Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Desa dalam pusara ketidak-jelasan. 7 Tahun UU Desa, dalam renungan



Oleh: Eep Saepul Malik, S.Pd.I.,

7 Tahun UU Desa ditetapkan, dengan segala Mimpi dan harapannya, triliunan rupiah juga Dana pengiring sebagai dampak ditetapkannya UU Desa itu, sampai saat ini Desa belum secara signifikan sesuai yang diamanatkan UU tersebut.

Entah apa dan siapa yang salah dalam menerjemahkan Nilai-nilai yang tertuang dalam UU Desa tersebut, Teuing lah nu jelas kitu weh..

Padahal jelas, makna yang terkandung dalam UU Desa tidak hanya sekedar urusan administratif dan geografis semata, akan tetapi sebagai entitas sosial budaya, ekonomi, politik dan hukum. 

Pengaburan makna itu semakin terlihat ketika Desa-desa hanya berlomba mendapatkan Dana Desa tanpa dipikir bagaimana cara membelanjakannya secara produktif.

Apa yang dimaksud dengan hak asal-usul Desa dan apa pula yang dimaksud dengan skala lokal Desa...?

Belum lagi, Kondisi ini telah menimbulkan tumpang tindih kewenangan antara desa dan kabupaten/kota sebagai badan hukum yang berbeda.

Pembangunan desa sebagai wujud pelaksanaan kewenangan desa diatur sepenuhnya oleh Pemerintah pusat, sehingga tidak lagi tercermin adanya otonomi asal usul dan otonomi skala lokal desa..

Kabayang kan, Desa disetel kudu jiga kumaha ceuk Pusat..??

Seharusnya Pemerintah Pusat memberikan pilihan kepada rakyat desa untuk memilih sistem pemerintahan desa yang masih hidup/pernah hidup atau memilih sistem pemerintahan yang dirancang secara nasional..

Penentuan PJS saja masih harus menggunakan Jasa Pegawai pemerintahan (PNS) yang jelas-jelas itu adalah perbuatan pengkaburan makna demokrasi desa...

Lihat dan komentari postingan asli:
 

Penulis adalah Pegiat Desa, pengurus Ikatan Sarjana NU, aktivis senior HMI Kabupaten Purwakarta dan Pendamping Desa