Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Norwegia Cabut Pembatasan Akibat Covid-19!


Purwakarta Online - Pidato rutin PM Norwegia Jumat pekan lalu membawa kabar gembira yang sudah lama dinantikan warga.

Terhitung sejak Sabtu, 12 Februari 2022, semua pembatasan berkaitan dengan Covid-19 tidak diberlakukan lagi.

Yang paling terlihat jelas adalah dihapuskannya kewajiban bermasker dan menjaga jarak minimal 1 meter. 

Singkat cerita, pada umumnya kami sudah boleh pergi ke manapun tanpa masker. 

Sudah boleh kumpul-kumpul dengan banyak orang tanpa ada batasan jumlah. 

Arisan, pameran, pertunjukan, sampai konser boleh diadakan lagi. 

Bapak PM melakukan gerakan simbolis membuka maskernya saat konferensi pers waktu itu. 

Isolasi atau karantina yang selama ini wajib untuk mereka yang positif Covid-19 (bahkan banyak yang sudah kena denda cukup besar karena melanggar aturan pandemi -- termasuk mantan PM), sudah dicabut. 

Mereka yang positif atau sakit hanya diharuskan tinggal di rumah selama 4 hari. 

Sekarang hanya orang dewasa yang bergejala yang disarankan untuk tes PCR atau rapid test. Yang sekadar berkontak dengan mereka yang positif, tidak perlu tes.

Anak-anak usia sekolah juga tidak perlu tes bila mereka kontak dengan orang yang positif Covid-19. 

Kalau sekadar batuk pilek -- asalkan tidak demam dalam 24 jam -- tetap boleh masuk sekolah seperti biasa.

Tes yang dulunya wajib untuk pendatang dari luar Norwegia, sekarang juga ditiadakan. Jadi siapapun yang mau datang ke Norwegia, dipersilakan.

Tentu ada perkecualian. Seperti orang-orang yang bekerja di panti jompo atau rumah sakit. Mereka yang kontak dengan kelompok rentan, tetap harus bermasker. 

Juga mereka yang berada di kelompok berisiko, dan mereka yang tidak divaksin karena satu dan lain hal, harus bisa menghitung sendiri risiko ketika dirinya kontak dengan orang lain.

Langkah pelonggaran ini diambil PM Jonas Gahr Støre, mengikuti keputusan yang sudah lebih dulu diberlakukan di Denmark dan Swedia.

Apakah pandemi sudah berakhir di ketiga negara Skandinavia ini? Tentu belum. 

Pandemi jauh dari selesai. Bahkan saat ini badai Omicron masih terasa di Norwegia.

Hanya saja, meski jumlah kasus termasuk tinggi, pasien yang dirawat di rumah sakit tidak meningkat signifikan. 

Pun angka kematian, tidak naik banyak. Varian Omicron dianggap cukup bisa dikendalikan. Tidak semematikan varian sebelumnya. 

Istilahnya, pandemi memang nyata dan ada, tapi hidup harus jalan terus. Masyarakat tidak bisa terus-terusan dibatasi pergerakannya. 

Perubahan itu memang langsung terasa. Sabtu kemarin saya ke pusat kota bareng Fatih. 

Sejak di bus, sebagian besar penumpang tidak bermasker. Pun di kota, yang memakai masker jadi minoritas. 

Orang Norwegia memang betul-betul patuh dan percaya pada pemerintahnya. 

Disuruh bermasker dan jaga jarak, manut. Ketika dibebaskan dari masker dan boleh kumpul-kumpul lagi, langsung diikuti dengan gegap-gempita. 

Sabtu malam itu diisi dengan jalanan yang ramai oleh orang-orang mabuk. Tipikal masyarakat Barat pecinta kehidupan malam.

Sebagai gambaran, cakupan vaksin di Norwegia per hari ini sudah mencapai 91.1% warga usia 18 tahun ke atas yang mendapat dua dosis. Yang dapat booster juga semakin banyak, meski belum ada data pasti. 

Angka itu jangan dibandingkan dengan Indonesia, karena memang tidak apple to apple. 

Penduduk Norwegia hanya 5,4 juta jiwa. Rakyat yang sedikit relatif lebih mudah mengaturnya. 

Apakah vaksin di Norwegia wajib? Jawabannya tidak.

Vaksin tetap bersifat rekomendasi tanpa paksaan sama sekali. Ke manapun kita pergi selagi di dalam negeri, tidak akan ditanya surat vaksin. 

Hanya kesadaran warga untuk vaksin demi tercapainya herd immunity memang sangat tinggi. 

Yang skeptis dan menganggap pandemi adalah "plandemi" tetap ada, tapi jumlahnya nggak banyak. Gaungnya kalah dengan yang pro-vaxx. Alhamdulillah.

Jadi di sini aman dari berbagai demo menolak mandat vaksin seperti di Kanada, Amerika Serikat, Selandia Baru, dan Prancis.

Permasalahan yang dihadapi Norwegia juga nggak seruwet Indonesia. Negara kecil, kekayaan besar, dan pemerintahan yang amanah menjadikan kehidupan bernegara di sini relatif aman tanpa gejolak.

Saya hanya ingin membagikan insight dari pengamatan sebagai penduduk Norwegia, yang mungkin bisa diterapkan di Indonesia.

Sejak awal pandemi, pemerintah rutin memberi konferensi pers setiap Jumat. Yang berdiri di podium orangnya selalu PM. 

Dia pemberi informasi utama, bukan orang lain. Biasanya PM akan didampingi oleh beberapa menteri sesuai kebutuhan (menteri kesehatan, pendidikan, keuangan, dan direktur Institut Kesehatan Masyarakat). 

Informasi yang disampaikan dengan format baku begini lebih valid, karena langsung berasal dari kepala pemerintahan. 

Pemerintah selalu satu suara (meski mungkin di balik layar mereka gontok-gontokan). Tidak ada pejabat yang berebut panggung. Penting ini agar masyarakat tidak bingung.

Media yang memberitakan juga nggak ada media abal-abal. Semua berita didasarkan pada data yang valid dan bisa dipertanggungjawabkan. 

Bukan katanya atau dicomot dari sumber yang tidak jelas hanya demi sensasi. Dengan begini masyarakat lebih tenang dan yakin. 

Yang nggak suka dengan pemerintah tentu saja ada. Namanya negara demokrasi. Tapi ya pada akhirnya rakyat patuh pada aturan, suka atau tidak suka. K

arena mereka yakin bahwa negara betul-betul melindungi dan menjamin kehidupan mereka. Apalagi di saat sulit seperti sekarang.

Satu lagi. Masyarakat Norwegia nggak kenal yang namanya buzzer atau ahli abal-abal yang berisik dengan analisis yang cuma membuat gaduh, memprovokasi, mengalihkan isu, atau memecah-belah persatuan bangsa.

Kita tetap sama-sama berdoa dan bekerja sama agar pandemi ini segera tamat. (*)

* Dari Savitry Khairunnisa

#COVID19 
#Norway
#CeritaIcha2022