Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Sejarah menyakitkan dibalik lomba-lomba Agustusan. Banyak yang nggak ngeuh!

PurwakartaOnline.com - Mumpung masih Bulan Agustus, bulan kemerdekaan Bangsa Indonesia tercinta. Lumrahnya Agustusan, kita peringati dengan aneka lomba dan dilaksanakan dengan penuh kegembiraan.

Tapi siapa sangka, ternyata dibalik lomba-lomba tersebut tersimpan kisah yang sangat menyakitkan. Terekam berbagai kejadian  memilukan yang di derita oleh rakyat Indonesia saat Bangsa ini masih dibawah kekuasaan penjajah. 

Berikut beberapa lomba Agustusan beserta sejarah yang melatarinya:

Tarik tambang
Cerita dibalik lomba tarik tambang ini adalah derita 'kerja paksa', membangun jalan dengan peralatan yang belum secanggih sekarang. Untuk memindahkan batu besar atau mengangkut batang pohon para pekerja terkadang harus menariknya menggunakan tali.


Lomba makan kerupuk
Lomba agustusan yang satu ini selintas terlihat remeh tanpa makna. Namun ternyata sejarahnya tak sesederhana itu. Ada masa ketika rakyat menderita kesulitan makanan.

Ketika itu, cukup merasa beruntung saat ada nasi dan kerupuk. Penderitaan tersebut diabadikan dengan lomba makan kerupuk.

Lomba balap karung
Ibu penulis yang lahir setelah Indonesia merdeka saja masih merasakan susahnya hidup di awal era kemerdekaan.

Bangsa Indonesia berusaha bangkit memulai segalanya dari awal. Keinginan untuk berdikari dirasakan segenap elemen masyarakat kala itu.

Banyak rakyat yang tidak memiliki baju, kecuali baju yang terbuat dari karung goni yang saat dipakai akan membuat tubuh gatal-gatal.

Apalagi di era sebelum merdeka, selain pakaian, makanan pun lebih susah lagi. Baju dari karung goni inilah yang dikenang selalu dengan lomba balap karung.

Agar para anak bangsa ini tidak lupa pada penderitaan para pendahulunya yang hidup dibawah kekuasaan penjajah.

Panjat pinang
Sebetulnya lomba panjat pinang adalah adaptasi dari lombanya orang Belanda di negerinya. Permainan ini konon dibawa ke Indonesia (Hindia-Belanda) tapi pesertanya tidak lagi orang Belanda.

Orang Pribumi jadi peserta panjat pinang, sedang orang Belanda hanya menonton sambil ketawa-ketiwi menyaksikan orang-orang Pribumi saling injak kepala demi hadiah makanan.

Bukan tidak merasa terhina jadi bahan tertawaan kaum penjajah, tapi terpaksa karena lapar. Menyakitkan!