhir, peraturan dan kuota yang ambigu dan kepentingan politik dalam pengambilan keputusan merupakan faktor penyebab utama.Namun, permasalahan sebenarnya terbongkar ketika dilakukan penyelidikan lebih mendalam oleh Pak Robi Johan, yang menyimpulkan ada delapan masalah utama di dalam Garuda Indonesia. Tiga masalah utama adalah korupsi dalam jual-beli pesawat, manajemen yang kurang kompeten, dan pengaruh pemerintah yang ikut campur dalam kebijakan perusahaan. Masalah-masalah lainnya adalah pesawat yang tidak dirawat dengan baik, rute-rute yang kurang efisien, pelayanan buruk, dan pegawai titipan yang tidak berkualifikasi.
Perbaikan dan Kemunduran
Setelah penyelidikan tersebut, perusahaan berusaha memperbaiki diri. Banyak pegawai yang dipecat, manajemen diperbaiki, dan rute-rute yang merugikan dihentikan. Namun, permasalahan yang lebih mendalam adalah penyakit yang sama terus muncul di berbagai BUMN. Terdapat campur tangan politik dalam pengambilan kebijakan yang tidak selalu menguntungkan perusahaan.Di tahun 2009, PT Garuda Indonesia berharap perubahan signifikan ketika dipimpin oleh Pak Emir Syah. Di bawah kepemimpinannya, perusahaan mencatat keuntungan selama lima tahun berturut-turut, dan mendapatkan reputasi baik di tingkat internasional. Namun, keuntungan tersebut tiba-tiba berubah menjadi kerugian yang signifikan di Kuartal kedua 2014, yang diikuti oleh pengunduran diri Pak Emir Syah. Awalnya, alasan yang diberikan adalah memberikan kesempatan kepada generasi muda, tetapi kemudian terungkap bahwa alasan sesungguhnya adalah untuk menghindari penyelidikan atas korupsi besar-besaran yang terjadi.