Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Jangan Tertipu dengan yang 'Mendadak Merakyat', Pilih yang Jelas Track Record-nya!

Kuswara
Kuswara, S.Pd.I., anak petani jadi Bacaleg PDIP Dapil 3 Purwakarta
MANGENJANG.COM - Saat 'musim pemilu' rakyat selalu saja dibuat muak oleh politisi 'kebanyakan drama', menjadi pro rakyat hanya saat momen kampanye saja.

Setelah menang dan menduduki kursi kekuasaan, tangannya enggan kotor-kotoran bersalaman dengan jelata.

Dengan dalih itu, tak jarang sebagian masyarakat balik menyebut politik itu kotor.

Memilih Caleg yang tidak dikenal memang bisa berbahaya, uang rakyat untuk membiayai satu periode jabatan anggota dewan tidaklah sedikit.

Uang hasil peras keringat rakyat jangan sampai disia-siakan, untuk dikelola dengan seenak jidat oleh politisi munafik.

Mendekati musim pemilu, hati-hati, jangan sampai tertipu politisi busuk yang tiba-tiba turun menemui rakyat, mendadak merakyat, mendadak agamis dengan segala atributnya.

Pilih yang jelas-jelas saja, yang jelas kontribusinya. Politisi yang jempolan, yang tidak menunggu jadi dewan, baru mau berkontribusi.

KUSWARA contohnya, sejak kecil ditempa sebagai petani, bapak-ibunya pekerja keras setiap hari banting tulang, menjadi tempaan dahsyat dalam hidup seorang Kuswara.

Ia memiliki tekad baja, memilih tak pernah menyerah dengan keadaan, dengan segala keterbatasan ia berjuang menyelesaikan pendidikan tingginya.

Saat masih berkuliah ia dapati warga di kampungnya kesulitan mengakses pupuk, kemarau panjang juga mematikan banyak pohon teh, tanaman teh rakyat yang menjadi tumpuan ekonomi warga di kampungnya.
Kuswara
Serta merta ia temui petani-petani, mendengarkan segala keluh-kesahnya, menyelami relung hati rakyat.

Padahal, ia sendiri bukanlah politisi saat itu, ia hanya mahasiswa ingusan yang bersedia berbaur dengan jiwa-jiwa yang bersemayam di kaki gunung.

Ia temukan fakta, perlunya sebuah lembaga petani, maka segera ia kumpulkan pemuda, mereka dirikan kelompok tani, lembaga yang akhirnya menyelesaikan beberapa masalah yang saat itu dihadapi petani.

Tak bisa berlama-lama di kampung, ia balik ke kampus, bertarung dalam pemilihan ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) PC Kabupaten Purwakarta, dan ia sukses meraihnya.

Selesai kuliah, ia enggan bermanis-manis bergaya hidup orang kota. Ia boyong isterinya pulang kampung, ia sadar kampungnya butuh sarjana, disaat yang lain bersekolah untuk menjadi 'sukses di kota'.

Ia bangun lembaga pendidikan pra sekolah, saat warga kampungnya harus menempuh berkilometer hanya demi anaknya bisa masuk TK. Dan demi perjuangannya ini, keluarganya harus rela menyerahkan tanah.

Perjuangannya bukan kaleng-kaleng, bukan hanya saat mau nyalon. Sejak lama, sejak muda, ia memang begitu.

Sekian tulisan saya, terima kasih untuk media manapun yang mau memuat tulisan ini, tanpa harus bayar.

Saya bukan orang suruhannya KUSWARA, kami malah berbeda pandangan untuk urusan politik.

Saya hanyalah mantan Kadus (Kepala Dusun) yang menjadi saksi kiprah Kuswara Muda di Kampung kami, sejak sepuluh tahun lalu. Jauh hari sebelum ia culag-caleg.

Meskipun kami beda pandangan politik, saya harap semua caleg itu berkualitas seperti Kuswara. Sehingga siapapun yang menang, maka rakyatlah yang pasti diuntungkan.***