Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Reaksi 9 tokoh Indonesia dan dunia atas penghinaan Nabi Muhammad SAW

Koran Iran edisi: 27/10/2020, Vatan-e Emrooz gambarkan Presiden Perancis Emmanuel Macron sebagai setan

Purwakarta Online - Kecaman dari sejumlah negara berpenduduk muslim muncul setelah Presiden Prancis, Emannuel Macron mengatakan negaranya tidak akan berhenti menerbitkan atau membicarakan kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad, seminggu setelah pemenggalan guru Samuel Paty (BBC, 26/11/2020).

Kasus penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW bukan hanya tahun 2020 ini, dalam periode awal abad 20 (tahun 1918) kasus serupa telah terjadi. Kemudian menimbulkan reaksi dari para tokoh.

Berikut adalah reaksi 9 tokoh atas penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW. Yaitu Presiden Turki, Erdogan. Kemudian Nadirsyah Hosen, Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australian dan New Zealand. Kemudian reaksi Anwar Abbas, Sekretaris Jenderal Majlis Ulama Indonesia (MUI).

Kemudian reaksi Anwar Abbas, kali ini mewakili organisasi kemasyarakatan yaitu PP Muhammadiyah. Kemudian ada reaksi dari Robert Le Gall, Uskup Agung Katolik di Negara Prancis sendiri.

Disusul oleh reaksi dari pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH. Mochamad Hasyim Asy'ari yang menanggapi aksi penghinaan Nabi Muhammad SAW di masa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia.

Selanjutnya dari Da'i kondang tanah air bernama Ustad Abdul Shomad (UAS), kemudian reaksi dari Pemimpin Katolik dunia, yaitu Paus Fransiskus. Terakhir dari Profesor KH. Said Aqil Siradj, Ketua Umum PBNU.

1. Erdogan serukan boikot!

Presiden Turki, Recep Tayip Erdogan

Seruan boikot dilontarkan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan. Ia menganggap apa yang ditunjukan Presiden Macron sebagai sikap permusuhan terhadap Muslim.

"Sekarang saya menyerukan kepada bangsa kita, sebagaimana yang telah terjadi di Prancis untuk tidak membeli merek-merek Turki, maka saya menyerukan kepada bangsa saya di sini dan mulai sekarang: jangan perhatikan barang-barang berlabel Prancis, jangan beli barang-barang itu!" tegas Erdogan dalam pidato di televisi pada Senin (26/10).

2. Gus Nadir: Jangan terpancing!

Profesor Nadirsyah Hosen

Rais Syuriah Pengurus Cabang Istimewa (PCI) Nahdlatul Ulama Australia-New Zealand, Nadirsyah Hosen atau Gus Nadir mengajak umat Islam untuk tak mudah terpancing dengan isu panas soal pembuatan karikatur Nabi Muhammad yang heboh di Prancis.
 
Ia juga mengajak untuk tidak mengakui bahwa karikatur tersebut, bukan Nabi Muhammad SAW. Gus Nadir menghimbau agar tahan emosi dan jaga kewarasan berpikir (Netral News, 30/10/2020).

Menurut Gus Nadir, jika kita terpancing dan melakukan hal anarkis, maka seolah-olah membenarkan bahwa memang karikatur tersebut adalah Nabi Muhammad SAW. Kemudian tuduhan sebagian masyarakat eropa yang menganggap Islam adalah teroris akan mendapat 'pembenaran' juga.

"Tidak ada itu karikatur Nabi. Memangnya tahu wajah Nabi spt apa? Terus orang lain bikin karikatur dan diklaim itu karikatur Nabi, kalian percaya?" cuit akun twitter @na_dirs milik Nadirsyah Hosen, dikutip Jumat (30/10/2020).

3. Sekjen MUI: Jika ingin dunia damai, jangan hina agama!

Ketua PP Muhammadiyah dan Sejken MUI, Dr. H. Anwar Abbas, MM, M.Ag.,

Reaksi juga datang dari Majelis Ulama Indonesia yang meminta Presiden Macron segera mencabut ucapannya dan minta maaf. Upaya menghina dan merendahkan agama tak seharusnya dilakukan antara sesama manusia (Detik News, 30/10/2020).

"Kalau dunia ingin tenang dan damai, jangan yang menghina dan merendahkan orang lain, agama, dan keyakinannya atas dasar apa pun. Saya meminta Macron mencabut ucapannya dan meminta maaf kepada umat Islam," kata Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas.

4. Ketua PP Muhammadiyah: Presiden Prancis bisa menyeret dunia pada kekacauan! 


Sementara itu, Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas mengatakan Presiden Macron adalah tipikal pemimpin yang bisa membawa pada pertentangan dan permusuhan umat beragama jika tidak mengubah cara berkomunikasinya, termasuk meminta maaf kepada masyarakat dunia.

"Saya melihat pimpinan seperti Presiden Prancis inilah contoh pemimpin yang akan bisa menyeret dunia kepada kekacauan dan permusuhan yang dalam yang akan memunculkan dendam yang berkepanjangan yang tidak akan kunjung berakhir," kata Anwar Abbas.

5. Uskup Agung Prancis: Kebebasan berekspresi ada batasnya. Jangan menuang minyak ke dalam api!

Uskup Agung Prancis, Robert Le Gall

Karikatur Charlie Hebdo yang menghina agama mendapat kecaman dari tokoh Katolik di Prancis. Uskup Agung Robert Le Gall menyebut kebebasan berekspresi tidak berarti menyinggung agama (Liputan6.com, 31/10/2020).

"Kebebasan berekspresi ada batasnya seperti kebebasan manusia lain," ujar Uskup Agung Robert Le Gall seperti dikutip Le Figaro, Sabtu (31/10/2020).

Uskup Agung Robert Le Gall menyebut penghinaan agama mestinya tak dibolehkan. Ia juga berkata karikatur-karikatur yang dibuat Charlie Hebdo turut menghina Kristen.

"Ini harusnya diredakan karena karikatur-karikatur ini melawan umat Muslim, namun juga melawan kepercayaan Kristen," lanjutnya.

Uskup agung dari Toulouse ini menyebut kasus yang terjadi di Prancis seperti menuangkan minyak ke dalam api.

"Saya berpikir secara mendalam. Kita melihat konsekuensi-konsekuensinya, kita menuangkan minyak ke api, dan terjadi eskalasi," jelasnya.

6. KH. Hasyim Asy'ari (Pendiri NU): Kami mendesak pemerintah agar buat fasal hukuman bagi penghina Nabi Muhammad SAW!


Sejak tahun 1918 silam, penghinaan terhadap Rasulullah Muhammad SAW kerap terjadi di media cetak dan mimbar pidato. Sebagai tokoh yang turut bertanggung jawab atas keteguhan akidah masyarakat, KH. M. Hasyim Asy’ari tidak tinggal diam.

Karena kasus tersebut telah mengakar lama hingga akhir 1940, dalam kesempatan Muktamar ke-15 Nahdlatul Ulama di Surabaya yang berlangsung 9-15 Desember 1940 (10-15 Dzulqa’dah 1359) menyampaikan ketegasannya terhadap para penghina Nabi (NU Online Jatim, 27/10/2020).

Walau demikian, secara regulasi pemerintahan tidak serta KH M Hasyim Asy’ari bertindak sendiri, tetapi tetap melalui saluran pemerintahan yang tidak lain ialah kolonial Belanda.

Dengan menuntut ketegasan pemerintah Hindia-Belanda, secara tidak langsung ulama pesantren ingin menunjukkan bahwa pemerintahan tidak dijalankan dengan baik dan adil karena para penghina Nabi bertebaran di media cetak dan mimbar sehingga memunculkan gejolak akidah di tengah masyarakat.

Kiai Hasyim Asy’ari melontarkan seruan ketika menyampaikan khutbah iftitah pada Muktamar ke-15 tahun 1940 di Surabaya.

Berdasarkan buku karya KH. Saifuddin Zuhri, Berangkat dari Pesantren (LKiS, 2013: 206), dalam salah satu penggalan khutbahnya, Kiai Hasyim berkata:

Ujian bagi kita belumlah reda. Kini makin terasa betapa semakin hebatnya usaha musuh-musuh Islam hendak memadamkan cahaya Allah SWT. Berulangkali melalui media pers dan mimbar-mimbar dilancarkan serangan penghinaan terhadap junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Kami sudah mendesak kepada pemerintah (Hindia-Belanda) agar menempatkan satu fasal dalam peraturan perundang-undangan tentang hukuman bagi orang-orang dan golongan dari mana pun datangnya yang menyerang kesucian Islam serta penghinaan terhadap Nabi Besar Muhammad SAW.

Tetapi, teriakan kita itu hilang lenyap bagaikan teriakan di padang pasir. Maka sekarang tidak ada jalan lain, kita langsung memohon kepada Allah SWT, Dzat Yang Maha Pendengar dari pemohon segenap hamba-Nya.


Seruan tegas dari KH M Hasyim Asy’ari tersebut bukan tanpa alasan, karena pada masanya, akidah masyarakat Islam saat itu perlu dikuatkan karena rentan goyah apalagi dalam kondisi terjajah, paceklik, kelaparan, dan didera kemiskinan.

Di sisi lain, sejumlah kelompok terus melancarkan propaganda pelemahan akidah di berbagai media cetak dan mimbar yang secara tidak langsung mempengaruhi perjuangan umat Islam untuk melawan ketidak-perikemanusiaan penjajah.

Perjuangan yang dilakukan untuk meneguhkan akidah umat tidak hanya dilakukan KH M Hasyim Asy’ari demi kepentingan Islam, tetapi juga untuk kepentingan bangsa Indonesia secara umum yang masih dalam kondisi terjajah.

Artinya, Kiai Hasyim melakukan langkah strategis dengan mengokohkan kekuatan umat Islam untuk melawan berbagai bentuk kolonialisme di tanah air.

Hal itu terlihat ketika KH M Hasyim Asy’ari mencetuskan Fatwa Jihad dan Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945 ketika peperangan dahsyat melawan Sekutu (Inggris) yang dibonceng NICA (Belanda) meletus di Surabaya dan daerah lain seperti Semarang, Ambarawa, Magelang, Jakarta, Bandung, Medan dan lain-lain.

7. Ustad Abdul Somad: Tidak ada tawar-menawar bagi penghina Nabi SAW!

Ustad Abdul Somad (UAS)

Presiden Prancis Emmanuel Macron masih terus membela kartun Nabi Muhammad SAW dan menuduh Islam dalam kondisi krisis. Negara-negara dengan mayoritas penduduk Muslim juga terus melakukan gerakan boikot atas produk-produk Prancis.

Gerakan tersebut membuat khawatir Prancis, hingga Duta Besar Prancis meminta supaya gerakan tersebut dihentikan. Namun, permintaan tersebut mendapatkan penolakan hingga Macron meminta maaf dan menghentikan kartun Nabi yang mengatasnamakan kebebasan berpendapat.

UAS menjawab tidak ada tawar-menawar bagi orang-orang yang menghina Nabi Muhammad (Republika, 1/11/2020).

"Syekh Al-Azhar, guru kami di Al-Azhar Kairo, Mufti Al-Azhar, ulama Al-Azhar Syekh Ali Jum'ah menolak ajakan Presiden Prancis untuk menghentikan boikot. Tidak ada tawar-menawar, bahwa mereka kedutaan Prancis di Kairo menelepon Syekh Azhar supaya membuka boikot ini. Tidak umat Islam wajib memboikot," ujar UAS, Ahad (1/11/2020).

"Kita bisa minum susu produk kami, kita bisa makan makanan kami, kalau kalian masih mengejek. Ini adalah salah satu bukti kita punya kekuatan ekonomi. Kita punya solidaritas luar biasa. Tidak ada tawar-menawar dengan penghina Nabi Muhammad," ujar UAS.


8. Paus Fransiskus, mengenai karikatur Nabi Muhammad: Anda tidak bisa mengolok-olok agama orang lain!

Kanan: Pemimpin Katolik dunia, Paus Fransiskus saat menerima Imam Besar Al-Azhar.

Dilansir AFP dan Reuters, Jumat (16/1/2015), pernyataan Paus ini disampaikan kepada wartawan dalam penerbangan dari Sri Lanka ke Filipina.

Pernyataan ini masih berkaitan dengan serangan teror di Paris dan karikatur Nabi Muhammad yang kembali diterbitkan Charlie Hebdo, (Detik News, 16/1/2015).

"Membunuh dalam nama Tuhan merupakan sebuah kekonyolan," sebut Paus Fransiskus ketika ditanya soal serangan brutal terhadap majalah Charlie Hebdo yang menewaskan 12 orang.

Namun Paus juga menyebutkan bahwa setiap orang tidak bisa mengejek atau menghina agama dan keyakinan yang dianut orang lain. Setiap agama, menurut Paus, memiliki martabat dan harus dihormati.

"Anda tidak bisa memprovokasi, Anda tidak bisa menghina keyakinan lain, Anda tidak bisa mengolok-olok agama," tegasnya.

Paus yang mengecam keras serangan teror di Prancis ini, kemudian ditanya wartawan soal keterkaitan antara kebebasan beragama dengan kebebasan berekspresi.

Seperti diketahui, Charlie Hebdo mempublikasi karikatur Nabi Muhammad dengan dalih kebebasan berekspresi, namun karikatur tersebut dianggap sebagai penghinaan bagi umat muslim dunia.

"Saya pikir, baik kebebasan beragama dan kebebasan berekspresi sama-sama merupakan hak asasi manusia yang mendasar," terangnya.

"Setiap orang tidak hanya memiliki kebebasan dan hak, tapi juga kewajiban untuk mengatakan apa yang menurutnya baik ... kita memiliki hak untuk mendapat kebebasan secara terbuka tanpa menyinggung," tutur Paus.

Untuk memberi contoh, Paus kemudian menunjuk salah satu ajudannya dan berkata:

"Memang benar bahwa Anda tidak boleh bereaksi keras, tapi meskipun kita teman baik jika dia menyebut kata makian terhadap ibu saya, dia bisa mengharapkan tonjokan, itu normal."

"Anda tidak bisa mengolok-olok agama orang lain," imbuhnya.

"Orang-orang memprovokasi dan kemudian sesuatu bisa terjadi. Dalam kebebasan berekspresi, ada batasannya," tandas Paus.

9. Said Aqil Siradj, Ketua PBNU kecam kontes menggambar kartun Nabi Muhammad!

Ketua PBNU, Prof. DR. KH. Said Aqil Sirad

Dilansir dari Merdeka.com (5/5/2015), Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengecam kontes menggambar kartun Nabi Muhammad SAW di Curtis Culwell Center, Garland, Texas, Amerika Serikat yang diselenggarakan pada Minggu (3/5).

"Jelas kami sangat menyesalkan adanya acara itu, karena itu bentuk pelecehan terhadap agama (Islam)," kata Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siradj dalam rilisnya, Jakarta, Senin (4/5).
 
Meski acara itu dibubarkan oleh aparat keamanan setempat, Kiai Said mempertanyakan mekanisme pemberian izin berlangsungnya sebuah acara yang berbau sara di Amerika Serikat.

"Saya mendengar sampai terjadi penembakan dan jatuh dua korban jiwa. Kejadian seperti itu seharusnya bisa dihindari jika pemerintah setempat lebih peka," ungkap Kiai Said.
 
Kiai Said meminta kepada umat Islam dunia, khususnya di Indonesia dan warga Nahdlatul Ulama untuk tidak terpancing membalasnya dengan tindakan bersifat anarkis.

"Jangan habiskan energi kita untuk membalas hal-hal seperti itu, apalagi dengan tindakan anarkis. Percaya, Allah tidak akan membiarkan orang-orang yang melecehkan Islam," terangnya.
 
Sebelumnya, sebuah organisasi American Freedom Defense Initiative secara aktif terus menyebarkan kebencian terhadap Muslim di Amerika Serikat dengan mengadakan lomba menggambar kartun Nabi Muhammad SAW.

Pamela Geller selaku presiden organisasi tersebut mengatakan kegiatan dilakukan untuk kebebasan berpendapat sebagai respons dari kekerasan ketika menggambar Nabi Muhammad di Charlie Hebdo. Dalam perlombaan itu, gambar terbaik mendapatkan hadiah sebesar 10 ribu US Dollar.

Itulah reaksi dari 9 orang tokoh dunia dan Indonesia atas tindakan penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW (Ris).