Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Tragedi Karbala, Harrah dan kesedihan Pendeta Nasrani

Asyura, hari kesepuluh Muharam

Tatkala fajar menyingsing, Imam Husain menengok ke arah ribuan laskar Yazid dan menyaksikan ‘Umar bin Sa’ad yang memerintahkan pasukannya untuk bergerak menuju ke arah Imam Husain. 

Imam Husain mengumpulkan para sahabatnya yang berjumlah 70 orang (termasuk wanita dan bayi) dan menyampaikan kepada mereka: 

“Hari ini Allah telah mengizinkan kita untuk terjun ke dalam sebuah Perang Suci dan Dia akan memberikan ganjaran yang tinggi atas kesyahidan kita. Oleh karena itu, persiapkan diri kalian untuk bertempur melawan musuh-musuh agama kakekku dengan kesabaran dan perlawanan,"

"Wahai putra-putra kemuliaan dan bermartabat, bersabarlah! Kematian bukanlah sesuatu yg menakutkan melainkan sebuah jembatan yang harus kalian seberangi setelah menjalani ujian-ujian dan cobaan-cobaan untuk mencapai Firdaus dan kesenangan di dalamnya. Siapakah di antara kalian yang tidak ingin beranjak dari penjara dunia ini menuju istana-istana Firdaus yang tinggi?"

Setelah mendengar khutbah Imam Husain, semua sahabat-sahabatnya berseru: 

“Wahai Maulana (Tuan kami)! Kami bersedia membelamu dan Ahlulbaitmu, dan siap mengorbankan jiwa dan raga kami demi membela kesucian Islam”. 

Imam Husain mengutus seorang demi seorang dari tenda sahabat-sahabatnya untuk bertempur dan mengorbankan jiwa mereka di jalan Allah. Akhirnya, ketika seluruh para pengikutnya dan para anak-anak mempersembahkan kesyahidannya, Imam Husain menggendong ‘Ali Asghar, bayinya yang berusia enam bulan dan meminta air untuk sang bayi, yang  telah sekarat karena dahaga. 

Dahaga sang bayi tertebus dengan sebuah anak panah beracun yang dilancarkan oleh laskar biadab yang mengoyak pipi si bayi malang hingga ke tangan ayahnya. 

Akhirnya, ketika jiwa sang bayi melayang, Imam Husain berseru kepada Allah Swt: 

“Wahai Tuhan! HusainMu telah mempersembahkan di jalan-Mu apa saja yang Engkau berikan kepadanya. Berkati Husain-Mu Ya Allah! Dengan penerimaan atas pengorbanan ini. Segala yang dapat dilakukan oleh Husain hingga kini melalui pertolongan-Mu dan atas rahmat-Mu.” 

Akhirnya Imam Husain maju ke medan laga dan gugur, musuh-musuh yang tak mengenal belas-kasih. Laskar Yazid setelah membunuh Imam Husain, memenggal kepala Imam Husain dari raganya dan mengangkatnya di atas tombak.

Kepala Imam Husain mulai memuji Allah Swt dari atas tombak.  

"Allahu Akbar, Segala kekuasan di tangan Allah.” 

Setelah dengan susah-payah, tanpa belas-kasih dan dengan kebrutalan membantai Imam Husain beserta sahabat-sahabatnya, wanita-wanita dan anak-anak malang dengan putra Imam Husain, Imam ‘Ali Zainal Abidin digiring sebagai tawanan dan diarak di tengah2 kota.

Tragedi Karbala dan Harrah: Kekejaman Khalifah Yazid bin Muawiyah

Tanpa adanya mekanisme kontrol rakyat terhadap Khalifah, kekuasaan seorang Khalifah menjadi mutlak tanpa kontrol. Sejarah menceritakan kepada kita mereka yang menolak berba'iat dan mengkritik kekuasaan Khilafah di masa lampau akan dihadapai dengan tindakan kekerasan. Kita akan menyimak bagaimana dua ulama besar Ahlus Sunnah wal Jama'ah, yaitu Imam at-Thabari dan Imam Suyuthi, bertutur mengenai Khalifah ketujuh, Yazid bin Mu'awiyah.

Yazid meraih kekuasaan lewat penujukkan ayahnya, Khalifah Mu'awiyah. Tindakan ini  melanggar kesepakatan antara Mu'awiyah dan Sayyidina Hasan dimana seharusnya dibentuk semacam dewan syura seperti yang sebelumnya dilakukan Khalifah Umar bin Khattab untuk memilih Khalifah. Mu'awiyah mengabaikannya dan malah menunjuk Yazid, putranya sendiri.

A. Pembantaian di Karbala

Sayyidina Husein, adiknya Sayyidina Hasan, keduanya cucu Rasulullah, dilaporkan menerima surat dukungan dari penduduk Kufah yang meminta beliau datang ke Kufah dan akan didukung menjadi Khalifah. 

Sahabat Nabi Ibn Abbas mencegahnya, sementara Abdullah bin Zubair mendukung rencana Sayyidina Husein beranjak dari Mekkah ke Kufah. 

Pergerakan ini tercium oleh Yazid yang kemudian memerintahkan pasukannya menghadapi Sayyidina Husein dan keluarganya di Karbala. 

Imam al-Thabari dalam kitab Tarikhnya menceritakan dengan detil berpuluh-puluh halaman apa yang terjadi di Karbala, dan mencatat siapa saja keluarga Sayyidina Husein yang terbunuh lengkap dengan menyebutkan siapa pembunuh masing-masing, pada 10 Muharram di Karbala. 

Sejarah mencatat dengan pilu kalau sebelumnya demi politik kekuasaan terjadi perang saudara antara Siti Aisyah dan Ali bin Abi Thalib (perang jamal), dan antara Khalifah Ali dengan Mu'awiyah (perang shiffin), maka sejarah kembali mencatat dengan air mata dan darah bagaimana cucu Rasulullah dibunuh secara tragis. Kepala Sayyidina Husen dipenggal, dan hanya kepalanya yang dibawa ke istana Yazid. Tubuhnya dibiarkan tanpa kepala.

Imam Suyuthi menulis: 

"Yazid mengirim surat kepada Ubaidillah bin Ziyad untuk membunuh Husein. Maka dikirimlah 4 ribu pasukan di bawah pimpinan Umar bin Sa'd bin Abi Waqqash."  

Imam Suyuthi melanjutkan:

‎فقتل وجيء برأسه في طست حتى وضع بين يدي ابن زياد، لعن الله قاتله وابن زياد معه ويزيد أيضًا
‎وكان قتله بكربلاء، وفي قتله قصة فيها طول لا يحتمل القلب ذكرها، فإنا لله وإنا إليه راجعون، وقتل معه ستة عشر رجلًا من أهل بيته.

"Husein dibunuh dan kepalanya diletakkan di bejana dan dibawa ke hadapan Ibn Ziyad. Semoga Allah melaknat mereka yang membunuhnya, begitu juga dengan Ibn Ziyad dan Yazid.  Husein telah dibunuh di Karbala. Dalam peristiwa pembunuhan ini terdapat kisah yang begitu memilukan hati yang tidak sanggup kita menanggungnya. Inna lilahi wa inna ilaihi raji'un. Terbunuh bersama Husein 16 orang lainnya dari anggota keluarganya."

Inilah tindakan opresif seorang Khalifah kepada cucu Rasulullah semata demi politik kekuasaan. Siapa bilang sejarang khilafah itu mulus dan tidak pernah ada gejolak? 

B. Pembantaian di al-Harrah

Sekitar dua tahun setelah pembantaian di Karbala, yaitu tepatnya pada tahun 63 H, sebagian penduduk Madinah diundang ke istana Yazid di Negeri Syam. Di sana mereka melihat sendiri perangai dan kelakuan Yazid yang tidak menjalankan syariat Islam. Maka penduduk Madinah banyak yang hendak mencabut ba'iat yang telah mereka berikan kepada Khalifah Yazid. 

Pada titik ini, sekali lagi belum ada mekanisme pemakzulan khalifah yang sikapnya menyimpang dari ajaran Islam. Tindakan penduduk Madinah di bawah pimpinan Abdullah bin Hanzhalah yang hendak mencabut ba’iat membuat Khalifah Yazid meradang.

Khalifah Yazid mengirimkan 10 ribu pasukan di bawah pimpinan Muslim bin Uqbah al-Murri. Terjadilah peristiwa al-Harrah, area sebelah timur laut Madinah. 

Sekali lagi, kita merujuk kepada Imam Suyuthi dalam Tarikh al-Khulafa:

‎وما أدراك ما وقعة الحرة؟ ذكرها الحسن مرة فقال: والله ما كاد ينجو منهم أحد، قتل فيها خلق من الصحابة -رضي الله عنهم- ومن غيرهم، ونهبت المدينة، وافتض فيها ألف عذراء، فإنا لله وإنا إليه راجعون

"Apakah yang disebut peristiwa Harrah itu? Hasan al-Bashri menyebutkan: Demi Allah, hampir saja tidak ada satupun yang selamat dari peristiwa itu. Sejumlah sahabat Rasulullah --Radhiyallah 'anhum-- dibunuh, kota Madinah dihancurkan, seribu perawan dirusak kegadisannya, inna lilahi wa inna ilaihi raji'un."

Panglima Perang Muslim bin Uqbah sampai dijuluki sebagai Musrif alias orang yang melampaui batas, mengingat kekejaman yang dia lakukan. Ibn Katsir dalam kitab Bidayah wa Nihayah juga mengonfirmasi kisah-kisah kekejian yang dilakukan Muslim bin Uqbah dalam peristiwa al-Harrah ini. 

Sejarah telah memberi pelajaran berharga bahwa kekuasaan mutlak tanpa batas seorang khalifah memicu Yazid bin Mu'awiyah bertindak di luar batas menghadapi para penentangnya. Khalifah Yazid hanya berkuasa sekitar 3 tahun, dan wafat di usia masih muda yaitu sekitar 36 tahun.  

Setelah wafatnya Yazid, anaknya Mu'awiyah bin Yazid bin Mu'awiyah dibai'at menjadi khalifah. Akan tetapi Abdullah bin Zubair juga mendeklarasikan diri sebagai khalifah di Mekkah. Bagaimana bisa terjadi saling klaim khalifah ini?

TANGISAN HATI

Dulu di Aleppo (Suriah) ada sebuah biara
Sebuah rombongan tentara lewat di biara itu.

Para pendeta lari keluar untuk melihat ada apa gerangan,
Mereka sontak terkejut ketika melihat rombongan tentara itu membawa puluhan kepala yang diarak di ujung tombak-tombak...,

Kepala-kepala yang sudah terpisah dari masing-masing badannya yang ditinggal di Karbala.

Diantara kepala -kepala yang terpisah dari badan itu ada satu kepala yang mewakili kepala - kepala lainnya.

Seorang Pendeta kepala biarawan itu tak kuasa melihatnya menghampiri dan bertanya.."

"Kepala-kepala siapakah ini..?' 

"Ini adalah ' kepala - kepala cucu Nabi,keluarga Nabi.,dan para pengikutnya".,  tukas pasukan itu..,' 

"Celakalah kalian karena sudah memperlakukan keturunan Nabi seburuk ini....! "

'Izinkan aku pinjam kepala ini ' berapapun yang kalian pinta akan aku penuhi..' tukas Pendeta yang meminta.

Bala tentara laknat itu tergiur dengan uang yang ditawarkan oleh kepala biara itu. 
Dan mereka menyerahkan kepala Imam Husein untuk bermalam semalam di biara. 

Sepanjang malam, pendeta itu membersihkan kepala itu, menyisiri rambutnya, dan memberinya minyak wangi sembari tertetes air matanya.

Seorang Nasrani memperlakukan cucu Nabi jauh lebih baik daripada bala tentara Yazid Ibnu Muawiyah yang juga Muslim..

Waktupun berjalan seiring masa. Biara itu kini sudah berubah menjadi masjid dan berganti nama menjadi Masjid al-Nuqtah, yang sangat bersejarah. 

Masjid Al-Nuqtah menjadi saksi mata dimana kaum Nasrani memperlihatkan kecintaaannya terhadap keluarga Nabi Muhammad SAW.

Sejarah singkat berikut ini diambil dari sebuah buku yang ditulis oleh Syaikh Ibrahim Nasrallah yang diberi judul :
           
“The Traces of Ale Mohammad in Aleppo”
(Jejak-jejak Keturunan Muhammad di Aleppo)

اللهم صل على سيدنا محمد واله وصحبه وامته وبارك وسلم

Sumber:
Facebook Zaini Santoso Mas Sambang
https://www.facebook.com/100000182954398/posts/3859526704063390/?sfnsn=wiwspmo&extid=ZjC41jOuBTx1ugFm