Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Akhir riwayat Kopi Liberika di Purwakarta

PurwakartaOnline.com - Kopi Liberika akan benar-benar punah di Purwakarta, pasalnya pohon kopi liberika telah banyak ditebang karena dinilai tidak ekonomis oleh petani.


"Tangkal na luhur, buah na sakedik carang, rasa na kawon ku robusta sareng arabika", terang Enjang Sugianto, petani kopi di Kecamatan Kiarapedes (10/8/2019).

Menurut Enjang, petani rekan-rekannya di Kelompok Tani Barong Mulya awalnya banyak yang memiliki pohon kopi liberika di kebunnya. Namun karena pohon kopi liberika terlalu tinggi dan melingkupi tanaman teh, akhirnya pohon kopi liberika tersebut ditebang agar tidak menghambat pertumbuhan pucuk teh di bawahnya. Apalagi harga jual kopi gelondong arabika sangat murah, karena rendemennya kecil dan sulit diolah.

"Bu Numi, ngababad (tebang) sadaya kopi jawa (Liberika) na. Hieum ka na enteh, diical ge mirah pisan, mun diolah oge hese. Benten sareng ngolah kopi robusta atanapi arabika", tambah Enjang.

Enjang yang mulai tertarik menanam kopi arabika sejak tahun 2014, namun mulai tertarik dengan kopi liberika tahun 2018. Merasa khawatir kopi Liberika akan punah di desanya, maka tahun 2018 lalu Enjang minta tolong ibu tirinya yang masih memiliki beberapa pohon kopi liberika agar tidak ditebang sampai habis. Tahun ini Enjang mulai mengolah, sekadar penasaran, walaupun belum ada rencana mengembangkan setidaknya Enjang berusaha agar kopi liberika tidak punah di desanya.

"Upami arabika mulai melak taun 2014, mung lepat lahan, elevasi na mung 700 mdpl. Taun kamari abdi mulai tertarik ka na kopi jawa (liberika), mamah ngawidian abdi ngolah kopi jawa (liberika) na, moal waka dituar. Bade diraosan heula. Kumaha wae rasa na nu penting kopi ieu teu punah, hahahaha.....", terang Enjang seraya tertawa.

Hingga saat ini, Enjang telah mencoba mengolah kopi liberika dengan tiga macam cara; Full-wash, Honey dan Natural, semua olahan tersebut dites rasa dan dites pasar oleh Daud dari K&B di Purwakarta. Ada satu olahan lagi yakni 'giling-basah tradisional', yang masih dalam proses penjemuran, dan belum dites oleh Daud.

"Anu full wash, honey dites ku Pa Daud (K&B), kamari terakhir anu (proses) natural. Kantun nu (giling-basah) proses tradisional masih dipoe, teu acan dikintun ka Pa Daud", pungkas Enjang.