Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Perbedaan Desa Wisata dengan Wisata Milik Swasta

Pertunjukan Tarian Khas Cibeusi di sela Pelatihan Desa Wisata

Purwakarta Online - Karya, S.Pd.I., Aktivis Desa Wisata Cibeusi, Ciater, Subang menerangkan bahwa yang dinamakan Desa Wisata itu berbeda dengan destinasi Wisata yang berbentuk Perusahaan.

Hal ini disampaikan Karya dalam sebuah Pelatihan pemandu Wisata Treking, Purwakarta 2020 di Curug Ciangin, Desa Cibeusi, Ciater, Kabupaten Subang.

Sebuah pelatihan yang dilaksanakan pada hari Senin hingga Selasa (14-15 Desember 2020), langsung di sebuah Desa Wisata percontohan yakni Desa Cibeusi.

Menurut Karya, di Desa Wisata itu tidak ada istilah pemecatan, berbeda dengan perusahan wisata yang di dalamnya pekerja wisata adalah karyawan.

Jika di Desa Wisata yang ada adalah keterlibatan warga desa dalam Desa Wisata. Maka tidak mungkin ada pemecatan.

"Tidak ada karyawan, tidak ada pemecatan. Karena personilnya adalah warga desa sendiri," ungkap Karya.

Meskipun dalam perjalanannya ada warganya ada yang aktif, ada pula yang tidak aktif. Namun Desa wisata harus memberikan manfaat bagi warga desa, diantaranya dengan membuka keterlibatan seluruh warga desa.

"Seiring waktu, Desa Wisata menghasilkan PADes. Itu dalam setiap tahun setiap RW mendapat bagi hasilnya. Terserah mau dibuat apa," ucap Karya.

Kearifan Lokal adalah Potensi Desa Wisata


Mengenai penggalian potensi desa, Karya menuturkan jika berdasarkan pengalaman yang dilakukan di Desa Cibeusi, menyadari dan memahami kearifan lokal di desa adalah hal terpenting.

"Potensi-potensi kearifan lokal yang unik, menarik, dijadikan daya tarik wisata sehingga mampu mendatangkan wisatawan," tutur Karya.

Di Desa Cibeusi, Karya menyebutkan beberapa potensi kearifan lokal diantaranya adalah Potensi Kebudayaan, Potensi Kesenian dan Potensi alam.

"Setiap Desa memiliki kearifannya sendiri, gali itu. Lihat potensi budayanya, seninya lalu alamnya. Itu teliti," ucap Karya.

Beras hideung Cibeusi

Pare jangkung beras hideung

Pelatihan yang diselenggarakan oleh Dinas Pemuda, Olahraga, Pariwisata dan Kebudayaan (Disporaparbud) Kabupaten Purwakarta ini diikuti oleh para pengelola dari 40 wisata yang ada di Kabupaten Purwakarta.

Di lokasi pelatihan, mayoritas peserta mengaku sangat terkesima oleh padi beras hitam yang ditanam di Desa Cibeusi.

Seperti diungkap Hidayat, pengelola Wisata Gunung Plered, dirinya mengaku sangat tertarik dengan 'padi jangkung' yang ada di Desa Wisata Cibeusi.

"Harganya mahal sekali, 30 rb per liter. Tapi saya penasaran, ya beli saya," seru Hidayat kepada Purwakarta Online.

Dijelaskan Karya, jika 'Beas Hideung' Cibeusi sudah dicek di sebuah lab profesional di Jakarta, dan ternyata memiliki keunggulan yang sangat unik dan bermanfaat bagi kesehatan.

"Hasil lab, beras hitam Cibeusi memiliki kadar gula yang lebih rendah dibanding beras merah," ungkap Karya.

"Ini tentu bagi yang punya 'penyakit gula' aman dikonsumsi," lanjut Karya.

Yayat Dimyati dari Wisata Pelangi, Gunung Cupu terkesima dengan hamparan sawah yang ditanami padi beras hitam.

Ia mengaku menjadi terkenang dengan puluhan tahun silam, kala petani di desanya yaitu Desa Anjun juga banyak yang menanam.

Tetapi karena padi beras hitam memerlukan waktu 6 bulan hingga panen, kemudian banyak petani yang tidak lagi menanam lagi padi yang posturnya tinggi.

"Pare na jangkung, dipelak na 6 bulan. Beheula di lembur ge aya. Ayeuna mah asa geus euweuh," ujar Yayat.

Program dari Kementerian Parekraf


Direktur Pengembangan Sumber Daya Manusia Pariwisata, Wisnu Bawa dalam Tempo (12/7/2020), menjelaskan adanya program Pelatihan Bagi Pendamping Desa Wisata.

Pelatihan yang merupakan salah satu program yang dikembangkan oleh Kemenparekraf dalam mempercepat laju perekonomian di sektor pariwisata, tidak hanya berorientasi pada lingkungan perkotaan tetapi juga di pedesaan.

“Program ini diinisiasi karena adanya kebutuhan membangun desa menjadi Desa Wisata sesuai arahan Presiden pada tahun 2017 untuk gerakan mengembangkan desa wisata," kata Wisnu.

Masih dalam artikel Tempo, Spesialis Pariwisata, Vitria Ariani mengatakan Desa Wisata merupakan kelompok swadaya dan swakarsa masyarakat.

Kemudian dalam aktivitas sosialnya berupaya untuk meningkatkan pemahaman kepariwisataan, serta mensukseskan pembangunan kepariwisataan.

“Desa Wisata dibentuk untuk memberdayakan masyarakat agar dapat berperan sebagai pelaku langsung sebagai upaya meningkatkan kesiapan dan kepedulian dalam menyikapi potensi dan daya tarik pariwisata di wilayah mereka,” ujar Vitria.

Setidaknya ada beberapa kriteria sebuah desa bisa dikembangkan menjadi desa wisata, yakni sebagai berikut:
  1. Memiliki atraksi wisata unggulan
  2. Memiliki kelembagaan
  3. Memiliki sarana prasarana memadai
  4. Memiliki akomodasi wisata pendukung, dan
  5. Memiliki keterlibatan masyarakat.
(enjs)