Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Pemilu 2024 Tinggal 24 Bulan Lagi, Tempuh Cara Ini Jika Parpol Ingin Punya Senator Yang Berkualitas!

Jadusin, S.Sos., S.I.P., M.Si.
Oleh: Jadusin, S.Sos., S.I.P., M.Si.

Purwakarta Online – Pemilihan Umum (Pemilu 2024) menjadi kegembiraan dengan harapan besar, calon senator yang akan terpilih kelak Jangan Ingkari Naluri alias ‘JiLu’.

Sekitar 24 bulan lagi gelaran pemilihan calon legislatif atau senator atau wakil rakyat akan dilaksanakan. Dan tahapannya sesuai regulasi yang telah disepakati bersama antara Kemendagri, KPU, Bawaslu dan DPR RI akan dimulai tahun 2022.

Naluri calon senator harus selaras yaitu untuk memperjuangkan kepentingan dan aspirasi rakyat. Naluri senator di semua level, baik itu DPRD Kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR RI, dan DPD harus memastikan kejujuran serta ketulusan nalurinya.

Ketulusan naluri untuk apa? Yaitu ketulusan naluri untuk banyak hal, seperti:
  • Menolak memformulasikan kebijakan bersama eksekutif yang mengarah pada disintegrasi bangsa,
  • Menolak melakukan kompromi dengan pihak-pihak tertentu untuk kepentingan elit-oligarki-para kapitalis dan stakeholder lainnya, yang justru merusak tatanan kohesi sosial di semua dimensi pranata sosial,
  • Menolak melakukan kejahatan kemanusiaan atau patologis sosial secara universal,
  • Menolak menggadaikan tupoksi senator yang tunduk pada kepentingan yang justru merugikan rakyat terutama kaum disabilitas, perempuan dan kaum marginal,
  • Menolak praktek KKN termasuk di internal keluarga,
  • Menolak melakukan aktivitas yang merusak nilai, budaya dan moral di dalam masyarakat.

Kita ketahui bersama, bahwa besarnya biaya Pilcaleg itu super fantastis. Hal ini membuat rakyat sangat merindukan lahirnya elit politik yang positif, berpangku kepada para penyelenggara pemilu dan semua pihak terkait (stakeholder) untuk melahirkan senator yang memiliki legitimasi hebat dan dicintai rakyat.

Histori pemilu yang telah berlalu, jumlah kursi senator di semua level (DPRD Kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR RI dan DPD RI) secara keseluruhan berjumlah sekitar 20.000 kursi (berdasarkan hasil pemilu 2019) dan pastinya jumlah kursi serta Dapil Pilcaleg 2024 akan bertambah.

Bangsa ini harus mengeluarkan fulus hampir 3 triliun bahkan lebih setiap bulannya untuk memberi gaji/kesejahteraan para senator hasil pemilu 2019 yang berjumlah 20.000-an orang tersebut.

Rakyat sungguh berharap ada keadilan, ada keselarasan antara gaji senator dengan kualitas dalam menjalankan tupoksi dan moralitas dalam memperjuangkan kepentingan Perut Mulia Rakyat yang Setia pada Pancasila atau disingkat Putar Sepan.

Cukuplah kesedihan, sakit hati, kekecewaan rakyat dengan sederet fakta hukum korupsi berjamaah sebagian oknum senator di negeri ini. Sebut saja beberapa fakta hukum wakil rakyat berikut ini:
  • Anggota DPRD Kota Malang Provinsi Jawa Timur tahun 2017-2018 yang berjumlah 41 orang melakukan korupsi berjamaah,
  • Tahun 2014-2019 korupsi DPRD Provinsi Sumatra Utara berjumlah 14 orang,
  • Fakta korupsi DPRD Kota Kendari Sulawesi Tenggara tahun 2003-2004 sebanyak 22 orang,
  • Korupsi anggota DPRD Kota Padang Sumatra Barat tahun 2001-2002 berjumlah 37 orang, dan
  • Korupsi wakil rakyat, DPRD Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatra Selatan tahun 2019-2021 berjumlah 10 Orang.

Fakta hukum diatas mungkin masih bisa ditambahkan lagi dengan ratusan kasus lainnya. Ya, itulah sebagian fakta hukum yang terjadi di negeri ini.

Rakyat terus bertanya, mengapa korupsi individu senator terus ada? Padahal seluruh fasilitas dan gaji diberikan oleh negara secara rutin.

Hal ini diakibatkan karena begitu banyak penyebab dan mungkin salah satunya adalah karena adanya isu "Maje-Kupata", yang membuat Sebagian atau personal senator senang dan bahagia jika melakukan praktek korupsi.

Ada isu "MAJE" (Masuk Penjara Enjoy) dan "KUPATA" (Keluar Penjara Tetap Kaya) karena masih banyak sisa uang yang hasil rampok.

Saya berharap, semoga isu MAJE KUPATA ini tidaklah nyata. Dan jika pun ternyata MAJE KUPATA adalah nyata, semoga di kemudian hari akan lenyap, misalnya dengan cara terus-menerus memperkuat tupoksi aparat penegak hukum.

Seluruh elemen masyarakat baik nelayan, peternak, petani, disabilitas, para janda miskin, buruh, tukang bakul, sopir, tukang sapi, mahasiswa, warga yang hidup di kolong jembatan atau di samping rel kereta api, warga yang hidup di gunung, di pesisir, warga yang hidup di hutan dan mungkin semua manusia di negeri ini berdoa serta masih meyakini akan adanya harapan bahwa senator masih bisa memiliki naluri dalam menjaga aspirasi rakyat.

Pro dan kontra masyarakat terhadap kinerja senator tahun 2019 sampai hari ini adalah nuansa keniscayaan untuk menjadi evaluasi rakyat di Pilcaleg 2024.

Di lain pihak ada kelompok warga yang pesimis terhadap calon/senator terpilih didalam menjalankan amanah rakyat, ini misteri karena membutuhkan kajian akademik dan sosial dari lembaga kredibel dalam memastikan seberapa besar tingkat ketidakpercayaan tersebut.

Kita berharap ada alternatif sederhana secara internal khusus dan ada keberanian pimpinan Parpol di level kabupaten (uji coba level kabupaten) agar calon yang diusung disyaratkan memiliki dua kekuatan berikut ini, yaitu:

Pertama, memiliki akhlak, pribadi religius, kejujuran, ketulusan, kecakapan, integritas, memiliki komunikasi beradab pada warga di dapilnya. Mempunyai kepekaan sosial, nasionalisme, mempunyai semangat kreatifitas ekonomi dan mampu memberikan solusi atas persoalan warga di dapilnya. 

Dan semua yang disebutkan di atas harus disertai dengan pembuktian, dengan cara mendapatkan rekomendasi dari warga di dapilnya (misalnya ada rekomendasi masing-masing dari 5-7 orang/disesuaikan dari unsur tokoh agama, tokoh pemuda, tokoh perempuan, tokoh mahasiswa, pegiat seni, pegiat UKM, tokoh disabilitas, tokoh adat, birokrasi) yang menyatakan bahwa figur tersebut layak diusung.

Kedua, calon senator telah melakukan minimal dua karya nyata yang bermanfaat bagi warga di dapilnya (walau sangat sederhana). Dibuktikan dengan rekomendasi masing-masing 5-7 orang/disesuaikan dari unsur tokoh pemuda, tokoh pendidikan, mahasiswa, pegiat seni, pegiat UKM, tokoh disabilitas, tokoh adat, tokoh perempuan, unsur birokrasi, tokoh agama yang menyatakan bahwa figur tersebut layak diusung.

Ini adalah formula awal internal parpol dalam memulai pencegahan agar senator terpilih 'Jangan Ingkari Naluri' rakyat (Jilu). Dua hal diatas belum diatur secara spesifik oleh penyelenggara pemilu namun boleh menjadi inisiatif parpol tertentu bagi parpol yang berkeinginan melakukannya.

* Penulis adalah Jadusin, S.Sos., S.I.P., M.Si., tokoh muda Indonesia yang aktif dalam berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti kegiatan pendidikan, budaya, ekonomi, sosial dan politik. Beberapa aktivitas Beliau yang berhasil kami himpun diantaranya:
  • Dosen Tetap di Unidar Ambon, sejak 2009-sekarang,
  • Dosen tidak tetap di IAIN Ambon Jurusan Sosiologi Agama,
  • Dosen tidak tetap di Poltekkes Kemenkes Maluku Jurusan Gizi,
  • Ketua Dewan Pembina Yayasan Limhar Adab Nasional (Yalhan) Kecamatan Tongkuno, Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara,
  • Pendiri Lembaga Pendidikan Gratis (Lepas) di Maluku,
  • Alumni Magister Sosiologi, Tahun 2009 di Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar dengan beasiswa dari Negara Singapura.